Bab 18: Potensi

8 3 0
                                    

🍜

Jam kerja belum usai, akan tetapi, Alea dan Grimm terus mendesak Rui untuk pergi mempelajari sihir bersama Warcon. Serahkan saja padaku dan Kak Grimm, Alea begitu percaya diri berbicara seperti itu sambil membuat isyarat oke dengan jarinya. Grimm merespons dengan mengangguk.

"Baiklah, baiklah. Ini kesempatan yang bagus untuk memperkuat diri. Mohon bantuannya Tuan Trymont!" Rui melangkah duluan.

Rui dan Warcon berjalan cukup jauh ke balik bebatuan besar. Di sana, terdapat tanah yang tidak ditumbuhi rumput terlalu tinggi. Sebidang tanah yang kelihatannya subur untuk dijadikan lahan pertanian.

"Tangkap ini!" Warcon melemparkan sebilah ranting dari balik jubahnya.

"Tongkat sihir?"

Rui memandangi tongkat sepanjang 12 cm yang terbuat dari bahan yang tidak diketahui. Tongkat tersebut terasa kokoh dan memiliki pola aneh di permukaannya. Rui sangat yakin tongkat ini bukan terbuat dari kayu.

Melihat wajah kebingungan Rui, Warcon dengan senang hati menjelaskan, "sekedar informasi, tongkat itu terbuat dari tempurung Musbhel. Kau tahu kan monster semacam apa itu?"

"Mu-Mu-Mushbel?!" benak Rui langsung membayangkan Mushbel tingkat tinggi yang mungkin saja akan muncul ketika ia berada di pelayaran berikutnya. Rui menggelengkan kepala untuk menghilangkan khayalannya barusan.

"Santai saja. Kalau Tuan Archwood ingin merapalkan sihir yang kuat, maka dibutuhkan tongkat sihir yang kuat pula."

"Yeah, itu sangat masuk akal." Rui menghela napas sambil melakukan berbagai pose merapal yang terkesan alay.

Warcon berdiri tepat di sebelah Rui. Cendikiawan itu menyuruh Rui mempraktikkan berbagai sihir yang biasa ia gunakan. Mulai dari Feuer, Winde dan bahkan Vortex. Pertama, Rui merapal tanpa tongkat, setelah itu ia menggunakan tongkat Musbhel. Ketiga sihir tersebut terlihat lebih efektif saat dirapal menggunakan tongkat sihir. Baik Rui maupun Warcon terkesan dengan sihir tersebut. Dan tibalah saatnya Rui merapal Estachel. Warcon menyuruhnya merapal tanpa tongkat terlebih dahulu.

"Estachel!" Beberapa detik sebelum merapal, listrik berwarna biru mengelilingi pergelangan tangan Rui. Setelah merapal, sihir tersebut berpusat pada ujung jari Rui yang sudah berpose seperti pistol. Kemudian, ia menembakkan sihir tersebut beberapa meter ke depan. Sihir tersebut tidak mengenai apapun dan menghilang setelah beberapa detik muncul di udara. Tepat setelah sihir itu menghilang, Rui meringis karena tangannya terasa kram.

"Ya ampun."

"Huh, kenapa?"

"Hmm, kau seorang pemilik elemen api. Sekarang izinkan aku bertanya. Apa saat membuat api, kau membayangkan tanganmu ikut terbakar?"

"Tentu saja tidak! Eh ...."

Setelah pikirannya terhubung, Rui membelalakkan mata sebelum akhirnya tertawa bodoh. Rapalan sihir begitu erat dengan kemampuan imajinasi sang pengguna. Tak hanya bergantung pada bakat atau kapasitas mana, imajinasi juga benar-benar berpengaruh untuk keefektifan dan intensitas sihir.

Saat mengeluarkan sihir api, Rui membayangkan api muncul di depan telapak tangannya. Sementara itu, saat membuat sihir petir, Rui malah membayangkan petir tersebut menyelimuti tangannya terlebih dahulu. Di dunia ini, sihir pengguna bisa melukai pengguna itu juga.

Warcon tersenyum melihat muridnya begitu cepat tanggap, "aku rasa, kau sudah tahu apa yang harus dilakukan berikutnya."

"Ah, tentu saja!" Rui tersenyum percaya diri. Ia pasti akan berhasil tanpa mengalami efek samping.

Warcon diam-diam tertawa kecil sambil menunduk. Ia berpikir mungkin pemilik kedai di depannya ini akan memberikan potongan harga atau bahkan membuat tagihan mi tadi gratis. Mengingat Warcon belum sempat membayarnya tadi.

Taste of Noodle Where stories live. Discover now