One

3.5K 170 5
                                    

Dari pembatas balkon lantai dua, laki-laki itu menatap ke arah lapangan dengan senyum yang merekah. Bibirnya berkedut antara ingin terus tersenyum atau malah berpura-pura tak perduli.

Tangannya pun menggenggam tralis pembatas besi dengan erat. Geregetan saat melihat pria di bawah yang sedang mendribble bola orange di tangannya. Matanya kemudian membola seketika pria itu mencetak dua buah poin.

"Jimin..."

Pria yang disebut Jimin lantas menoleh ke arah sumber suara. Mendapati jika seorang lelaki lain tengah berjalan ke arahnya dengan wajah lelah.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Tanyanya.

Jimin hanya nyengir. Meski tak berkata sedikitpun, temannya itu tau apa maksud dibalik cengirannya.

"Jungkook?" Tebaknya.

"Iya hehe" Jimin mengangguk. Senyumnya tak lekas hilang sejak tadi.

"Apa kau tak lelah selalu mengejarnya? Dia tak akan pernah menatapmu Jimin" Ucapnya.

Jimin cemberut. Ia tau jika apa yang ia lakukan tak akan bisa membuat Jungkook menyukai dirinya.

Ya bagaimana Jungkook akan menoleh, jika dirinya saja tak pernah mencoba untuk memanggilnya.

"Bagaimana aku bisa lelah jika aku saja tak pernah mencoba untuk membuatnya melihatku, Jin?" Ucapnya. Kembali mengalihkan pandangannya ke Jungkook.

Seokjin pun mengikuti arah pandang Jimin. Ia menelaah dari setiap jenjang tubuh Jungkook. Mencari-cari bagian mana yang membuat Jimin sangat tertarik kepada laki-laki itu.

Wajahnya? Tentu saja sangat tampan.

Lengannya? Pasti lah sangat berotot.

Kakinya? Sangat keras dan berurat.

Yah, mau tak mau Seokjin pun hanya bisa mendapati satu kesimpulan. Yaitu Jungkook sangat mendekati kata sempurna. Apalagi pria itu tak hanya pintar dalam bidang akademik, tapi juga non-akademik. Baik basket maupun taekwondo, Jungkook sangat menguasainya.

"Tak heran kau sangat menyukai nya. Bahkan sudah jalan 2 tahun, hati mu masih tetap bertumpu padanya" Ucap Seokjin menatap Jimin kasihan.

"Kan? Aku sudah bilang, dia itu sangat pantas untuk mendapatkan cinta dari banyak orang" kata Jimin.

Seokjin menggelengkan kepalanya, menatap Jimin. "Tapi kau juga pantas untuk mendapatkan cinta, Jimin. Jangan melulu bertumpu pada Jungkook"

Wajah Jimin berubah tertekuk. "Ya habis bagaimana? Aku sudah menyukainya terlalu dalam"

Tarikan nafas berat terdengar dari mulut Seokjin. Menandakan jika ia sudah kalah dan tak akan pernah bisa untuk memenangkan perdebatan tentang cinta ini. "Sudah lah, aku juga bingung harus bagaimana menghadapi pria yang sedang jatuh cinta sepertimu. Karena apapun yang orang lain anggap salah, pasti akan terasa benar bagimu" Ucap Seokjin sinis.

Padahal tak sekali dua kali Jimin sakit hati karena memberikan cintanya pada Jungkook. Namun tetap saja, rasa sakitnya itu tak akan sanggup melawan rasa berbunganya tatkala dirinya berhasil mendapatkan senyuman dari seorang Jungkook.

"Ya sudah, lebih baik kau mendukungku daripada terus menentangku. Kau sendiri kan yang akhirnya lelah"

Seokjin tersenyum paksa "Yaudah iya terserah kau saja lah" ucapnya.

Mereka lantas bersama-sama menikmati pertandingan basket yang tengah berlangsung di lapangan utama sekolahnya. Bukan pertandingan sungguhan sih, hanya kelas 10 versus kelas 11 saja. Namun jika Jungkook yang menjadi pemainnya, maka jangan heran jika penontonnya sebanyak ini.

BINTANG || KOOKMIN [✓]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon