Bab 26 : Jebakan Sempurna

163 19 0
                                    

Jas yang sama dengan yang dipakaikan Dirga pagi ini melekat dengan apik di tubuh ku. Aku menatap tampilan ku di cermin merapikan jilbab yang terlihat kusut di bagian atasnya. Sentuhan make up tipis Azhara membuat wajahku terlihat lebih memukau. Akh ya, andai gadis itu ada malam ini.

Dia harus terbang ke Pekanbaru dan kembali besok pagi ke Jakarta. Sedangkan esok hari aku sudah kembali. Aku tidak tau akan kemana berdasarkan keputusan terbaru. Entah perjanjian kerja sama itu dilanjutkan atau tidak. Tidak ada sangkut pautnya diriku dengan itu.

"Malam ini kamu terlihat berbeda, Git,"ucap Altezza sengaja singgah ke kamar ku terlebih dahulu.

"Apa kamu sedang menguji coba gombalan mu untuk perempuan diluar sana?"tanyaku membuatnya tergelak.

"Aku hanya mengatakan saja. Perjanjian kerja sana itu tampaknya berlanjut. Melihat Pak Wicitra bahkan meminta tolong memberi tahu keberangkatan pesawat besok jam 9 pagi. Aku merasa lebih damai di Petrokimia,"ucap Altezza membuatku berbalik menatapnya.

"Entah baik maupun buruk, Pupuk Anumerta adalah rumah kita,"ucapku membuatnya mengangguk pelan.

"Kamu benar. Sepertinya kamu sudah siap, Git. Mari keluar,"ucap Altezza menyiapkan lengannya.

Belum sempat tergelak, Dhito kembali menghampiri ku. Lah, bukan kah dia seharusnya bersama Nova. Apa ini maksud Altezza menyiapkan lengannya?

"Pak Ardhito, Anda disini? Bukankah seharusnya Anda bersama Nona Nova?"tanya Altezza mewakili diriku.

"Nova sedang mengurus pembayaran pada pengacaranya. Dia akan datang terlambat malam ini,"ucap Dhito membuatku tidak percaya.

Tapi apa yang tidak ku percayai? Dia punya harta melimpah dan dengan membayar sedikit saja sudah menyelesaikan masalah tanpa terasa. Masalah seperti itu bukannya tidak mungkin diselesaikan dengan hartanya. Aku cukup paham dengan maksud perkataan Dhito. Tapi datang terlambat bukannya tidak datang sama sekali.

"Oalah, kalau begitu silahkan lebih dulu, Pak. Rasanya tidak pantas kalau kami berjalan di depan Anda,"ucap Altezza membuatku segera menaruh tangan dalam gandengannya.

"Eum, baiklah,"ucapnya melihat tidak ada pilihan lain membuatku menghela nafas panjang.

"Dengar, Git. Cukup kemarin aku kehilangan dirimu, jangan sampai malam ini terulang lagi. Aku dan Celine akan terus berada di sisimu,"bisik Altezza ku angguki.

Pertemuan yang ku pikir hanya akan ada beberapa orang sepertinya salah. Pertemuan ini layaknya sebuah konferensi antar perusahaan pupuk untuk menjalin hubungan kerja sama. Tempat ini terlalu besar untuk ku dan Altezza.

"Eh, dimana Celine?"tanyaku membuatnya menghentikan langkah.

"Kamu benar juga. Kemana dia?"tanya Altezza melihat sekitar sembari mengisi daftar hadir.

"Saya baru saja kembali dari memperbaiki ponselmu, Mbak. Mbak lupa tadi minta tolong?"tanya Celine mengangsurkan ponsel membuatku segera menerimanya.

"Hah, aku semakin tua saja rupanya. Terima kasih, Celine,"ucapku bergantian mengisi daftar hadir.

"Bukan semakin tua, tapi cuma sudah waktunya cari sandaran,"ucap Nyonya Wicitra menggandeng putrinya.

Citra tampak menekuk wajahnya kusut berada di gandengan Ibunya. Tapi semua itu juga demi kebaikannya. Dia tidak ingin putrinya mengalami nasib buruk untuk kedua kalinya.

"Untuk yang terjadi pada Nona Citra, saya meminta maaf untuk itu,"ucap Dhito.

"Hei. Apa maksudnya dengan permintaan maafmu? Apa kamu sedang meledek ku?"tanya Citra meledak-ledak membuatku menggelengkan kepala lelah.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now