Demam Tinggi

130 9 0
                                    

Bimo pulang kerumah dengan rasa lelah yang teramat sangat. Selain belajar, dia juga ikut dalam kegiatan ekstrakulikuler biola disekolahnya. Hujan deras yang tak berhenti sejak sore membuatnya harus tetap melawan deras hujan dengan motornya tanpa mengenakan jas hujan. Tubuhnya kedinginan, basah kuyup hingga bibirnya nampak pucat, tangannya gemetar saat mengetok pintu rumah yang hanya dihuni oleh dia dan neneknya.

Tok tok tok....

"Assalamualaikum. Nek! Ini Bimo. Bukain pintu!" Bimo terus mengetuk pintu rumahnya sambil berteriak dengan suara gemetar. Suara hujan yang lebat dengan suara gemuruh dan petir membuat siapapun yang berada didalam rumahnya sulit untuk mendengar panggilan dari luar rumah.

"Nek! Nek! Bukain pintu dong!" Tak ada respon sama sekali dari dalam rumahnya. Tubuh Bimo semakin lemas dengan bajunya yang masih basah. Dia menyandarkan dirinya disamping pintu diteras rumah sambil terus memanggil neneknya dari dalam rumah dengan suara gemetar.

Sepuluh menit Bimo berteriak sambil mengetuk pintu rumahnya dalam keadaan duduk, Bimo merasa pandangannya semakin buram, kepalanya terasa begitu berat hingga dia merasa dirinya semakin lemah dan menggigil. Bimo pingsan.

Setelah lima menit akhirnya seseorang keluar dan melihat apakah cucunya sudah pulang atau belum. Nenek Bimo terkejut melihat keadaan cucunya yang terduduk lemas dengan baju basah kuyup dan tak sadarkan diri.

"Bimo! Bangun Bimo! Kita masuk yuk, diluar dingin." Ucap nenek sambil menepuk-nepuk pundak Bimo.

"Hmm" Bimo menjawab dengan suara lirih.

"Kita masuk yuk." Nenek membopong Bimo masuk kedalam rumah dan mendudukkannya disofa ruang tamu.

"Bentar ya, nenek buatin teh hangat buat kamu. Kamu mandi dulu sana!" ucap nenek dengan nada begitu khawatir sambil berjalan menuju arah dapur.

"Iya nek" jawab Bimo dengan mata tertutup.

Nek Siti membawa teh hangat dari dapur, lalu menghampiri cucunya yang sedang kedinginan diruang tamu.

"Minum dulu dan keringkan rambutmu" Nenek memberikan handuk dan teh hangat pada Bimo.

"Makasih nek" ucap Bimo dengan suara bergetar.

" Kamu itu dari mana sih, kok jam segini baru balik" ucap Nek Siti dengan suara lembut.

"Tadi itu Bimo ekskul biola, terus sore tadi hujan jadi Bimo nunggu hujannya berhenti tapi gak berenti-berenti. Ya Bimo lanjut aja jalan, udah malem banget soalnya" jelas Bimo sambil mengeringkan rambutnya yang basah.

"Yaudah, besok-besok kamu bawa jas hujan di tas kamu. Ini sudah mau masuk musim hujan, jadi kamu harus selalu bawa jas hujan di tas kamu,"

"Iya nek, Bimo kekamar dulu ya. Bimo lagi gak enak badan, mau istirahat capek banget soalnya" Bimo bangkit dari tempat duduknya.

"Iya," sahut Nek Siti pelan.

"Oh ya nek, besok kayanya Bimo gak masuk sekolah deh. Badan Bimo rasanya kaya mau demam. Bimo boleh minta tolong nenek buat ngasi tau wali kelas Bimo kalau Bimo gak masuk satu dua hari ini" ucap Bimo.

"Iya, nanti nenek telpon walikelas kamu. Kamu istirahat aja, takutnya nanti makin parah." Nek Siti memang sangat perhatian pada Bimo. Dia selalu ingin memastikan jika cucunya itu tak kekurangan kasih sayang meski kedua orangtuanya tak ada disampingnya.

"Iya. Nenek juga jangan lupa istirahat." Bimo melangkah kekamarnya. Setelah sampai kamar, Bimo langsung merebahkan tubuhnya dikasur dan menyelimuti tubuhnya yang kedinginan.

Benar perkiraan Bimo, sepanjang malam dirinya demam tinggi dan tubuhnya menggigil meski diselimuti oleh selimut yang tebal. Entah kenapa dalam kondisi seperti ini dia selalu teringat pada ibunya yang selalu sedia memberikan pelukan hangatnya setiap kali Bimo kedinginan. Dalam kerinduan yang menyelimutinya tetap saja terlintas dibenaknya kebencian pada perbuatan ibunya yang meninggalkannya saat masih kecil bersama neneknya dan memilih pergi bersama suami barunya.

Fat Girl and Skinny BoyKde žijí příběhy. Začni objevovat