Bab 10 : Siasat

198 17 0
                                    

Author POV

Seorang pria bersandar di teras rumah menikmati liburan tanpa beban pekerjaan sejenak sebelum memulai hal baru. Putri kecilnya sekarang sudah terlelap di kelamnya malam. Sementara dirinya masih terjaga memikirkan kembali kalimat perempuan asing yang ditemuinya beberapa waktu lalu.

Dirinya memang terlalu ceroboh dalam menjaga anak. Bagaimana jika yang dititipkan adalah penculik? Bukannya dramatis, namun nyatanya banyak kasus yang bisa menimpa anak-anak.

"Sudah malam kok masih diluar, Nak?"tanya Setyo mengambil tempat di sebelahnya.

"Nggak bisa tidur, Rama,"ucap Dirga mengusap lengannya beberapa kali karena terkena gigitan nyamuk.

"Memikirkan Gita?"tanya Setyo membuatnya malah tergelak.

"Gita itu hanya orang asing yang sekedar bertemu, Rama,"ucap Dirga menuangkan teko kopi ke gelas yang baru.

"Heh, Rama itu yang menggendongmu dari bayi sampai sekarang. Tidak biasanya kamu berdiam diluar begini,"ucap Setyo.

Pria itu paham betul apa yang sedang putranya hadapi. Riana setiap hari tumbuh besar. Setiap hari putranya harus bisa mengerti dengan baik pertumbuhan pada Riana tanpa terkecuali. Namun terkadang tugasnya di lapangan kerap membuatnya sulit. Sekalipun ada Sinta yang siap menjaga Riana masih belum cukup untuk mengerti pola pikirnya.

Apalagi Aditya. Pria itu malah terkesan cuek pada Riana dan tidak tahan meladeni anak-anak. Siapa lagi yang harus melakukannya kalau bukan dia? Setyo cukup paham itu. Dia juga telah membesarkan seorang putri. Mana mungkin dirinya tidak bisa mengerti pola pikir putranya juga.

"Dirga sering berdiam diluar begini, Rama. Rasanya lebih menenangkan,"ucap Dirga.

"Ketenangan kok dicari kelamnya malam, Nak. Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Rania?"tanya Setyo membuat Dirga menghela nafas panjang.

Bukannya pria itu tidak memiliki niat, Dirga tahu pentingnya sosok Ibu bagi Rania. Hanya saja bukan sekali juga dia mencoba mengenal perempuan. Melihat semua perempuan yang dia coba kenal hanya peduli padanya tidak pada Rania sudah jadi jawaban untuk mundur.

"Dirga masih bisa memahami Rania, Rama. Mungkin setiap kali Dirga pulang selalu ada tragedi aneh seperti ini. Tapi sebenarnya itu hal yang lumrah,"ucap Dirga.

"Tapi baru kali ini kamu membawa pulang perempuan ke rumah loh, Nak,"ucap Setyo menyunggingkan senyum lebar.

Pria paruh baya itu masih mengingat jelas, putra itu tidak pernah neko-neko seperti saudaranya yang sering bergonta ganti membawa perempuan pulang untuk dikenalkan. Bukankah itu adalah hal unik yang dilakukan oleh Dirga?

"Sekarang sudah bukan saatnya untuk itu, Rama. Dirga harus fokus untuk Rania dulu. Dia semakin bertingkah di sekolah,"ucap Dirga memijat pelipisnya.

"Itu hal biasa, Nak. Namanya anak-anak akan ada masanya dia ingin diperhatikan. Jika kekurangan perhatian dia akan mencari perhatian itu diluar. Jangan sampai besarnya tanggung jawab yang kamu emban sampai membuatnya mencari pria lain untuk mendapatkan perhatian. Kamu mengerti kan maksud, Rama,"ucap Setyo membuatku pria itu mengangguk paham.

Pacaran dini bukanlah hal yang asing saat ini. Bahkan anak SD terkadang bertingkah seolah pasangan yang sudah menikah. Cara percakapan yang begitu dewasa semakin membuat Dirga khawatir.

"Rania sekarang sudah kelas 5. Kemampuannya mungkin tidak perlu dibandingkan. Tetapi sikapnya itu perlu diperbaiki, Nak. Kalau kamu tidak bisa menjaga setiap waktu sebaiknya berikan dia ajaran agama yang cukup untuk membentengi diri,"ucap Setyo sarat akan makna mendalam.

"Maksudnya Rama mau Rania mondok? Anak itu apa bisa bergaul dengan baik? Sedangkan dengan anak tetangga di perusahaan dinas saja sering berkelahi. Apa tidak masalah, Rama?"tanya Dirga khawatir.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now