Bab 37 : Sifat lain Gita

150 18 2
                                    

Tubuh lelah setelah seharian bekerja membuatku bersandar pada kursi tempat ku duduk dengan nyaman. Membiarkan pesawat membawa ku bertemu dengan kekasih tersayang. Meskipun bolak-balik seperti ini akan menyusahkan, tidak ada pilihan lain.

"Selamat malam, Bu Dirga".

Kalimat cengengesan itu membuatku membuka mata melirik Azhara bergabung dengan ku.

"Tumben istri durjana pulang,"ucapku heran.

"Hei, Ibu. Saya kan anggota Ibu yang paling setia ikut pertemuan. Pasti saya akan datang seperti yang Ibu agenda kan,"ucap Azhara.

"Bisakah kamu memanggil ku Git saja, Dek Aditya?"tanyaku sebal mendengar dirinya terus menerus memanggil ku Bu.

Memang aku sudah tidak lagi muda. Tapi panggilan Bu itu masih mengganggu bagi ku. Kecuali Rania. Dia pengecualian bagi ku. Selain itu, aku tetaplah Dyah Gita yang keras kepala dengan banyak pesona.

"Dibandingkan Mas Aditya, Pak Dirga lebih kasihan. Dia cuma berbuka puasa di ujung minggu,"ucap Azhara membuatku tersenyum kecil.

Jangankan di ujung minggu, pria itu juga belum buka puasa sampai saat ini. Memikirkan tubuh ku yang terlalu banyak kekurangan membuat rasa tidak percaya diri muncul ke permukaan. Melihat betapa indah nan menawannya kulit Azhara dan Citra membuatku berkecil hati.

"Diam mu menunjukkan tidak baik-baik saja. Kenapa, Git?"tanya Azhara membuatku menggeleng pelan.

"Kamu punya rekomendasi perawatan yang bagus, nggak?"tanyaku.

"Eh, aku nggak lagi mimpi, kan?"tanya Azhara membuatku mencubitnya kecil.

"Aku serius,"ucapku sebal.

Perempuan itu tampak memicingkan mata menelisik. Meskipun sering mengeluarkan kata kebodohan, dia mengerti dengan baik diriku jika terlibat dalam masalah. Seperti saat aku menangis dalam diam menatap Raihan menikah kala itu. Atau pun saat masalah yang lain, semuanya hanya ku hadapi dalam diam mencari benang merahnya.

"Apa Pak Dirga mengatakan sesuatu yang menyakiti perasaanmu?"tanya Azhara ku gelengkan.

"Jujur saja, aku malu jika Dirga melihat tubuh ku banyak bekas luka. Aku ini perempuan macam apa yang tidak bisa menjaga diri? Dokter Halimah mantan istrinya saja begitu cantik menawan dan aku-,"

"Sst. Berarti Pak Dirga sampai sekarang belum buka puasa, Git?"tanya Azhara mendelik kaget.

Aku hanya mengangguk pelan tanpa menatapnya. Sebenarnya aku ragu bercerita padanya. Tapi terkadang pengalamannya lebih berguna dibandingkan diriku sebagai pemain amatiran. Baru kali ini aku bergelut lagi dengan perasaan. Namun belum cukup mengenal, Bapak memilih menikahkan ku.

Bapak cukup tau Dirga serius dan menerima semua kekurangan ku. Sedangkan hingga saat ini, Dirga hanya tahu sifat keras kepala yang ku miliki. Tanpa tahu aku sebenarnya juga sosok yang cukup kurang percaya diri jika menyangkut penampilan. Dulu saat pertama berangkat ke kantor, Azhara yang mengenalkan ku pada tata busana formal.

Sepanjang itu, aku hanya tahu memakai busana itu saja. Sekarang aku kembali berguru padanya. Karena nyatanya akan lebih banyak pertemuan yang tidak membutuhkan busana formal seperti kemeja. Terkadang bahkan kebaya untuk sesekali saja.

"Aku juga lupa sobat tersayang ku penganut sekte insecure garis keras. Dengar ini, Git. Pasangan yang ada bersama kita sekarang itu menerima kekurangan dan kelebihan kita. Entah kita baik maupun buruk akan dipandang dengan baik. Tanpa kamu perawatan pun, kamu cantik dengan apa adanya kamu sekarang, Git.

Tentang bekas luka itu, bukan masalah besar. Bekas luka itu terkadang juga bisa jadi penting sebagai identitas diri. Pak Dirga juga nggak akan memandang iba ke bekas luka mu. Kita bukan lagi pemuda yang masih asyik cari yang perfect,"ucap Azhara panjang lebar.

Renjana : Arutala Dirgantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang