Bab 21 : Terjebak

181 15 0
                                    

Musik yang sedang mengalun sama sekali tidak memperbaiki mood ku. Rasa lelah ku kini menjadi kekesalan. Kenapa perempuan itu harus menyebut nama pria brengsek dengan lengkap? Awak media juga akan menulis bahwa seorang Dyah Anggita Anindyaswari adalah kekasih pria brengsek yang tidak ku ketahui asal usulnya.

Pertemuan sebentar lagi. Tapi aku sendiri enggan bertemu satu pun awak media yang sedang ditahan Celine di luar. Hanya karena satu masalah menjadi runyam. Ada untungnya ponsel ku bermasalah bagian suaranya. Jadi aku tidak perlu repot mengangkat panggilan dari saudari ku. Mereka begitu heboh begitu mendengar kabar yang tersiar.

Apa aku tidak bisa langsung ke konser saja? Melupakan pertemuan yang hanya dihadiri para direktur itu. Andai Dhito tidak menghubungi langsung untuk datang, aku tidak akan repot begini, kan. Melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam membuatku acuh segera berdiri.

Urusan pekerjaan jauh lebih penting dibandingkan pribadi. Begitu membuka pintu kamar terlihat Dhito sudah siap dengan setelan jasnya menanti. Pria itu terlihat gagah sekali malam ini. Siapapun mata yang melihatnya akan terpaku begitu melihat walau sekilas.

"Apa masih teringat insiden siang tadi?"tanya Dhito mempersilahkan berjalan lebih dahulu.

"Tidak, aku berusaha tidak mengingatnya,"ucapku.

Awak media yang berusaha mengambil jepretan pasti akan menerbitkan kalimat lain. Sebenarnya hal ini juga tidak mengurangi masalah tapi membuat masalah lebih besar. Akan lebih baik jika aku di isu kan dengan pria tanpa asal usul pasti itu. Jika para komisaris tahu, yang ada riwayat pekerjaan di ujung tanduk.

Aku hanya sekelumit makhluk di perusahaan besar mereka. Tidak sulit untuk mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dengan mudah. Apalagi dibarengi dengan harta yang dimiliki. Heuh, kenapa nasibmu sangat malang, Gita? Keluar lubang buaya masuk mulut harimau. Menghargai kalimat Dhito yang berusaha mengalihkan topik pikiran, akan lebih di jawab saja.

"Baiklah. Oiya, masih ingat saat salah menuangkan larutan di lab waktu itu?"tanya Dhito membuatku mengangguk pelan.

"Itu hal konyol sepanjang saya memasuki lab. Bagaimana bisa saya tidak bisa membedakan larutan air suling dengan NaOH. Untungnya tidak reaktif. Sungguh, aku ceroboh sekali waktu itu,"ucapku menggeleng tak percaya.

"Asyik banget ngobrolnya. Kamu dipanggil Papa tuh. Kayaknya sudah mulai,"ucap Citra dengan setelan gaun menawan.

"Kalian tidak ingin masuk?"tanya Dhito heran membuatku menatap Citra mencari jawaban.

"Ya, kita akan datang. Lagipula yang disorot bukannya kami. Pergilah cepat,"ucap Citra sangat profesional.

"Silahkan,"ucap Dhito tidak memberikan kesempatan sama sekali.

Mau tidak mau, akhirnya kami memasuki ruangan yang sudah di desain untuk pertemuan ini. Pertemuan yang sebenarnya esok hari. Sedangkan hari ini hanyalah Pertemuan biasa antar mitra Pupuk Anumerta dan Petrokimia. Lihatlah, wajah dengan harta sampai 7 turunan. Penampilannya sederhana tapi yang melekat di tubuhnya tidak ada hasil diskon.

"Dia kenapa sih? Lagian kita cuma kayak pajangan doang disini,"keluh Citra ada benarnya.

"Absen muka itu penting, Cit. Bagimu mungkin nggak, tapi kamu tahu kan siapa mantan direktur utama Pupuk Anumerta,"ucapku membuatnya mendengus kesal.

"Nah, ini dia Dhito. Ini siapa? Sekretarisnya, ya. Agak jauh ya, Mbak. Saya Nova, calon istrinya,"ucap Nova mengibaskan rambutnya membuatku segera menahan Citra.

Aku tidak ingin membandingkan. Tapi mataku sangat jujur. Dari segi manapun, Citra jauh lebih terlihat elegan dengan riasan natural. Gadis itu terlalu berlebihan dan sikapnya adalah hal terburuk yang tidak bisa di tolerir. Membayangkan rasanya menjadi Diana membuatku merasa miris. Entah kemana Diana dan Celine pergi setelah mengamankan awak media.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now