empat puluh satu. (DARENZA)

75 10 1
                                    

Sebelum baca, jgn lupa vote dulu ya gais. Comment jg!
Share cerita ini gais, follow my wattpad and ig @sanitrasvtr

*
*
*

Pukul 01.00 PM, matahari bersinar terik di atas cakrawala. Kota Jakarta yang terkenal padat, hari ini terlihat nyata di Jalan Kemang Raya. Suara klakson kendaraan bersahutan di sepanjang jalan. Entah karena ada yang lagi buru-buru atau refleks gara-gara ada yang menyalip.

Vi dan Adit ikut bersama kendaraan lalu lalang. Adit membonceng Vi dengan motor sportnya. Mereka ingin menuju sebuah tempat yang telah disepakati dengan Om Pradito.

Keduanya masih memakai seragam sekolah karena tidak sempat pulang ke rumah terlebih dahulu.

"Ngebut aja Dit. Kasian Om Pradito lama nunggu kita," ucap Vi.

Adit mengangguk. Ia sedikit menoleh ke belakang dan dirasa belakangnya tak ada kendaraan yang terlalu dekat dengan motornya, ia menaikkan kecepatannya untuk menyalip mobil truk di depannya.

Di gedung pencakar langit yang sekiranya ada dua puluh tingkat lebih itu, motor Adit berhenti. Ia memarkirkan motornya di tempat khusus parkir motor lalu mengajak Vi untuk mengikuti langkahnya.

Vi yang melihat dari jauh gedung pencakar langit itu, sudah tercengang. Dari memasuki area gedungnya, tempat parkir, membuka helm, dan turun dari motor, Vi masih terbengong.

"Ini beneran kantor Om Pradito, Dit?" tanya Vi yang berjalan di sebelah Adit.

"Bener," sahut Adit.

"Nggak salah 'kan lo?"

"Kaga,"

"Kantornya lebih gede dari punya bokap gua, Dit," kata Vi antara sadar atau tidak ia mengatakan itu. Matanya masih memandang takjub yang ada di sekelilingnya.

Adit terkekeh geli menanggapi ucapan Vi.

Sampai di depan resepsionis, Adit berkata ingin menemui Om Pradito dan sudah membuat janji. Si resepsionis menghubungi sekretaris Pradito terlebih dahulu, baru setelah benar kedua anak SMA itu tamu Pak Pradito, resepsionis memberitahukan dimana letak ruang Pradito berada.

Adit dan Vi mengucap terima kasih kepada resepsionis lalu berlalu pergi.

"Kalo kantornya segedong ini, pasti Om Pradito gak punya waktu banyak. Ayo cepet Dit!" Vi menarik tangan Adit memasuki sebuah lift.

Di lantai 24, keluar mereka berdua dari lift. Vi lagi-lagi menarik tangan Adit.

"Pelan-pelan aja Vi," tutur Adit.

Di depan pintu ruangan Pradito, mereka berdua disambut oleh seorang perempuan.

"Saya Ana, sekretaris Pak Pradito." Ana mengulurkan tangannya ke Vi.

"Nama saya Saviza. Panggil Vi aja." Vi menerima jabat tangan Ana sambil membalas senyum manis Ana.

"Om Pradito ada di dalam 'kan Mbak?" tanya Adit.

"Ada kok Dit," sahut Ana setelah melepas jabat tangannya dengan Vi.

"Eh? Ternyata udah akrab?" Refleks Vi berucap.

"Adit sering keluar masuk ruangan Pak Pradito sama Darenza," ungkap Ana.

Vi mengangguk paham.

"Mari Mbak, kami masuk dulu." Adit membawa Vi pergi.

Adit mengetok pintu, dari dalam dipersilakan masuk, lalu keduanya melangkah masuk.

"Ayo silakan duduk," kata Pradito, "maaf kalau ruangan saya berantakan karena dokumen kertas di mana-mana."

DARENZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang