Bab 24 : Lolos

150 16 0
                                    

Cangkir yang sedari tadi hanya ku tatap tanpa berniat menyentuhnya. Ruangan yang telah di booking pria di depan ku menjadikannya sebuah pertemuan yang serius. Pertanyaan beruntun mengenai perusahaan dan semua jenisnya menyeret ke dalam pertanyaan yang rumit.

"Hanya itu saja yang ingin ku tanyakan. Apa kamu tidak ingin meminumnya?"tanya Dhito membuatku menggeleng pelan.

"Maaf, Pak. Tapi saya masih trauma dengan semua jenis minuman dalam pertemuan,"ucapku.

Bayangan aku mabuk dan mengira Dirga membawa ku ke KUA masih sangat terekam jelas di kepala. Tapi hal itu tidak lebih buruk dari yang Citra lakukan pada pria di depan ku.

"Tentang yang terjadi padamu dan Nona Citra, semua hal itu diluar kendali ku. Maafkan aku,"ucap Dhito.

"Jangan meminta maaf untuk kesalahan yang tidak pernah Anda lakukan, Pak. Karena bisa jadi sifat itu menjadi bumerang dan sasaran empuk mangsa,"ucapku mengingatkan.

"Jika bisa memilih kelahiran, aku lebih memilih menjadi sosok biasa daripada posisi ku saat ini, Nona. Aku berpikir bisa hidup bebas dengan kekuasaan yang ada. Nyatanya untuk memilih pasangan hidup pun terbatas,"ucap Dhito.

"Anda bisa memilih perempuan manapun yang Anda suka,"ucapku.

"Kalau kamu yang ku ingin kan. Apa kamu mau?"tanya Dhito membuatku mendongak.

"APA MAKSUDNYA ITU, ARDHITO!".

Suara menyebalkan yang pernah memenuhi ruangan lab itu kembali menggema disini. Pak Ramli bersama dengan komisaris besar perusahaan berdiri di ambang pintu berjalan mendekati kami. Mengapa aku harus terlibat dalam pertemuan menyebalkan seperti ini? Salah kalimat sudah membuatku kehilangan pekerjaan.

"Nona Gita bukannya saya sudah pernah mengingatkan pada Anda untuk berhati-hati saat perjalanan dinas sebelumnya di Surabaya?"tanya komisaris membuatku mengangguk pelan.

"Benar dan saya sudah sangat berhati-hati. Jika saya berusaha mempertahankan apa yang terlihat, mungkin tadi malam bukannya berada di luar bersama Nona Citra tapi mengacaukan pertemuan,"ucapku hati-hati berusaha mengingatkan penyebab masalah sebenarnya.

"Tepat sekali, Nona Gita. Kami membuat pertemuan ini untuk menuntutmu. Karena mu entah melakukan apa dengan Nona Citra semalam sampai Pak Wicitra mengancam memutuskan kerja sama,"ucap Ramli menuding ku sebagai pelakunya.

Sayangnya aku cukup cerdas dan sudah menyiapkan bukti sebelum datang di dalam ponsel. Tanpa berbelit dengan kata-kata, ku putar rekaman CCTV yang Celine dapatkan dari hotel dan tempat konser semalam. Aku bukannya gadis amatir yang akan mati setelah terjebak.

"Saya tadi malam memakai jas hitam berada di sisi Nona Citra yang memakai baju merah maroon. Sementara perempuan paruh baya di sebelahnya adalah Nyonya Wicitra. Memang kami berdua semalam memutuskan untuk pergi setelah Nona Nova mengajak Pak Dhito beranjak.

Jika saya mendekati Pak Dhito, pasti membuatnya mengalihkan perhatian. Namun itu tidak saya lakukan dan berniat pergi dari sana. Tapi sebelum itu, Anda bisa melihatnya sendiri,"ucapku menunjuk layar.

Tampak seorang perempuan menawarkan minuman pada kami. Sekaligus pokok permasalahan sebelum kami berakhir seperti semalam. Kejadian berganti latar saat berada di lift mengganti pakaian dengan hiruk pikuk hingga menuju lobi hotel bertemu Celine dan Diana.

"Setelah keluar dari sana, Anda bisa melihat CCTV yang ada di lokasi tempat konser bintang ternama Rossa. Disana kami berada di barisan nomor 2, bertiga dengan posisi Nona Citra di tengah. Pada saat menyaksikan lagu Hey Ladies, terlihat kami masih antusias. Namun saat mendekati lagu kedua, Nona Citra mengeluhkan dirinya yang merasa pusing.

Renjana : Arutala Dirgantara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang