Bab 11: Rasa dari Mi

12 2 17
                                    

🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜

Satu suapan, hanya satu suapan dari mi ini. Mi yang ukurannya lebih kecil dari mi yang biasa Rui buat. Berpadu dengan kuah yang diminum dari sendok kayu berwarna hitam. Berbagai sensasi bisa dirasakan. Mulai dari kenyalnya tekstur mi hingga belasan rempah-rempah yang terasa dari dalam kuah sekaligus. Daging yang digunakan untuk membuat kuah ini adalah daging sapi. Indera pengecap Rui bisa langsung mengetahui itu.

Di atas mi tersebut terdapat potongan telur setengah matang, taburan daging ayam dan jamur emas. Rui mencobanya satu per satu. Semuanya terasa enak. Sayuran yang terdapat dalam mangkuk pun menjadi penyegar di antara panas dan pedasnya kuah mi.

Rui mulai memakan suapan demi suapan lagi hingga mi dalam mangkuk tersebut hanya tinggal setengah. Ini adalah mi kuah, ia harus berhati-hati agar kuahnya tidak terciprat ke mata saat menyeruputnya. Sang pemilik kedai tersenyum melihat Rui dan Alea yang makan dengan lahap. Seperti kebanyakan orang tua yang senang melihat anaknya makan dengan banyak.

"Bagaimana, anak-anak muda?"

Suara seorang wanita terdengar dari dalam dapur. Ia seorang wanita ogre tua dengan rambut yang sudah memutih, sama seperti lelaki tua itu. Kelihatannya mereka adalah pasangan suami istri.

"I-ini benar-benar luar biasa. Aku juga seorang pedagang mi, aku bisa mengakui betapa luar biasanya rasa dari mi ini. Aku baru merasakan rasa yang seperti ini."

Rui bisa mengatakan hal itu dengan lancar. Tiada kebohongan dari setiap ucapannya. Sementara itu, Alea yang makan dengan tenang di sebelanya pun mengangguk-angguk karena setuju.

"Benarkah? Kalian pedagang mi juga? Wah sangat jarang ada pedagang mi di Benua Barat. Ini sebuah kehormatan bisa bertemu dengan kalian."

Pak Tua itu melepas topi putih yang ia pakai dan menaruhnya di depan dada sebagai rasa hormat. Rui melambai-lambaikan tangan karena merasa malu. Dibanding kedua ogre ini, pengalaman Rui masihlah sangat sedikit.

"Karena Anda berbicara tentang jarang menemui pedagang mi di Benua Barat, apa mungkin kalian berdua berasal dari Benua Timur?" Alea memasuki pembicaraan.

"Tepat sekali. Kami pindah ke sini sekitar 30 tahun yang lalu. Saat itu, orang-orang di sini masih sangat asing dengan mi. Tapi, kami bersyukur mereka bisa menerima makanan ini dengan mudah," jelas Pak Tua.

"Wah, kalian benar-benar sudah berpengalaman. Aku dan kekasihku ini berencana berkeliling dunia untuk berdagang mi."

Rui langsung tersedak begitu mendengar kalimat Alea. Gadis itu terlalu blak-blakan. Ia sudah lebih dulu mendeklarasikan bahwa mereka adalah sepasang kekasih. Padahal Rui belum melakukan ungkapan perasaan yang lebih layak. Rui langsung meneguk teh tawar yang dibawakan wanita ogre itu untuk meredakan batuknya.

"Itu akan menjadi perjalanan yang panjang dan berat. Semoga kalian selamat hingga kembali ke tempat asal kalian." Raut wajah wanita itu terlihat khawatir. Bagaimanapun, dunia ini dipenuhi penjahat dan monster yang berbahaya. Medan yang ditempuh pun tidak selamanya mulus. Jurang, lautan, dataran penuh angin besar, semuanya bisa mengganggu perjalaan.

"Tenang saja, kami tidak hanya berdua. Kami ditemani dua orang lagi serta naga darat yang kuat, loh! Dia Hans kami!"

"Kau begitu bersemangat, Alea. Apa kuah mi sudah membuat kepalamu bergejolak?"

Rui dan kedua ogre itu tertawa, sementara Alea menahan rasa malu. Bahkan gadis itu sendiri tidak sadar kalau ia bertindak kekanakkan untuk beberapa saat. Mungkin, Alea mengingkan hal seperti itu. Diperhatikan oleh sosok Ayah dan Ibu. Bagi Rui yang benar-benar dicintai oleh orangtuanya, memahami perasaan Alea membuat hatinya teriris. Rui hanya bisa bersyukur tumbuh bersama keluarganya yang baik. Meski sekarang ia tidak bisa menemui mereka lagi.

Taste of Noodle Where stories live. Discover now