dua puluh enam. (DARENZA)

157 29 2
                                    

VOTE DULU YAKK GENGS!


HAPPY READING!🖖


***


Tak berselang lama ada seorang laki-laki masuk ke rumah kosong itu. Ia menggunakan kaos hitam namun bawahannya masih memakai celana abu-abu sekolah. Dan dia juga memakai masker dan topi.

Saat melihat keadaan Vi, dia cukup terkejut. Lalu dengan cepat melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Vi. Setelahnya ia membawa Vi keluar dengan menggendongnya ala bridal style.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

"Gimana sih?! Kok bisa kecolongan gini?" tanyanya dengan nada marah.

"Sorry,"

"Lo gak liat luka Vi separah itu?"
"Baru kali ini gue kasih tugas gak beres. Lo lagi ada masalah?"

"Nggak ada," sahut lawannya.

"Dit, gua kenal sama lo bukan kemaren sore ya. Lo kenapa?"

"Gue gapapa, Dar!" ucapnya sedikit jengah.

"Yaudah gua mau ke Bandung. Tadi manajer cafe bilang ada problem di sana. Lo jagain Vi yang bener!" ia menepuk lengan lawannya. "Berhubung Bi Nani udah pensiun nanti ada art baru dateng kemari."

Lawannya hanya membalas dengan anggukan kepala.

"Gue pergi."

Baru saja ingin mendaratkan bokongnya di sofa namun suara tepuk tangan yang sangat keras membuatnya terlonjak kaget.

"RADITYA BEVERLY..." ia menyeringai.

"Lo udah sadar Vi?" Walaupun cukup kaget tapi sebisa mungkin ia menetralkan ekspresinya untuk biasa saja. "Gimana? Ada yang masih sakit gak?"

"Emm... Elo tau nama lengkap gue dari mana?" tanya Raditya.

Dengan dagunya Vi menunjuk buku yang ada di atas meja.

"Oh... Jadi elo kacungnya si Darenza?" Vi menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dan matanya menatap nyalang.

"Dibayar berapa lo sama dia?"

"Lo bangga sama pekerjaan lo ini?"

"Mau jadi sok intel lo dengan cara terus ngikutin gue?"

"Udah bisa beli apa aja pake duit Darenza?"

Pertanyaan-pertanyaan pedas itu keluar begitu saja dari mulut Vi.

Raditya mulai tersulut emosinya. Di sini ia merasa harga dirinya di injak-injak.

"CUKUP VI!"

"Lho? Kok marah? Aturan di sini gue yang marah sama lo!" Vi berteriak di depan muka Raditya.

"Iya Vi, gua Raditya kacungnya Darenza. Puas?!"

"Lo bangga banget ya jadi kacung dia?" Vi memandang remeh.

"Gue ngelakuin ini ada alesannya,"

"Duit alesannya?"

"Lo gak pernah tau hati seseorang sehancur apa. Kepalanya semeledak apa dan badannya selelah apa."

Dengan kesal Vi berucap, "Kok jadi puitis sih lo?"

"Gua emang bukan intel. Dan gua tau ... sebenernya ngikutin orang gak boleh karena termasuk melanggar privasi,"

"Gua gak mau Vi ngelakuin tugas itu! Tapi gua gak bisa nolak permintaan Darenza,"

"Lo punya mulut gunanya buat apa?" tanya Vi.

"Gua laki juga punya perasaan. Gak tega hati gua tiap hari pulang ke rumah liat Bunda pinggangnya sakit terus gara-gara nyuci baju orang. Terus Bapak yang pulang-pulang kecapekan. Bonyok gua udah tua, Vi. Dan mereka ngelakuin itu semua buat gue," Raditya sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari Vi.

"Tempat tinggal gua dari ortu Darenza dan sekolah dapet beasiswa dari bokap Darenza,"

"Bapak gua dulunya tukang kebun di rumah Darenza eh terus diangkat sama bokap Darenza buat jadi supirnya. Lo bisa bayangin kalo gua gak ngikutin kemauan Darenza? Hidup keluarga gua tergantung sama Darenza,"

"Belom lagi kadang sakit Bunda suka kambuh. Terus dilarikan ke rumah sakit. Apa gak perlu biaya yang banyak tuh buat nebus obatnya? Lu tau 'kan obat-obat dari rumah sakit tuh mahal-mahal?"

"Gua anak tunggal Vi. Yang diharepin bonyok ya cuma gua. Mereka pengen gua sukses jadi orang. Mereka pengen gua kuliah dan ngeliat jadi sarjana. Mereka mati-matian cari uang gimana pun caranya supaya gua bisa masuk kuliah,"

"Lo gak tau kepala gua mau semeledak apa? Gua terus belajar biar masuk Universitas Indonesia. Gua juga mau lepas Vi dari bantuan bonyok Darenza. Lo kata gua gak punya malu? Gua malu Vi sama Darenza. Gua banyak nyusahin dia sekeluarga. Dan Darenza malah anggep gue sahabatnya,"

"Badan gua juga diforsir kerja di cafe Darenza--"

"Tunggu! Cafe?" Vi merasa bingung. "Punya Darenza?"

"Cafe Green Light. Tau 'kan?"

Vi mengangguk.

"Itu punya Darenza,"

Vi membelalakkan matanya.

"Terus disuruh ngikutin lo sama Afnan. Ngerjain tugas-tugas sekolah Darenza. Belom lagi selama ngikutin lo ... pulang-pulang bisa lebam muka gue. Banyak banget cowok-cowok idung belang yang ngincer lo!"

Raditya memasukkan buku-bukunya ke dalam tas lalu menyampirkan jaketnya di pundak. "Mulai hari ini lo tenang aja. Gua bakal bilang Darenza buat mundur dari tugas ini. Tugas buntuti lo..." Raditya tertawa renyah. Lalu ia berjalan mendekat sampai berada tepat di hadapan Vi.

"Dijaga mulutnya, ngomongnya harus sopan. Gak mau 'kan cuma karena perkataan doang, orang lain jadi benci sama lo?"

"Gue berharap setelah ini kita gak pernah berurusan lagi."

Vi diam membisu di tempatnya. Sampai tak menyadari Raditya sudah pergi dari rumah Darenza.

TBC

I HOPE YOU CAN ENJOY MY STORY:)

DAN JANGAN LUPA SHARE CERITA INI YAKK!

STAY SAFE AND STAY HEALTHY!♥️

I LOVE U AND SEE U 💚

DARENZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang