Elara 41 : ••• Heran •••

493 23 0
                                    

Budayakan vote dulu sebelum membaca >3

Haii!! Ini cerita pertama aku. Mungkin kalo masih banyak yang kurang dimaklumin aja karena baru pertama hehehe.

🏵️🏵️🏵️

"Kalian pesan apa?" tanya Ara pada ketiga orang di depannya.

Mereka berpikir sebentar sembari menatap kantin. "Seperti biasa!" jawab ketiganya kompak.

"Terus ngapain mikir?" tanya Ara heran, menatap aneh ketiganya.

Mereka bertiga mengedikkan bahu santai, dan Ara hanya mendengus melihatnya. Ara pun berjalan menuju tempat penjual untuk memesan makanan mereka.

"Bu, nanti antar di meja paling pojok situ ya." Ara menunjuk tepat di meja yang diduduki kedua sahabatnya. Ibu tersebut mengangguk lalu membentuk tangannya menjadi huruf O.

Ara membalikkan badan sembari membawa pop ice rasa bubblegum kesukaannya yang sempat dibelinya. Ia mulai berjalan kembali menuju tempat sahabatnya. Namun, Ara tidak sengaja bertabrakan dengan Nara yang berada di depannya hingga membuat pop ice Ara jatuh di seragam putih Nara.

"Maaf." Ara langsung mengambil tisu terdekat untuk mengelap seragam Nara dengan panik.

Nara langsung menepis tangan gadis berjilbab di depannya kasar lalu menatapnya tajam. "Kalau jalan tuh, liat depan," sindir Nara dengan suara lembut tapi setiap katanya di tekankan, hingga terdengar begitu seram di telinga Ara.

Ara mengangguk, mengakui jika dirinya memang bersalah. "Maaf." Ara menunduk, menggesekkan kuku-kukunya hingga berbunyi.

"Ngapapa," ucap Nara menatap seragamnya yang basah dengan noda berwarna biru.

"Gue ke kamar mandi dulu ya El," pamit Nara pada El yang ada di sebelahnya. El mengangguk dan Nara pun pergi ke kamar mandi dengan teman-temannya.

"Maaf." Ara kembali berucap pada Nara yang sudah pergi. Ia sangat merasa bersalah atas kelalaiannya. 

Setelah kepergian Nara, Ara menatap El sebentar lalu berjalan pergi begitu saja melewatinya. Lagi dan lagi El merasa aneh dengan sikap Ara yang begitu terbanting terbalik dengan biasanya.

"Kenapa, Ra?" tanya Nabila saat Ara datang dengan wajah yang ditekuk, seperti belum disetrika.

"Gue nga sengaja tumpahin Nara minuman," jawab Ara sembari duduk di sebelah Tio.

"Udahlah, biarin," ucap Tio santai.

"Tapi kan––" Ucapan Ara terputus karena Ibu penjual datang membawa makanan sesuai pesanan mereka.

"Enak nih." Nabila menatap girang pada makanan di depannya. Karena sudah terlalu lama menunggu, ia langsung mendekatkan bakso padanya lalu memakannya, tanpa baca doa terlebih dahulu

"Pelan-pelan, nga ada yang mau ngambil," sindir Meka merasa aneh, melihat Nabila yang seperti tidak makan setahun. Nabila menatap Meka lalu mengangguk dengan pipi yang mengembung.

"Iwywa," balas Nabila tidak jelas. Meka geleng-geleng kepala kemudian menyantap makanannya.

"Bu, pesan pop ice rasa bubblegumnya lagi. Nanti antar ke sini," suruh Ara pada penjualnya. Ibu itu mengangguk lalu pergi dari meja keempatnya.

"Lo suka rasa bubblegum?" Tio menatap Ara sembari memakan bakso, begitu juga yang lain.

Ara menoleh, menatap Tio dengan memakan baksonya terlebih dahulu. "Iya."

"Lo nga tau? Kalau dia itu, manusia pecinta permen karet," ujar Meka yang disenyumin Ara, sebagai tanda setuju.

Tio hanya mengangguk, kembali melahap bakso yang sedari tadi diaduknya. Satu hal yang baru diketahuinya, kalau gadis berjilbab di sampingnya menyukai permen karet.

Di sisi lain, El terus memperhatikan meja pojok. Ia hanya memesan es coklat, berbeda dengan teman-temannya yang sudah kenyang memakan banyak makanan.

"Gue pingin punya pacar," celetuk Tirta tiba-tiba yang langsung dihadiahi tatapan heran dari yang lain.

"Pacar gue mau? Gue udah bosan. Masih banyak nih stoknya," ujar Andra menelan nasi gorengnya, menatap Tirta.

"Sesat!" sahut Alfan, menggelengkan kepalanya terhadap Anda. Andra hanya tersenyum cengir.

"Nga usah, wajah lo jelek." Sani mengambil ponselnya lalu mendekatkan layar ponselnya kepada Tirta, agar Tirta mengaca.

Tirta menelan nasi gorengnya terlebih dulu kemudian melihat wajahnya dari ponsel Sani. "Ganteng kok."

"Gantengan gue," sela Kenzo, meralat kata Tirta yang tidak benar. Tirta mendengus, menatap ketuanya yang percaya diri.

Andra dan Alfan menoleh ke Kenzo. Mereka mengangguk, mengakui kegantengan Kenzo yang tidak ada kurangnya. "Iya ganteng banget," ucap mereka berdua sembari menatap Kenzo lebih dekat.

Kenzo memukul kening keduanya yang makin lama makin mendekat padanya. "Jijik!" seru Kenzo merasa geli.

Andra dan Alfan tertawa, mendapati Kenzo yang kegelian. Tirta dan Sani juga ikutan tertawa, sedangkan El hanya menatap datar semuanya.

🏵️🏵️🏵️

"Seragam lo basah banget," celetuk salah satu teman Nara yang membantu membersihkan.

"Iya benar," ucap satunya yang setuju. Nara hanya mengangguk, kembali fokus dengan seragamnya.

"Ngapapa. Palingan nga sengaja." 

"Dia sengaja," ujar Serah santai. Ia datang dari belakang mereka lalu menghidupkan keran air untuk membersihkan tangannya.

"Nga usah fitnah. Itu nga mungkin." Nara menatap Serah yang berada di sampingnya. Ia percaya pada Ara, kalau Ara tidak sengaja melakukan itu semua. Apalagi mereka tadi memang bertabrakan.

Serah mengelap tangannya yang basah lalu menatap dirinya di cermin, sesekali merapikan rambutnya. "Bisa aja dia sengaja. Dengan berbagai alasan, dia bisa melakukan itu sama lo. Salah satunya, dia kan suka sama El. Mungkin dengan cara licik pun, dia akan merebut El dari lo," ujar Serah, menatap tanpa takut Nara.

"Bisa jadi Nar," sahut teman Nara setuju.

Diam-diam Serah tersenyum tipis penuh kemenangan. Ia ingin mencuci otak Nara agar membenci Ara begitu juga dengan El. Kalau bisa ia ingin mencuci semua otak seseorang agar benci dengan gadis berjilbab tersebut.

"Mungkin," ucap Nara setelah lama berpikir. "Tapi yaudahlah, biarin."

Serah tersenyum pada Nara. "Hati-hati," peringat Serah dengan menyentuh pundak Nara sekilas lalu berjalan pergi.

Gue bakal bikin Nara dan juga El nga percaya sama lo, Ra

"Tunggu," cegah Nara sembari membalikkan badan, berjalan menuju Serah yang juga balik badan.

Nara tersenyum, menyentuh pundak Serah. "Itu lo, bukan dia," bisik Nara dengan tersenyum manis.

Serah menegang sebentar lalu tersenyum. "Terserah, lo mau percaya atau nga. Gue cuma peringati." Serah langsung pergi dengan langkah yang lebar. Aura Nara membuat bulu kuduknya meremang.

Akhirnya seragam Nara kering. Ia dan teman-temannya kembali ke kantin dan duduk bersebelahan dengan anggota inti Lufiax.

"Kalian di sini aja, gue ketempat anak Lufiax." Teman-temannya Nara mengangguk setuju kemudian duduk sesuai perintah Nara.

"Enak ya, jadi Nara, bisa terus sama El," bisik teman Nara pada satunya setelah Nara pergi.

"Iya, gue iri sama dia," balas teman Nara satu lagi, menyetujui.

Pikiran El terus saja tertuju pada gadis yang kemarin datang ke rumahnya dan pergi dengan tiba-tiba sendirinya.

Lo kenapa? Kok tiba-tiba aneh gini? 

Karena asik berperang dengan pikirannya, El tidak sadar jika Nara sudah berdiri di depannya dan terus memanggilnya. "El!" panggil Nara hingga El tersadar lalu menatap Nara kesal.

Gue nga bisa kayak gini. Gue terus kepikiran lo, Ra

El bangkit dari duduknya kemudian pergi untuk mencari sosok gadis yang terus dipikirkannya. Nara dan anggota Lufiax yang lain menatap heran El. Mereka sama-sama mengedikkan bahu sembari menggeleng.

°°°

ELARAWhere stories live. Discover now