❄𝓟𝓪𝓻𝓽 1

33K 1.6K 10
                                    

𝕾𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝕸𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆
____________o0o_____________


Butiran putih bersih bagaikan kapas berjatuhan memenuhi permukaan tanah. Lebatnya salju bukan perihal aneh lagi bagi mereka yang bernapas di negara subtropis, karena memang sudah ketentuan jika rahmat Sang Pencipta akan berkunjung ke bumi di akhir tahun ini.

"Heii menjauh dari Jilva, Mama ku bilang dia anak tanpa ayah"

"Huuuu, ayo Papaku sudah menjemputku di sana. Mau pulang bersama denganku?"

"Tentu saja, Papamu adalah Papa penyayang sedunia hihihi"

Dua orang anak kecil itu meninggalkan seorang gadis kecil yang hanya bisa menundukan kepala. Saat mobil berisi teman-temannya menjauh, ia baru berani mengangkat wajah.

Mata hitamnya tampak berkaca-kaca. Bahkan pegangan tangannya pada payung transparan itu semakin kencang.

Kakinya beralaskan sepatu bot mengemaskan melangkah. Ia melempar payung itu. Kini tangannya ia ulurkan, membiarkan telapak tangannya bersentuhan langsung dengan butiran salju.

Gadis itu membuka mantelnya. Ia membiarkan rasa dingin itu menusuk tubuh berbungkus seragam sekolahnya.

"Aku tidak butuh teman. Bukankah aku bisa bermain sendiri?", ujarnya dengan senyum yang kembali mengembang.

Ia berjongkok, mengeluarkan sebuah buku cerita. 'Snow White and the Seven Dwarfs', itu lah judul yang tercetak tebal di sampulnya. Gadis cantik itu memeluk buku itu erat.

"Aku lupa jika aku masih punya teman! Aku temannya putri salju bukan?"

Gadis itu tersenyum amat lebar.

"Putri salju suka musim dingin. Seorang teman yang baik tidak akan membiarkan temannya bermain sendiri! Aku Jilva, aku teman yang baik untukmu putri salju", ujar semangat gadis itu. Tidak peduli saat bibirnya sudah menghitam atau bahkan tubuhnya mulai menggigil, ia tidak peduli.

"NONA JILVA!"

Mata gadis itu membulat. Tubuhnya langsung ditarik dengan cepat oleh seorang paruh baya. Gadis kecil itu tidak sempat meraih kembali buku ceritanya yang terjatuh di tumpukan salju.

"Paman Ben, buku Jilva jatuh", cicit gadis itu memukul bahu tangan kanan kakeknya.

Namun pria itu tidak berhenti.
"Kita masih bisa membeli buku yang baru, sekarang kita harus kembali dari sini. Oh Tuhan, bagaimana bisa anda bermain di sana, Tuan besar akan marah. Penyakit anda akan kambuh lagi!", ujar khawatir pria itu kemudian langsung memasukan tubuh kecil yang sudah kedinginan itu ke dalam mobil mewah.

Jilva hanya diam saat mobil itu sidah bergerak menjauh. Ia menoleh ke belakang. Matanya terbelalak saat meluhat cahaya kebiruan keluar dari bukunya.

"Paman, buku Jilva tadi bersinar. Jilva mau melihatnya Paman!", ujar gadis itu.

"Nona, anda mungkin sedang berhalusinasi. Saya mohon jangan pernah lakukan hal seperti tadi", ujar pria tadi tanpa mengindahkan perkataan cucu dari bosnya, memilih fokus pada jalan.

Gadis cantik itu hanya mengangguk lesu. Mungkin Paman Ben benar. Dia hanya berhalusinasi. Gadis itu hanya bisa mengeratkan selimut yang menempel di tubuhnya.

Mobil itu semakin menjauh, meninggalkan gedung taman kanak-kanak yang sudah sepi tanpa penghuni. Hari juga sudah semakin sore.

Cahaya dari taman belakang sekolah semakin lama semakin besar. Salju bergerak dasyat bagaikan angin tornado mengelilingi cahaya tersebut. Perlahan-lahan semuanya menghilang, cahaya putih kebiruan langsung musnah.

Snow White's an Extra [END]Where stories live. Discover now