Bab 8 : Ceroboh

251 22 2
                                    

"Manusia hanya lah makhluk fana. Tidak ada sesuatu yang sempurna selain Allah. Maka jika dia mengatakan dirinya sempurna maupun kesempurnaan sesungguhnya itu dusta belaka"
Dyah Anggita Anindyaswari

Rapat tinggal menunggu waktu di monitor untuk dimulai. Tapi aku heran dengan sekitar. Mengapa meja hari ini terlihat ada yang kosong? Siapa yang mengisi disana? Sepertinya kemarin semuanya hadir di sini. Apa ada yang absen atau izin?

"Hari ini seperti agenda dari pertemuan ini, maka kami menyerahkan pada Pak Wicitra mengenai delegasi Pupuk Anumerta di Petrokimia,"ucap Dhito membuat wajah senior harap harap cemas.

Kapan lagi dapat tunjangan lebih besar? Aku harap siapapun yang berada di posisi itu benar-benar cakap dan bertanggung jawab. Bukan pria seperti Pak Daniel. Altezza terasa lebih baik dan lebih bijaksana dalam menjalin konsolidasi seperti ini.

"Baik, semuanya sudah melihat presentasi kemarin siang. Karena itu kami juga dengan sepakat juga telah memilih Nona Dyah Anggita Anindyaswari sebagai delegasi Pupuk Anumerta di Petrokimia selama dua bulan ke depan terhitung sejak tanggal 18, pekan depan,"ucap Wicitra membuatku melongo.

Astaga, beban apalagi yang harus ku tanggung ini? Mengapa bukan sesuatu yang biasa saja untuk ku? Bukan tentang gajinya tapi tentang banyaknya pikiran ku. Belum lagi harus mengurus divisi jarak jauh. Akh, kepala ku migrain hanya dengan mendengar itu.

"Selain itu, saya ingin menambahkan. General manager departemen operasi yang baru telah ditetapkan. Posisi tersebut akan diisi oleh Nona Dyah Anggita Anindyaswari. Namun karena Nona Dyah Anggita sedang menjalani tugas di Petrokimia. Maka, tugas ini sementara akan di handle oleh Altezza Rayyan Kafilah,"ucap Dhito membuatku menyeringai puas.

Melihat wajah sebal Altezza merengut tanpa cahaya sama sekali. Bukannya kami berdua sok kaya dengan menolak tawaran seperti itu. Hanya saja kami berdua adalah makhluk berdarah muda yang masih memiliki dunia lain selain uang dan jabatan. Demi mengurus departemen, Altezza harus mengurungkan niatnya menonton bola.

Sedangkan diriku harus menggugurkan niat menyucikan diri dengan berlibur panjang ke rumah orangtua. Aku malah ingin berlibur meskipun akan mendengar ayat ayat cinta tetangga budiman dan permintaan menikah Ibu. Itu lebih baik daripada bekerja seharian di depan layar.

Ucapan selamat yang diberikan tidak akan bisa menambah jumlah libur ku sekarang. Aku hanya membalas dengan senyuman entah ikhlas atau terpaksa. Biar lah mereka sendiri yang menilai. Mengapa bukan para senior yang punya banyak tanggung jawab dan ambisius naik jabatan saja?

Citra yang tersenyum lebar memeluk hanya bisa dibalas dengan senyuman lelah ku. Apa komisaris besar itu memiliki tujuan lain dibalik menaikkan jabatan ku?

"Saya harap Anda bahagia, Nona,"ucap pemilik saham terbesar perusahaan.

"Maaf,"ucapku berusaha mengulik informasi darinya.

"Pak Ramli memiliki dendam pada Anda. Terlebih putranya, Ardhito terlihat tertarik pada Anda. Makanya kami menaikkan jabatan Anda yang pertama tentunya untuk melindungi diri. Semoga jabatan itu bisa menjaga diri Anda, Nona. Yang kedua agar Anda bisa cukup puas dengan gajinya dan tidak meladeni Ardhito,"ucapnya membuatku membulatkan mata tidak percaya.

"Andai Anda memberitahu alasannya, pasti saya mengundurkan diri. Saya bekerja bukan untuk mencari musuh. Apalagi sekarang usia dan tabungan cukup untuk membuka usaha. Tentang Ardhito, saya bukan orang materialistis, Pak. Saya juga sadar diri dan memang Ardhito bukan pria yang saya cari,"ucapku jujur.

"Tidak perlu disesali. Terima saja, Nona dan tetap berhati-hati dengan tipu daya. Dunia kerja kejam dimulai disaat pimpinan benci, Nona. Seharusnya Pak Ramli bukannya dendam tapi membuka mata dan otaknya,"ucapnya berdecak sebal.

Renjana : Arutala Dirgantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang