Bab 32 : Sunrise

224 17 0
                                    

Tatapannya yang begitu lekat dengan penuh tanda tanya membuatku mengangguk pelan meminta Azhara dan Celine meninggalkan kami. Aku ingin mendengar apa yang telah dirinya simpan selama ini. Meskipun tidak akan memperbaiki hubungan ku yang usai, setidaknya bisa mengembalikan semua pada tempatnya.

Dokter Halimah menyajikan bubur rumah sakit, yang tentu berbeda dengan biasanya. Bubur yang biasanya dibuat Dirga akan ditambahkan perasa dan sayuran. Makan sore sekaligus makan penutup selama berada di rumah sakit.

"Apa yang ingin kamu coba katakan dengan makanan ini?"tanyaku menatapnya heran.

"Nona, Dirga itu pria yang baik,"ucapnya membuatku menaruh sendok.

Momen ini sudah lama ku tunggu, tapi bukan lagi hal berarti untuk sekarang. Keputusan itu sudah membuatku menikah malam ini dengan pria asing.

"Lantas kenapa kamu kabur meninggalkannya, dokter?"tanyaku membuatnya menatapku seraya menghela nafas panjang.

"Sebuah pernikahan dari perjodohan tidak akan ada harapan, Nona. Anda tidak tahu bagaimana rasanya hatimu masih milik orang lain tapi dipaksa kenyataan menerima pria lain seumur hidup. Aku akui Dirga tidak pernah kasar dan selalu lembut.

Tapi dia tetap bukan pria yang ku cintai, Nona. Dirga hanya menghormati karena tahu aku mencintai orang lain, Nona. Selama pernikahan kita hanya saling menghormati,"ucapnya membuatku menatapnya sinis.

"Menghormati tapi Rania lahir ke dunia?"tanyaku.

Apa itu bukanlah hal mustahil? Berhubungan tapi menghasilkan seorang keturunan. Tidak mungkin mereka berdua saling tidak menginginkan dan akhirnya muncul Rania. Semuanya pasti sebab dan akibat untuk yang terjadi.

"Aku mohon jangan salah sangka. Anak itu bukanlah putranya, aku sudah mengandung kala itu. Tapi bukan dengan Dirga. Khawatir menjadi omongan buruk, aku segera menerima perjodohan itu. Dirga hanya sekali menyentuh ku, itu juga sekaligus untuk membuatnya percaya dirinya ayah dari anak yang ku kandung,"ucap Halimah membuatku menggeleng tak percaya.

Piring di meja dengan sengaja lempar ke sembarang arah menciptakan bunyi pecahan nyaring. Aku benar-benar tidak tahu ada perempuan licik sepertinya di dunia ini. Dia rela menjebak orang lain demi mendapatkan keuntungan. Dan meninggalkan beban tanggung jawab pada bahu lain.

"Kamu sangat picik. Jika bukan Dirga, apa kamu tidak tahu bagaimana susah payahnya mengurus Rania? Dia harus menitipkan kesana kemari saat sedang tugas diluar kota. Kamu memang tidak akan mendapat gelar apapun setelah kehilangan putri. Tapi anak itu dengan sengaja kamu berikan gelar piatu. Apa kamu benar-benar sudah gila?"bentak ku membuatnya bergetar ketakutan.

Selama ini fakta Dirga bukanlah Ayahnya Rania juga terbungkus rapi dari pria itu. Dia benar-benar tidak bertanggung jawab. Hanya karena takut namanya tercoreng, banyak pihak menjadi korbannya. Hati ku menjadi sendu seperti cuaca di luar sana. Dia bukannya tidak ingin mengatakan apapun, hanya saja dia tidak ingin mencampuri fakta.

Naasnya lamaran yang datang pada orang tua telah lebih cepat ku terima. Aku tidak tahu bahwa ada fakta besar dan pedihnya hidup pria itu selama 8 tahun ini. Andai aku tahu pasti lebih baik menerimanya. Meskipun harus sedikit berjuang. Tapi nasi telah menjadi bubur. Air mata ku meluncur bebas. Hati ku hancur seperti piring itu. Keputusan yang ku ambil terlalu gegabah.

"Andai kamu membuka mulut lebih cepat, aku tidak akan kehilangan pria itu. Orang tua ku telah menerima lamaran pria lain. Aku hanya tau pria itu belum selesai dengan masa lalunya. Sekarang bukan hanya Dirga saja yang kembali kamu hancurkan. Tapi aku juga,"ucapku frustasi.

Semua data yang telah tersusun rapi di atas nakas membuatku kehilangan kendali. Semuanya sudah terlambat. Malam ini aku akan pulang setelah mengambil cuti menikah dan menyelesaikan permasalahan terkait insiden penembakan kala itu. Halimah hanya bisa menangis tergugu. Sekalipun dia menangis darah tidak akan merubah faktanya.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now