"Sama aja. Udah, yuk. Kita pergi," ajak Aiy.

Arez menatap makam Dev sebentar. Sepertinya dia harus mengucapkan permintaan maaf pada mendiang mertuanya itu. "Kamu duluan aja, ada yang mau aku sampein sama papi."

Alis Aiy sontak berkerut. Dia menatap Arez bingung. "Mau sampein apa? Sampein aja aku tungguin."

"Gak bisa. Ini rahasia antara menantu dan mertuanya. Udah kamu ke mobil sana," suruh Arez. Tidak mungkin dia membicarakan hal ini di depan Aiy.

"Okedeh kalo maunya itu. Aku tunggu di mobil." Aiy melangkahkan kakinya pergi meninggalkan area makam dan berjalan menuju mobil.

Sepeninggal Aiy, Arez kembali berjongkok di makam itu. Dia menatap batu nisan Dev dengan lekat.

“Harus gue panggil dengan sebutan apa? Papi?”

Tidak ada yang menjawab. Hanya angin sepoi-sepoi saja yang menemani Arez kala itu.

“Baiklah. Papi.”

Arez menarik napasnya dalam. “Saya mau minta maaf, pi. Mungkin apa yang sudah saya lakukan akan membuat Aiy dan seluruh keluarga besar Alison kecewa pada saya. Tapi saya bersumpah saya tidak pernah memiliki niat untuk menghianati Aiy. Saya minta maaf. Mungkin kata maaf pun tidak akan cukup untuk menebus kesalahan saya. Saya tidak membohongi siapa pun di sini. Mungkin orang-orang menganggap saya adalah cowok yang sangat tulus dalam mencintai Aiy karena menerimanya dengan keadaan mengandung anak dari mantannya.”

Arez menundukkan kepalanya dalam. Dia seolah-olah berbicara dengan Dev langsung. “Saya tidak membenarkan hal itu, tapi saya juga tidak bisa mengatakan hal tersebut. Bagaimana bisa saya mengatakan bahwa saya menghamili wanita lain di luar negeri pada Aiy dan seluruh keluarga lainnya? Jika kekecewaan keluarga saya masih mampu bertahan, tapi kekecewaan istri saya, Aiy, putri papi, saya tidak akan pernah mampu. Saya tidak mampu melihatnya kecewa.”

Rasa bersalah Arez pada Aiy dan keluarga lainnya semakin mendalam. Dia merasa tidak pantas mendampingi Aiy. Aiy sudah mengakui semua perbuatannya tapi Arez tak bisa mengakuinya.
“Untuk itu, saya minta maaf. Saya tidak bisa mengatakan hal itu saat ini. Mungkin suatu hari nanti, ketika saya sudah siap. Tapi saya tidak akan pernah tau kapan saya akan siap.”

“Karena saya tidak akan pernah siap untuk melihat ratu saya menangis dan kecewa.”

🌱🌱🌱🌱🌱

“Biarkan saya masuk! Saya ini calon istri bos kamu! Nanti kamu bisa dipecat, mau?!”
“Maaf, Bu. Tapi siapa pun tidak diizinkan masuk termasuk Bu Elina. Pak Arsha sendiri yang mengatakannya.”

Elina berusaha menerobos kedua penjaga di depan ruangan Arsha. Kegiatannya itu mengundang banyak sekali tatapan karyawan-karyawan yang sedang bekerja. Entah sejak kapan cowok itu mengerahkan bodyguard di depan ruangannya.

“Bu Elina tolong menjauhlah. Kami tidak ingin menyakiti Ibu karena Ibu tunangan pak Arsha. Tolong mengerti posisi kami,” pinta seorang berbaju hitam dengan badan tegar.

“Gak! Gak mungkin Arsha begitu. Saya ini calon nyonya Miller. Jadi kamu jangan macam-macam sama saya!”

“Lo masih calon, belum jadi istri.”

Tiba-tiba suara Arsha muncul dari balik pintu yang menutup dan dijaga tadi. Semua pandangan langsung mengarah padanya.

“Arsha? Iya, aku memang calon kamu belum jadi istri. Tapi, kan, bentar lagi kita udah mau nikah. Harusnya minggu lalu jadi diundur lagi karena mantan kamu itu,” ucap Elina.

A: Antara (Seq SEPATU) #AlisonSeries2Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu