lima puluh dua. (DARENZA)

Start from the beginning
                                    

Tapi setelah mereka di rumah Mbak Ana, malah disambut beberapa karyawan Papa yang juga ada di sana.

Mbak Ana mengadakan pengajian sebelum acara pernikahannya berlangsung dengan calon suaminya. Lalu, dilanjut dengan makan malam sederhana.

Mama malu kepada Papa yang selama ini menyangka mereka ada hubungan, tetapi ternyata nggak. Hanya sebatas karyawan dan bos saja hubungan keduanya. Tidak ada yang spesial.

Sejak saat itu Papa dan Mamanya jadi lebih mesra dan Darenza berharap tidak ada kata cerai yang akan terlontar dari mulut kedua orang tuanya. Darenza berharap keluarganya bisa terus harmonis.

“Dar!”

“Ah iya?” Darenza mendongak menatap Vi yang memanggilnya.

“Dari tadi gua panggilin lo senyam-senyum aja. Kesambet tau rasa lo.” Vi menyipitkan matanya.

“Kok berhenti?” Darenza memegang tangan Vi dan manaruh lagi tangan itu di atas puncak kepalanya.

Vi paham maksud Darenza. Ia kembali mengusap rambut Darenza.

Darenza menyilangkan satu lengannya untuk menutup matanya. “Ngantuk,” gumamnya yang masih bisa didengar oleh teman-temannya.

Elis dan Bondan saling menyenggol lengan. “Temen lu beneran gak kenapa-kenapa 'kan?” ucap Elis.

“Kelihatannya aman ya,” sahut Bondan.

Tiba-tiba Darenza bangun dari tidurnya. Ia terduduk sambil menatap teman-temannya. Semua orang yang ditatap Darenza tentu bingung. Kenapa ini?

“Sekarang pesen makanannya dari kafe Green Light aja ya. Gua traktir lo semua,” ucap Darenza.

“Hah?”

“Gak mabok 'kan Dar?”

“Ini serius?”

“Lo kesambet Dar?”

“Tumbenan.”

“Beneran. Yaudah buru pesen,” titah Darenza dan kembali nemplok dengan Vi. Kali ini ia memeluk posesif pinggang Vi dari samping.

“Masih gak nyangka kita bisa sedeket ini dan gua bisa meluk lo gini.” Suara serak itu terdengar masuk ke telinga Vi.

Vi bergidik. Bukan kata-katanya yang membuat salah fokus, melainkan suara yang dihasilkan Darenza.

Ada sensasi aneh yang Vi rasakan di hati dan perutnya. Tampak terasa geli, namun membuat ingin mendengarnya lagi.

“Hari ini, udah suka belom sama gua? Kalo udah buruan bilang. Supaya gua langsung dor elu.” Darenza kembali bersuara.

Bulu kuduk Vi benar-benar merinding sekarang. Jantungnya tidak aman. Ia butuh oksigen yang banyak.

Vi menurunkan tangan Darenza dari pinggangnya, ia mau menjauhkan diri, namun Darenza malah tambah memeluknya erat.

“Gua sayang banget sama lo, Vi. Tolong, jangan menjauh dari gua lagi.”

🔥🔥🔥

“Makanannya udah dateng nih. Ayo makan,” ajak Mahesa.

“Makan dulu Dar,” titah Adit.

Darenza yang menyembunyikan wajahnya di bahu Vi, ia hanya bergumam menjawab pertanyaan Adit.

“Kalo lo gak mau makan, tapi orang yang lo peluk perlu makan Dar,” ucap Adit.

“Yaudah tinggal makan,” sahut Darenza cuek.

DARENZA [END]Where stories live. Discover now