lima puluh sembilan. (DARENZA)

92 6 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

Pertengahan tahun, di awal bulan Juni, sekolah SMA Grana mengadakan ujian kenaikan kelas. Murid yang belum mengambil kartu ujiannya beramai-ramai memasuki ruang TU. Di sana terlihat ada yang belum membayar SPP bulan ini atau belum bayar ujiannya, dan ada yang udah bayar malah lupa mengambil kartunya sekalian, jadi di TU penuh sumpek.

Suara gaduh terdengar sampai ke koridor kelas karena pintu TU dibuka lebar. Petugas TU yang galak, membuat beberapa nyali murid menciut. Mereka ingin meminta penangguhan bayaran agar bisa ikut ujian.

Sampai ada yang bersumpah akan dibayar, tapi nanti. Ekonomi keluarga yang kurang stabil karena adanya PHK, jadi membingungkan untuk kebutuhan hidup. Apalagi, di zaman sekarang susah sekali mencari kerja dan untuk orang yang sudah tidak muda lagi, tambah susah untuk melamar pekerjaan.

“Bu, boleh ya saya ikut ujian dulu?” tanya seorang murid laki-laki dengan seragam berlambang warna biru di lengan kiri. Itu merupakan murid dari jurusan IPA.

“Zian, tadi kamu bilang minta penangguhan bayaran, iya?” tanya Bu Yana.

Zian mengangguk.

“Kamu pikir ini bayar utang bank ada penangguhannya,” semprot Bu Yana.

Zian menggaruk kepalanya sambil tersenyum malu.

“Sudah, jangan pada berisik. Bapak akan membagikan semua kartu ujian kalian,” tutur Pak Samudi—selaku petugas TU juga.

Murid-murid yang ada di TU senang mendengarnya, mereka lega, akhirnya bisa ikut ujian juga. “Terima kasih, Pak,” ucap mereka.

“Tapi inget ya, kalian punya tunggakan dan harus dibayar,” peringat Pak Samudi.

“Baik, Pak,” sahut murid-murid kompak.

Berbaris rapi di depan Pak Samudi, lalu kartu ujian dibagikan bergilir sesuai namanya.

Pukul delapan pagi, ujian baru dimulai.
Kelas Darenza baru hari pertama ujian saja udah heboh. Mereka sibuk mengatur tempat duduk sesuai absen. Padahal, di meja sudah ada lebel besar yang tertulis nama muridnya, tapi emang dasarnya aja ini anak IPA 5 maunya gaduh.

“Lama-lamain, oy. Biar pengawasnya lama masuk ke kelas kita,” seru Jino, si biang kerok IPA 5.

“Hooh,” sahut Lia, sang Bendahara kelas.

Kelas IPA 5 emang selalu kompak, no cepu-cepuan. Siapa lagi ketuanya kalo bukan Darenza. Ada yang berani ngebantah dia?

“Pak Ubay ke mari, woi! Tertib dulu bentar,” titah Darenza.

Pak Ubay masuk kelas seraya membawa map yang berisi soal dan kertas jawaban. Dua kertas itu dibagikan estafet sampai ke bangku belakang.

“Ini duduknya udah sesuai absen?” tanya Pak Ubay.

DARENZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang