Bab 34 : Koala

205 17 0
                                    

Suasana tenang dan damai terbalut dalam nuansa rumah dinas Dirga. Mataku melirik pria itu yang tidak kunjung usai dengan aktivitasnya menata figura di rumahnya. Potret ngunduh mantu yang ku lakukan kemarin terlihat apik dengan siger Sunda. Entah apa bedanya, dibandingkan adat lain Dirga lebih menyukai itu.

Padahal di hari yang sama aku harus mengganti pakaian berkali-kali karena multi culture. Nasi yang mengepulkan asap nya sudah siap untuk di lahap mengisi perut keroncongan membuatku segera keluar mencarinya. Langkah ku terhenti begitu melewati kamar.

Potret semua pakaian yang ku pakai kemarin di tata se apik mungkin di dinding. Sementara di sisi lainnya aku terhenyak melihat foto ku ketika sibuk di lab. Siapapun yang memotret nya, wajah ku tampak tidak bagus jika dipasang disana.

Aroma mawar begitu segar membuatku menoleh melihat Dirga membawa setangkai mawar dari pekarangan rumah. Akh, aku semakin meragukan dirinya tidak pernah punya pacar.

"Kamu kira aku dukun? Seneng dikasih kembang?"tanyaku membuatnya tergelak pelan.

"Bukan buat di makan, Nona. Bunganya bisa di taruh di vas bunga kan seger liatnya,"ucap Dirga sebal membuatku terkekeh.

Sementara pria itu menaruh bunga mawar di vas, aku menyajikan piring dan nasi membuka tudung saji. Well, ini adalah momen pertama aku masuk ke dapurnya. Ibu pernah bilang untuk memenuhi kebutuhan perut Dirga saat di rumah.

🎶Bisone mung nyawang
Sing biso duweni🎶

Yah, satu lagi fakta seorang Dirga. Selain pecinta keroncong, dia juga pecinta musik koplo. Seperti saat ini dirinya sedang asyik menaruh sayur di atas nasinya dengan syahdunya nyanyian.

"Tuan, aku sedang tidak butuh konser. Mari kita makan,"ucapku berpindah tempat ke sebelahnya.

Gumpalan nasi di piring bercampur dengan sayur dan ikan teri ku suapkan pada pria itu. Membuatnya terdiam tanpa membuka mulutnya. Ada apa dengannya?

"Yakin, mau suapin?"tanya Dirga membuatku mengerutkan kening heran.

"Memangnya nggak boleh?"tanyaku membuatnya menggeleng.

"Kalau kamu mau suapin saya, nasinya jadikan satu aja, Nona manis,"ucap Dirga membuat pipiku memerah.

Aku bisa menahan pria itu memanggil ku dengan sebutan apa saja. Tapi tidak dengan panggilan itu. Melihatku merona, bibirnya mengembang lebar. Dibandingkan usahanya memetik bunga mawar dan menyanyi sepanjang hari, pria itu merasa kalimatnya lebih mudah menarik ku.

🎶Terpesona aku terpesona
Memandang memandang wajahmu yang manis🎶

"Sekarang kita makan?"tanyaku melirik nasi yang masih bertahan di pucuk tangan.

Akan jadi panjang ceritanya kalau meladeni pria ini asyik dengan senandungnya. Seolah merasakan sesuatu yang salah pria itu mengernyitkan keningnya. Sontak membuatku segera mencoba masakan yang baru saja ku buat.

"Nggak enak, ya?"tanyaku khawatir.

"Terinya enak. Nggak begitu basah dan nggak begitu kering,"ucap Dirga membuatku menghela nafas lega.

"Kamu suka teri?"tanyaku penasaran.

"Kampungan banget, ya?"tanya Dirga membuatku menggeleng cepat.

"Nggak gitu. Kalau kamu suka, sebelum aku berangkat ke Surabaya nanti ku buatkan dalam porsi besar. Nanti kalau mau makan tinggal dipanasi,"ucapku membuatnya tersenyum lebar.

Pria itu tersenyum lebar misterius menelan makanan yang ku suapkan. Apa selain hobi yang sulit ku mengerti, kesurupan sudah menjadi hobinya juga? Memahami pria ini lebih menyusahkan daripada teori heat exchanger dari divisi produksi.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now