Bab 22 : Mabuk

204 15 0
                                    

Dirga POV

Seorang pria sedang menikmati malam usai berbelanja. Biasanya di sisinya akan ada tambahan belanja dari putrinya. Sayangnya keputusan untuk membuatnya belajar mandiri sudah dia putuskan. Andai saja dia meluangkan waktu untuk mendidik anak itu. Tidak mungkin anak itu akan menjadi begitu diluar kendali.

Matanya melirik jam tangan sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Saatnya untuk mengistirahatkan pikiran dan menyambut hari esok. Belum juga beranjak dari tempat, matanya menangkap sosok perempuan melintas di depan mata.

Tidak mungkin matanya salah melihat. Tapi untuk apa perempuan itu berjalan di trotoar seperti orang gila begitu? Biasanya dia berdiri dengan dikelilingi pengawal pria bertubuh kekar. Mengabaikan komentar perempuan itu, pria itu mengambil langkah mendekatinya.

"Kamu darimana?"tanyaku sontak membuat perempuan yang ditanyai menatap sempoyongan.

Aku tidak sedang mengigau melihat dan mencium dari perempuan ini tercium bau alkohol? Apa dia habis mabuk untuk menghabiskan uangnya?

"Kamu lagi. Apa kamu sedang mengikuti ku sama seperti para awak media itu?"tanya Gita malah muntah di kaos yang ku pakai.

Sebelum hal buruk terjadi, akan lebih baik membawa perempuan ini pergi. Bisa menambah masalah kalau sampai awak media yang berusaha membuntutinya menyusul.

"Ayo ikut saya,"ajakku menariknya memasuki mobil.

"Ikut? Kemana? KUA? Akh tidak. Kamu masih punya istri,"ucap Gita semakin melantur segera ku masukkan ke mobil.

Tidak mungkin membawa ke rumah dinas. Hanya ada pilihan membawanya ke rumah lama orang tua ku yang tidak jauh dari sini. Bisa beneran disuruh nikah kalau ku bawa ke rumah dinas. Kaos bekas muntahan segera ku lepas dan menaruhnya ke belakang.

"Kamu mau bawa aku kemana?"tanya Gita membuatku menghela nafas panjang.

Apa perempuan ini benar-benar sudah ingin menikah sampai terus menerus menanyakan KUA? Memangnya aku akan menikah tanpa mengenalnya sama sekali? Saat dia mabuk logikanya sangat tidak berjalan dengan benar.

"Kenapa kamu bisa mabuk?"tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak mau membuat masalah dengan istri pertamamu,"ucap Gita semakin melantur.

Sepertinya solusi terbaik adalah membiarkannya tertidur. Begitu memasuki garasi, segera ku bawa gadis itu yang masih saja asyik melantur ke dalam rumah.

"Kamu mau apa? Mana bajumu?"tanya Gita.

"Baju ku kena muntahanmu tadi. Sekarang istirahat, aku akan buatkan air hangat,"ucapku beranjak ke dapur.

Bugh

Ku rasakan sesuatu mengenai punggung cukup menyengat. Mataku melotot menatap vas bunga kesayangan Ibu berada ditangannya. Aku bisa dibunuh jika beliau tau vas kesayangannya pecah.

"Berikan vas bunganya,"ucapku perlahan membuatnya malah memeluknya erat.

"Ini punya istri pertamamu? Hah, tidak?"ucap Gita tanpa sengaja menjatuhkannya.

Tragis sekali nasibmu wahai Dirga. Bukannya bersalah perempuan itu malah berlari bersembunyi di balik sofa. Selagi perempuan itu belum berulah segera ku bersihkan agar tidak mengenai kakinya. Mengapa tidak ada yang berusaha menghubunginya? Biasanya baru sebentar bertemu seolah seluruh dunia membutuhkannya.

"Dia putrimu?".

Pertanyaan itu membuatku segera berbalik dengan waspada. Khawatir akan ada barang yang pecah di rumah untuk kedua kalinya. Perempuan itu tengah menatap penuh makna potret Rania ketika masih bayi. Bahkan tangannya terlihat gemetar saat menunjuknya.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now