❄𝓟𝓪𝓻𝓽 35

Start from the beginning
                                    

Libra berlari sekencang mungkin, menaiki anak tangga untuk bisa sampai di depan ruang osis.

Brak!

Semua anak-anak osis yang sedang beristirahat sontak terkejut bukan main saat pintu di tendang dengan kasar. Tamiya langsung menghampiri Libra dengan senyum manis.

"Ada apa ya Libra?", tanya Tamiya dengan bingung.

"Wakil lo mana?", tanya Libra sambil menatap sekeliling ruang osis.

"Gue di sini"
Brayn yang baru saja keluar dari kamar kecil yang sudah disediakan di dalam ruang osis akhirnya memunculkan batang hidungnya.

"Kenapa?", tanya Brayn melihat Libra yang berjalan ke arahnya.

"Gue mau ngasih makanan bergizi buat lo. Salah satu vitamin suplemen tubuh khusus buat lo", ujar Libra.

Bugh!

Brayn terhempas menabrak lemari saat bogeman kasar mengenai rahangnya. Sial! Apa-apaan ini? Libra ingin membunuhnya dengan kekuatan dalam itu?

Anak-anak osis berteriak ketakutan, mereka menepi di sudut ruangan. Libra menarik kerah Brayn hingga lelaki itu terangkat.

"Ini peringatan dari gue, jangan pernah deket sama Zoia", bisiknya.

Brak!

Libra mengangkat tubuh Brayn dengan kasar, lalu melemparnya ke sebuah meja, hingga benda mati itu mengalami kepatahkakian. Dan wakil ketua osis yang malang itu harus mengalami ketidaksadaran diri setelahnya. Semua pun langsung panik di tempat.

***

Setangkai mawar putih diletakan sosok pemilik tangan mulus di depan sebuah nisan dengan ukuran panjang gundukannya hanya sekitar 40 cm. Sacha, gadis itu duduk dengan menjadikan sepatunya sebagai alas.

Sacha tak berekspresi apapun. Yang ada hanya tatapan lurus menatap kuburan kecil itu.
"Udah mau dua tahun aja ya", bisik gadis itu entah pada siapa.

"Mati lo Tamiya!", teriaknya meraung tiba-tiba.

Flsshback

"Sacha! Lo gila! Lo bener-bener gila!!!! Lo gilaaaa!!!!! Sacha!!!!"

Sacha, gadis yang duduk santai itu hanya menulikan pendengarannya dari teriakan Secha. Ia menyibukkan diri membersihkan kuku panjangnya.

"SACHA! ANJING YA LO!"

Sacha tak bergeming atau berniat untuk ikut meneriaki balik gadis berkecamata yang sayangnya kakak kembarannya itu.

"Sacha! Lo denger nggak?!", murka Secha menarik dagu Sacha agar menatapnya.

Sacha berdecak malas.
"Apa sih?", gerutunya.

Secha beralih meremas rambutnya sambil mondar-mandir dengan takut di depan Sacha.

"LO STRES TAHU NGGAK?! Lo kenapa bisa hamil?! Dan kenapa gue baru tahu setelah kandungan lo bahkan sudah masuk bulan ketujuh!! Lo sembunyiin semua dari gue?!! Sacha! Lo mau bikin gue mati ketakutan?!", marah Secha dengan mata memerah akibat emosi.

Sacha memutar bola mata malas.
"Biasa aja kali. Gue aja yang ngalamin santai aja tuh", santainya.

Secha menatap berang ke adiknya, ia menunjuk perut Sacha yang terbalut hoodie kebesaran.

"Kenapa perut lo nggak besar?! Dan SIAPA BAJINGAN SIALAN YANG UDAH HAMILIN LO!!!!! BANGSAT ANJING!!!!!!!!", teriak Secha.

Sacha membuka untuk menyingkap hoodienya ke atas, memperlihatkan perutnya yang sudah diikat oleh belitan kain dengan erat. Secha melemas, ia berlari....

Plak!

Ia menampar adiknya.
"BUKA SACHA! LO MAU BUNUH DIA HA?! Jadi ini cara lo nyembunyiin dia? Diikat terus pake hoodie tiap saat?! Lo gila Sacha! Lo nyiksa dia bodoh!"

Sacha tak menyahut, gadis itu membuka belitan perutnya. Secha duduk di samping saudaranya. Dengan tangan bergetar ia mengelus perut Sacha yang besar.

"Siapa ayahnya?", lirihnya dengan air mata yang sudah tumpah. Sungguh ini tak bisa diterima oleh akal. Jika Sacha tak mengatakan kebenarannya barusan, mungkin ia akan menjadi orang goblok selamanya.

"Ayahnya Tamiya", celetuk Sacha tanpa ekspresi.

"Apa?", shock Secha.

"Lo tahu kan sejak SD gue pengen banget jadi teman Tamiya, tapi gue nggak berani ngajak temenan. Beberapa bulan lalu, setelah di SMP kita nggak satu sekolah, akhirnya di SMA kita satu sekolah. Gue coba cari cara agar dia jadi temen gue. Suatu hari saat dia lagi nunggu jemputan saat pulang sekolah, gue liat dia disambut sama Papanya. Tapi mata gue bisa bedain tatapan apa di mata pria itu. Itu adalah tatapan penuh nafsu. Gue takut Tamiya diapa-apain, jadi gue ikutin. Dan benar aja, setelah gue ikutan, ternyata Tamiya diseret ke dalam hotel. Gue yang bego dan panik coba halangi sebelum mereka masuk ke dalam kamar. Tapi sialnya, Tamiya ngorbanin gue jadi pemuas Papanya. Gue kecewa, gue kira dia ahhh sudahlah. Di situ harta gue direbut, dan hasilnya ya gini, gue hamil", ujar Sacha datar.

Secha memeluk Sacha dengan tangisan yang semakin kencang. Hatinya teriris. Ya Tuhan! Kenapa bisa kemalangan ini ada di sini?!

"Tapi lo nggak ada niatan bunuh dia kan? Lo sayang kan sama dia? Buktinya lo nggak gugurin", ujar Secha.

"Ck, biasa aja. Gue nggak gugurin karena nggak mau nambah dosa", elak Sacha.

"Ayo kita besarin anak ini dengan penuh kasih sayang", bisik serak Secha tampak berhenti menangis.


Sacha menggeleng, ia ingin membuang memori itu. Ia kembali fokus pada gundukan itu. Hahaha lucu sekali, bahkan tak sampai satu hari Secha mengajaknya membesarkan anak di dalam perutnya itu dengan penuh kasih sayang, ayah dari janin itu sudah membunuhnya.

Pria itu sudah mendapat info jika gadis yang ia perkosa waktu itu tengah hamil anaknya. Ia tak tinggal diam, ia menyuruh suruhannya untuk memasukan obat penghancur janin di makanan yang di pesan Sacha secara online.

Dan kini, yang tersisa hanya kuburan tak bernyawa yang menjadi rumah untuk janin yang bahkan tidak pernah merasakan indah dan pahitnya dunia luar.

"Gue benci kalian", lirih Sacha dengan buliran yang berhasil lolos di matanya yang datar.



____o0o____

3 Februari 2023

Snow White's an Extra [END]Where stories live. Discover now