❄𝓟𝓪𝓻𝓽 42

Mulai dari awal
                                    

Tamiya mengantarkan Libra sampai di depan teras. Gadis ah ralat wanita itu melambaikan tangan.
"Ingat kata Mama aku tadi yaaa, sering-sering ke sini", teriaknya. Dan Libra membalasnya dengan klakson motor miliknya sebelum melajukannya meninggalkan rumah mewah itu.

Tamiya kembali ke dalam rumah dan menyeringit saat tidak melihat lagi keberadaan Mamanya. Kemana wanita itu?

Sedangkan sosok yang memasuki sebuah kamar tampak membuka kamar mandi. Ia menatap sebuah gelang yang tertinggal di pinggir wastefel. Ia mengambilnya lalu menciumnya sekilas dengan senyum manis penuh obsesi. Wanita itu segera memasangkan gelang itu ke pergelangan tangannya dengan penuh semangat.

Dan saat itu juga, ponsel Libra yang berada di saku jaket lelaki itu bergetar. Lelaki itu menepikan motornya lalu mengangkat kaca helmya. Ia merogoh ponselnya dan tak lama tersenyum smirk.

Ia mencari-cari sebuah nama di kontaknya dan setelah itu menyambungkannya.
"Halo Ayah, benda pengintainya berhasil aktif", ujarnya.


"Kerja bagus Son!", sahut sosok yang sibuk berkutat di balik meja kerjanya yang penuh berkas-berkas.


***


Venus berdecak saat Jilva begitu mengganggu kegiatan santainya yang sedang merawat tubuh. Gadis kecil itu, ia menyeretnya menuju pusat pembelajaan. Jilva ingin ditemani membeli hadiah untuk Mamanya, Gwena. Mengingat nanti bahwa hari ibu yang sudah semakin dekat.


"Kakak, Mommy suka yang apa ya?", tanya Jilva meminta pendapat Venus yang menggandeng tangannya masuk ke dalam salah satu toko.

"Ya nggak tahu lah cil, biasanya Mommy kamu suka yang apa?", tanya Venus balik.

"Ihhh Kakak ngeselin. Jilva bawa Kakak karena butuh saran isss", kesal Jilva dengan bibir mengerucut.

"Ck nggak tahu cil, lagian kamu sih main nyeret-nyeret Kakak segala", decak Venus.

"Aaaaa Kakak mahh gitu--- Eh? BANG NATE!"

Venus mengerutkan alisnya mendengar pekikan sepupunya.

"Kakak! Itu ada Bang Nate di sana", girang Jilva sambil menarik-narik tangan Venus untuk ikut melihat sosok yang kini mengetahui keberadaan keduanya. Venus? Gadis itu salah tingkah sendiri saat disenyumin Nate yang berlari kecil ke arah keduanya.

"Bang Nate!"

Jilva melepas tangannya yang digenggam Venus dan ikut berlari menyambut lelaki jangkung itu. Nate berjongkok sambil merentangkan tangan dan Jilva masuk ke dalam rengkuhan lelaki tampan itu.

Nate berdiri sambil menggoyang-goyangkan Jilva ke kiri dan ke kanan. Dan Jilva terkikik diperlakukan seperti itu.

"Ihhhh hahaha Abang, Jilva kangen tahu", ujar Jilva.

Nate menghentikan aksinya. Ia mencium pipi tembem gadis kecil itu.
"Abang juga kangen sama Jilva. Jilva lagi ngapain di sini?", ujar lelaki itu.

Jilva menunjuk Venus dengan dagunya, membuat Nate ikut menoleh.
"Jilva tadi ngajak Kak Venus buat bantu Jilva milihin hadiah hari Ibu buat Mommynya Jilva. Tapi Kak Venus nggak berguna, nggak punya saran apapun. Kak Venus nggak bisa diandalin Bang", celoteh Jilva.

Venus membulatkan mata. Dasar bocil jahanam. Kenapa malahan bawa-bawa namanya sih? Kan jadi nggak nyaman ditatap sedemikian intens.

"Apa?", sinisnya.


Nate menggeleng sambil tersenyum amat lebar. Ah sial, itu sungguh tak baik untuk kesehatan jantung Venus yang sangat sensitif jika dihadapkan dengan lelaki satu ini.

"Ayo kita cari sama-sama", ajak Nate.

"Beneran?", tanya antusias Jilva.

"Ck udah cil, Bang Nate pasti sibuk. Nggak usah ngerepotin orang", ujar Venus.

"Bang Nate beberan sibuk?", tanya Jilva menatap Nate.

Lelaki itu dengan enteng menggeleng.
"Nggak kok, tadi Abang ke sini mau beli ponsel baru. Udah selesai juga kok", tutur Nate.

"Mau ya Abang bantuin Jilva", celetuk gadis kecil itu.

"Iya dong pasti, ayo", ucap Nate berjalan sambil terus menggendong Jilva. Dan Venus tanpa pilihan lain mengikuti keduanya dari belakang tanpa banyak kata.


Nate tiba-tiba berbalik, ia menatap Venus yang langsung ikut berhenti. Ia menatap bertanya pada lelaki itu.
"Kenapa jalan di belakang?", tanya Nate.

Venus melongo.
"Lahh terus dimana?"

Lelaki itu menarik tangan Venus dengan sangat santai.
"Di samping gue lah. Kita harus simulasi keluarga cemara kita berdua di masa depan", turut Nate yang sukses membuat kedua pipi gadis itu merah padam.


***


Zoia merintih tanpa suara. Namun ia bersikap seperti biasa walaupun sekuat tenaga menahan rasa sakit nyeri di bagian dadanya. Kedua telapak tangannya memucat dan dingin.

Gadis itu menatap dengan seksama guru yang sedang mengajar di depan kelas. Di sampingnya, ada Libra yang menyenderkan punggungnya di kursi sambil menggigit penanya.

Di depan Nate yang masuk diikuti Lintang setelah selesai dengan urusan kamar mandinya.

Karena benar-benar sudah tak tahan, ia menidurkan kepalanya di lipatan tangannya yang berada di atas meja. Gadis itu memejamkan mata sambil menarik napas dengan sangat cepat.

Libra mengerutkan alisnya melihat pergerakan istrinya yang tertidur di atas meja. Tumben gadis itu merebahkan kepalanya? Biasanya Zoia sangat kompeten jika dalam proses pembelajaran.

Lelaki itu ikut merebahkan kepalanya, menoel-noel bahu gadis itu.
"Kamu kenapa?", bisiknya sedikit tak tenang.

"Nggak kenapa-napa", jawab Zoia dengan lirih.

Libra bukannya semakin tenang. Lelaki itu mengangkat kepala istrinya pelan. Zoia menahan tangannya karena perlakuan suaminya itu semakin memicu sesaknya.


Libra mengerjap, ia langsung panik merasakan dinginnya telapak tangan istrinya. Lelaki itu tanpa aba-aba mengangkat tubuh Zoia ala bridal style.

"Bu saya izin bawa Zoia ke rumah sakit", ujat tergesa Libra membawa lari tubuh Zoia yang tak habis pikir dengan suaminya yang menerobos begitu saja tanpa menunggu jawaban dari sang guru.

"Ibra shhh aku nggak kenapa-napa", titahnya.

"Nggak kenapa-napa apanya? Wajah kamu pucat!", ujar Libra dengan suara yang naik satu oktaf.

"Nggak usah ke rumah sakit, ke UKS aja", bisik Zoia.

Dan pada akhirnya Libra bisa mengusai dirinya yang terlalu panik dan menurut saja. Ia membawa sang istri menuju UKS.

Brak!

Dua sejoli yang tiduran sambil berpelukan di atas salah satu brankar langsung melompat turun dari atas sana. Keduanya kompak melihat kedatangan Libra yang kini menganga melihat keberadaan mereka.

"Ngapain lo berdua?", ujarnya melengos sambil meletakan tubuh Zoia yang memilih memejam.

Nuel maupun Secha sama-sama gelagapan.

"G-gue ke kelas dulu ya", pamit Secha tergagap.

Gadis itu secepat kilat berlari keluar meninggalkan ketiganya hingga punggungnya tak terlihat lagi di balik pintu.

"Dari pada lo nggak ada gunanya di situ, mending lo panggil dokter sekolah ke sini", perintah Libra menatap penuh intimidasi pada Nuel yang masih betah di sana.





____o0o____

10 Februari 2023

Snow White's an Extra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang