Bab 25: Menidurkan Hewan Buas

17 2 19
                                    

🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜

"Gefroren!"

Tanpa memperdulikan perbedatan antara Rui dan Willy yang tengah terjadi, Alea berdiri dan menjulurkan kedua tangannya ke arah langit-langit. Membangun sebuah bidang es yang begitu tebal hingga mampu menahan bebatuan lancip yang hendak jatuh. Es tersebut menutupi seluruh langit-langit gua. Dibutuhkan Mana yang sangat banyak untuk membuatnya.

"Alea, bodoh! Hentikan!"

Rui menarik tangan gadis itu. Tangan Rui beralih mencengkram bahu Alea.

"Kau! Jangan bertindak gegabah! K-kau!"

Lelaki itu kehabisan kata-kata. Ia tidak bisa mengungkapkan perasaan marah dan khawatirnya. Bagaimana jika gadis itu kehabisan Mana dan mati?

Mengorbankan Alea demi menyelamatkan Noe, itu bukan hal yang Rui inginkan. Alea menurunkan tangan lelaki itu dari bahunya.

"Tenang ... aku tahu batasku sendiri--"

Sesaat setelah mengatakan itu, Alea terjatuh di atas lututnya. Rasa perih yang sangat hebat mengiris perutnya. Kepalanya seperti terasa dihantam batu. Darah segar pun mulai mengalir dari hidungnya.

"H-hei Alea! Apa yang harus ku lakukan?"

Rui berlutut di depan Alea tanpa menyentuhnya. Lelaki itu takut akan menambah rasa sakit yang tengah temannya derita.

Willy yang melihat Alea seperti itu pun tergerak. Keinginannya untuk segera kabur dari dalam gua berubah. Melihat kakaknya bertindak sejauh itu untuk musuh--Willy tidak mau menodai keinginan Alea.

"Aku pinjam pedangmu, Kak."

Bocah berambut oranye itu meraih pedang yang berada di sebelah Alea. Membenarkan posisi topi jeraminya, Willy melompat dari balik batu.

"Alihkan perhatian Noe, biarkan Willy yang menusuknya. Tusuk bagian kakinya supaya mudah kusembuhkan."

"Iya, aku akan melakukannya. Terima kasih sudah mengamankan area ini. Bertahanlah, Alea. Setelah ini selesai, aku akan membuatkan kue qershi yang kau suka!"

Rui meninggalkan temannya dengan setengah hati. Jika saja ia memiliki elemen air bukannya api, ia bisa menyembuhkan gadis itu. Untuk sesaat Rui mengutuk ketidakmampuannya sendiri. Kemudian, ia ingat bahwa elemen api sudah cukup membantunya. Membuat Rui yang tak tahan terhadap suhu dingin menjadi tahan, membantunya dalam membuat api untuk memasak serta memberikan gadis itu kehangatan. Ia tidak boleh mencela kekuatan yang telah dunia ini berikan padanya.

"Feuer!"

Membuat kobaran api di tangannya, Rui mencoba mengalihkan pandangan Noe. Mata biru sang gadis rubah yang bersinar serta gigi taringnya yang tajam tak menggetarkan Rui. Sebaliknya, lelaki itu terpesona dan tenggelam dalam perpaduan biru dan putih Noe. Hal itu mengingatkannya pada seseorang.

"Lihat aku, anak nakal!"

Mendengar suara merendahkan dari Rui, Noe menoleh dan berlari mendekatinya. Rui tidak berusaha melarikan diri. Ia hanya melompat ke sana kemari untuk menghindari cakar-cakar rubah itu.

Api yang sedari tadi membakar tanah gua telah sepenuhnya padam berkat kibasan ekor Noe. Mereka semua bisa bergerak dengan leluasa sekarang.

Mata amber milik Rui berusaha mencari kemana seorang bocah lelaki berambut oranye itu pergi. Willy sedang mencari momentum yang tepat untuk menusukkan pedangnya pada kaki Noe. Dengan satu tusukan, mereka berharap gadis itu akan tersadar dan kembali ke wujudnya semula.

"Agh! Kenapa kau sangat lincah, rubah nakal?!"

Rui mulai terengah-engah. Meski begitu melawan makhluk besar lebih mudah daripada menghindari pedang seperti saat melawan Derek. Gerakan musuh lebih mudah terbaca.

Taste of Noodle Where stories live. Discover now