Elara 37 : ••• Ternyata Dia •••

372 15 0
                                    

Budayakan vote dulu sebelum membaca >3

Haii!! Ini cerita pertama aku. Mungkin kalo masih banyak yang kurang dimaklumin aja karena baru pertama hehehe.

🏵️🏵️🏵️

Gadis cantik tersebut masih menutup mata sembari mengangkat selimutnya lebih tinggi, agar membungkus seluruh tubuhnya. Jam sudah menunjukkan angka delapan, tapi gadis tersebut masih enggan untuk bangun.

Elisa mengetuk pintu kamar putrinya dari luar. "Sayang keluar, Mama tunggu di bawah," ucap Elisa setelah itu pergi meninggalkan kamar putrinya.

Ara perlahan-lahan mengerjapkan mata, berusaha membuka matanya yang terkena sinar matahari hingga membuat matanya menyipit kesilauan. Ia duduk di atas tempat tidur untuk mengumpulkan nyawanya. Setelah nyawanya terkumpul, Ara turun dari kasur menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan menggosok giginya.

"Huh! Segarnya." Ara mengelap wajahnya menggunakan handuk yang digantung.

Setelahnya Ara keluar dari kamar mandi lalu berjalan ke bawah untuk sarapan. Di bawah sudah ada mama, ayah dan abangnya. Dengan cepat Ara berjalan ke meja makan.

"Ayah, nanti aku mau pergi," izin Ara pada ayahnya setelah sarapan selesai.

"Mau ke mana?" tanya Pasha penasaran. Karena biasanya di hari Minggu, anak-anaknya selalu di rumah. Tidak pernah keluar atau pergi dengan siapapun.

Ara terdiam cukup lama, tidak tahu ingin mengatakan apa. Sebenarnya Ara ingin ke rumah El untuk bersilaturahmi, lebih tepatnya buat cari perhatian El. Agar rasa suka El bertambah jadi seratus persen. Tapi Ara tidak ingin semua tahu. Dan bodohnya Ara tidak bisa berbohong dengan keluarganya.

"Mmm-anu-tempat temen," jawab Ara tergagap karena mencari alasan yang tepat. Ia memilin celana yang digunakan karena takut ketahuan bohong.

Pasha mengerutkan alisnya seolah tidak percaya dengan gelagat putrinya yang mencurigakan. Setelah menatap putrinya selama lima menit, Pasha pun mengangguk.

"Bohong," celetuk Brian yang paling tahu dengan gerak-gerik Ara. Melihat adeknya yang tergagap saja, sudah Brian pastikan kalau adeknya sedang berbohong.

Ara langsung menoleh ke abangnya. "Eng-ngga."

"Iya, iya gue percaya," kata Brian, tidak mau terlalu berprasangka buruk pada adek kesayangannya. Bisa saja Ara memang menemui temannya.

Huh! Aman

🏵️🏵️🏵️

Sesudah membereskan meja makan, Ara langsung pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap ke rumah El. Entah kenapa Ara ingin saja ke rumah El hanya untuk berkunjung. Ia akan membawa makanan sebagai alasannya datang.

Ara keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Ia memakai makeup tipis lalu memakai jilbabnya.

"Kayaknya nga usah bawa tas," putus Ara. Kalau membawa tas selempang terlihat sekali, niat datangnya.

"Tapi pakai ini aja deh." Ara mengambil tas tote bag yang tergantung di belakang pintu kamar.

Ara memakai rok hitam dipadukan dengan sweater hitam putih bergaris. Ia memakai jilbab putih, tidak lupa memakai topi. Bahkan Ara juga memakai sepatu, agar membuatnya sedikit tinggi.

Begitu niat sekali, padahal tadinya tidak ingin terlalu niat. Namun ketika di depan El, Ara ingin menampilkan dirinya sewajarnya saja. Tidak yang terlalu berlebihan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ELARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang