Bab 22: Keinginan Setiap Orang

14 4 17
                                    

🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜🍜

Rui berjalan ke luar dari rumah makan dengan kesal. Ia menggaruk-garuk lehernya sembari memikirkan uang yang telah ia keluarkan untuk makan siang kali ini.

"Yang benar saja! Dua koin silver hanya untuk makan siang! Mahal sekali, sialan!"

Rui menggerutu di depan rumah makan LASTFOOD. Karena tidak ada menu, siapapun yang makan di sini juga tidak akan tahu berapa harga yang harus mereka bayar. Mungkin karena alasan inilah Rui tidak menemui satupun penduduk lokal yang makan di tempat itu, terlalu mahal!

"Sabarlah Rui. Setidaknya kita mendapat informasi tentang Blessing of Sharp Cooking. Hanya dengan mengetahui resep, kau bisa memasak apapun bagaimanapun caramu memasak."

Alea menepuk-nepuk pundak temannya sembari menahan senyum. Ya, gadis itu berhasil memakan kudapan favoritnya. Lain kali, ia akan meminta Rui untuk membuat Qershi Strip Cake.

"Hoamh! Kak Alea, aku ingin tidur siang. Kakak pindah ke kursi kemudi, ya?" Sembari mengatakan itu, Willy berlari ke dalam kereta naga.

"Baiklah, baiklah. Sepertinya aku juga harus menghibur Rui."

"Maksudmu mengusiliku hingga aku naik darah, hah?"

"Hehe, ketahuan."

Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan perut kenyang. Hanya beberapa kilometer lagi mereka akan tiba di pegunungan. Hati Rui sedikit gelisah. Baginya, lebih baik melintasi tempat terbuka seperti ladang rumput ini ketimbang melintasi hutan yang penuh dengan misteri. Namun, lelaki itu menjadi sedikit lebih tenang ketika Alea duduk di kursi kemudi. Gadis itu lebih sigap dan waspada. Jika ada sesuatu yang mendekati kereta, Alea bisa menggunakan sihirnya untuk membantu Rui.

Perlahan jalanan mulai menanjak. Pepohonan pun mulai terlihat. Berbagai macam tumbuhan bisa mereka temui. Pohon mahoni, pinus, cemara, beringin dan masih banyak jenis lagi dapat ditemui sejauh mata memandang. Udara pun menjadi sedikit lebih dingin untuk Alea.

"Oi, Willy! Bangun payah, ambilkan selendang coklat milik Alea." Rui mengintip dari jendela penghubung antara tempat kemudi dan dalam kereta.

"Sudah, biarkan dia tidur. Hentikan saja dulu keretanya, aku akan ambil sendiri."

"Ah, kalau begitu ambilkan juga topi baret-ku, hehe."

Rui pun menarik tali kekang agar Hans berhenti. Alea turun dari kereta dan merasakan tanah yang tidak rata dari atas sepatunya. Banyak bebatuan dan juga genangan air yang bercampur dengan tanah.

Sebelum berjalan, Alea melihat ke sekitar. Telinga runcingnya mendengar sesuatu dari balik semak. Refleks, gadis itu pun menoleh ke sumber suara.

"Hmm ... mungkin hanya perasaanku saja."

Alea pun berjalan untuk mengambil beberapa barang. Karena merasa waspada, ia juga mengambil pedang miliknya untuk berjaga-jaga. Masih dengan rasa ingin menghormati perasaan Rui yang tidak bisa menjadi ahli pedang, gadis itu tidak mau membawa pedangnya kecuali di saat genting.

"Nah, baret-mu." Alea memakaikan topi abu itu ke kepala Rui.

"Cih, a-aku bisa memakainya sendiri."

"Cepat jalankan keretanya." Posisi Alea yang baru saja memakaikan topi, membuat wajahnya menjadi berada di dekat telinga Rui. Gadis itu sengaja melakukannya agar bisa membisikkan kalimat tadi.

"U-uh iya." Wajah Rui sedikit menegang.

Hans kembali berjalan, namun kali ini sedikit lebih cepat. Rui dan Alea sudah sadar jika ada yang mengikuti kereta maka. Jika penguntit itu menyerang mereka, maka pertarungan akan sulit dilakukan. Jalanan yang mereka lalui menanjak dan sempit. Sebuah ledakan sihir pun bisa saja menyebabkan longsor dan menimbun mereka.

Taste of Noodle حيث تعيش القصص. اكتشف الآن