Bab 14 : Konser Duka

177 18 0
                                    

Tubuhku saat ini sudah terasa benar-benar lelah. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Namun masih berjaga di depan papan tulis menyajikan hasil eksperimen. Aku harus mulai berolahraga lagi agar semua tulang ku tidak begitu kasar.

"Berdasarkan penelitian yang sudah kita lakukan, efektivitas terbaik ada di konsentrasi 5%. Selain dapat memotong biaya bahan baku, dapat mengurangi biaya perawatan alat,"ucap Dhito membuatku menghela nafas lega.

"Nanti saya akan buat rekapitulasi penelitian hari ini dan mengirimkan pada Celine,"ucap Diana memotret tulisan di papan tulis.

Sementara Celine dan Diana sibuk menyimpulkan catatan, satu persatu peralatan laboratorium sudah tersimpan dengan rapi. Bahan kimia bekas dipakai juga sudah di standardisasi sebelum dibuang.

"Kalian lanjutkan esok hari saja tidak masalah. Berkaitan dengan keputusan saya hari ini tolong umumkan untuk departemen operasi, Celine. Selama 2 bulan itu, kamu akan ikut Nona Gita dan Pak Altezza ke Surabaya,"ucap Dhito membereskan semua peralatan yang dibawa.

"Baik, Pak,"ucap Celine segera berkemas menutup laptopnya.

Suasana setiap lorong yang terlewati sama seperti biasanya. Tidak hanya sekali aku pulang di jam segini untuk menyelesaikan tugas kantor. Lampu yang biasanya berkedip di lorong sudah diperbaiki rupanya.

"Nanti kirimkan saja fotonya biar saya bantu, Celine. Malam ini malam minggu, bersantai lah,"ucapku melipat jas lab ke paper bag.

"Saya tidak akan kemana-mana di malam minggu, Mbak,"ucap Celine mengelak.

"Pergilah berkencan atau apapun itu dan serahkan pekerjaan padaku. Itu perintah, Nona Celine,"ucapku menatapnya sangar.

Tidak butuh waktu lama sebelum dering ponsel pertanda pesan masuk beruntun. Aku tidak mengerti mengapa gadis itu sangat betah menyendiri seperti ku. Disaat sekretaris yang lain bahagia pulang cepat bisa berkencan dengan pacar, dia malah bahagia jika lembur.

Bahkan Diana saja sudah melaju meninggalkan parkiran paling cepat untuk pergi berkencan. Sementara gadis itu sama saja seperti ku seolah mencintai udara yang berhembus di sekitar. Berbicara tentangnya mengapa dia malah bersantai di parkiran.

"Ada apa Celine?"tanyaku melihatnya bingung di tepi parkiran.

"Masih menunggu ojek online, Mbak. Tadi pagi mobilnya bermasalah,"ucap Celine membuatku membuka pintu sebelah.

"Naik lah. Aku sedang tidak buru-buru,"ucapku menatapnya sangar sebelum dia mengatakan penolakan.

"Saya selalu merepotkan Anda, Mbak,"ucap Celine membuatku memutar bola mata malas.

Belum keluar parkiran sebuah Lamborghini melintas membuatku menginjak rem mendadak. Untuk apa Ardhito menahan kendaraan kami? Apa kami melupakan sesuatu di lab? Segera ku buka seat belt disusul Celine turun dari kendaraan.

"Kalian mau melihat konser musik bersama? Saya punya 3 tiket. Tadinya aku mau mengajak Diana dan Nando. Tapi mereka sedang pergi berkencan,"ucap Dhito membuatku menoleh menatap Celine sejenak.

"Apa kamu buru-buru, Celine?"tanyaku digelengkan pelan.

"Saya tidak sedang buru-buru, Mbak,"ucap Celine.

"Kami akan pergi,"ucapku membuatnya menyerahkan 2 buah tiket.

Kurang asem juga si Nando dan Diana. Punya pimpinan humble seperti Dhito malah ditinggal kencan. Mengenaskan sekali nasib pria itu. Mengabaikan permasalahan Ardhito, berbicara tentang konser. Apa yang harus aku lakukan disana? Bahkan aku tidak pernah pergi ke konser manapun.

"Mbak, penggemar Rossa?"tanya Celine ku gelengkan.

"Tidak. Aku bahkan tidak tahu yang mana orangnya. Aku hanya menghargai ajakan Dhito saja. Bisa coba cari informasi tentang konsernya Celine,"pinta ku fokus menyetir.

Renjana : Arutala Dirgantara Where stories live. Discover now