62. SATYA

819 114 56
                                    

°

°

°

°

Sekarang gue akhirnya bisa bernapas lega. Masalah gue sama Jovita sudah selesai, hubungan kami kembali lengket meski tetap harus diwarnai adu mulut sesekali. Launching album akhirnya beres dan bisa kami gelar cukup sukses. Penjualan album untuk pasaran di Indonesia termasuk lumayan bisa dikatakan sukses. Hubungan gue sama Dewa yang kemarin sempat merenggang, kini perlahan kembali normal, meski sesekali gue merasa cemburu dengan perhatian Dewa yang kadang masih suka tidak tahu tempat.

Untuk Jeslyn, dia udah ketahuan Kakek dan jelas tidak bisa lepas dari amukan beliau. Tapi beruntung hal itu tidak sampai berujung fatal, dan kini dia memutuskan untuk tinggal di luar negeri. Gue tidak tahu pasti sih negara mana yang ia pilih, toh, gue juga nggak kepo sih, jadi ya biarin sesuka dia lah. Beruntung banget gue kemarin, masalah ini sampai tidak terendus media. Kalau sampai kecium media? Duh, gue nggak tahu deh gimana nasib gue sama Jovita. Membayangkan saja udah ngeri duluan.

"Satya, kamu numpahin parfum?" teriak Jovita tiba-tiba.

Tubuh gue spontan langsung menegang. Gue bahkan cuma buka tutup botol parfum doang, posisi gue di depan meja rias Jovita dan dia lagi rebahan di ranjang.

Gue kemudian menoleh ke arah Jovita takut-takut. Ekspresinya nampak galak seperti tidak ingin membiarkan gue hidup.

"Sayang, aku bahkan belum nyemprotin, baru buka tutup botolnya doang."

"Tapi baunya nyengat banget dari sini, Sat. Aku nggak tahan, kamu buang aja itu parfumnya."

"Enak aja, ini masih baru, belum juga dipake," balas gue tidak terima.

Parfum ini oleh-oleh dari Mbak Mita yang abis pulang liburan dari Eropa. Susah payah gue bujuk dia biar gue dibeliin ini, ya kali, belum gue pake sama sekali udah disuruh buang aja.

"Singkirin kalau gitu, aku nggak tahan, Sat. Bikin pusing."

Cepat-cepat gue langsung menutup botol parfum, lalu menyimpannya di sebuah kotak yang berisi koleksi parfum gue yang lainnya--yang sekarang tidak bisa gue pakai lagi karena Jovita tidak tahan dengan baunya--.

Benar, akhirnya Jovita positif hamil. Usia kandungannya baru masuk minggu ke lima. Berbeda dengan kehamilannya yang sebelumnya--yang sempat tidak kami ketahui itu--. Kali ini kehamilan Jovita lebih terlihat. Setiap pagi ia mengalami morning sick, dia juga sangat sensitif dengan wewangian. Entah berapa kali gue sudah berganti sabun mandi demi mencocokkan dengan seleranya.

"Udah. Aku udah singkirin semuanya." Gue kemudian berjalan mendekat ke arahnya, "pagi ini--"

"Nggak usah deket-deket, Sat," potong Jovita tiba-tiba.

Spontan gue berhenti mendekat. "Kenapa lagi? Aku udah nggak pake sabun yang kemarin, udah ganti lagi."

"Justru itu," balasnya galak.

Sepertinya calon anak kami agak aneh. Dia enggak suka banget nyium bau wangi, tapi enggak dengan bau keringat. Aneh kan? Biasanya kalau gue pulang kerja dan belum mandi, Jovita nempel banget sama gue, tapi kalau gue udah mandi, nggak jarang gue diusir dari kamar. Ya kali gue nggak mandi kalau di rumah. Mana tahan gue.

Gue mangguk-mangguk paham. "Ya udah, aku nggak bakal deket-deket," ucap gue pasrah, "kamu mau makan apa buat sarapan hari ini? Biar Marni siapin."

"Apa aja deh, asal jangan nasi, aku masih takut liat nasi."

"Ya udah, aku minta siapin roti bakar ya? Enggak pake selai kayak biasanya?"

Jovita langsung merengut. "Tapi bosen."

Marriage ExpressWhere stories live. Discover now