11. JOVITA

768 114 0
                                    

"Kak! Kak Jo!"

Aku berdecak kesal saat mendengar suara pekikan dari luar. Itu suara Novi. Aku langsung turun dari ranjang dan berniat untuk mengunci pintu sebelum dia masuk. Namun, sayang aku terlambat. Pintu terbuka sebelum aku menyentuh handle pintu. Sial. Aku kalah cepat ternyata, harusnya tadi aku berlari.

"Kak Jo dilamar?" tanyanya dengan nada kepo yang terdengar ketara.

Sekali lagi aku berdecak dan menyuruhnya keluar dari kamarku. Tapi bukan Novi namanya kalau langsung menurut.

"Iiih, jawab dulu dong, Kak! Kakak ada pacar? Mau nikah? Kapan?"

"Dek, bisa nggak sih nggak usah nyebelin. Gue pusing mau tidur."

Aku bahkan sampai memanggilnya dengan sebutan 'dek', tidak seperti biasa yang hanya memanggilnya nama. Nada suaraku pun sudah kuperhalus sebisa mungkin, berharap agar Novi sedikit peka. Namun, lagi-lagi ia seolah tidak memperdulikan ucapanku.

"Iiih, jawab dulu dong, Kak! Aku kan kepo, siapa tahu kalau Kakak nikah cepet, aku bisa langsung nyusul. Terus kita nggak jadi beban Ayah dan Ibu."

"Lo kali yang jadi beban. Gue mah seenggaknya kerja, dapet duit."

"Sialan!" umpat Novi kesal.

Aku langsung memelototinya tajam. "Gue aduin Ayah, ya."

"Dih, ngancem!"

Aku kembali berdecak sambil mendorong tubuh Novi agar segera keluar dari kamarku. Susah payah akhirnya aku bisa mengeluarkan Novi dari kamar. Aku butuh tidur, tanpa ingin melakukan hal lain. Aku kemudian memilih untuk menjatuhkan tubuhku di atas ranjang dan memejamkan kedua mata. Perasaanku mendadak tidak enak. Secara reflek aku langsung membuka kedua mataku, dan mengubah posisiku menjadi duduk sambil memeluk guling.

"Duh, kenapa nih?" Tanpa sadar aku menyentuh dada kiriku, "kok gue mendadak deg-degan gini ya. Perasaan gue nggak enak banget lagi."

Drrrt Drrrt Drrt Drrt

Aku terlonjak kaget saat mendengar  ponselku bergetar, sambil mengumpat samar, aku meraih ponselku. Nama Jae yang tertera di sana.

"Kenapa sih? Ngagetin aja!" omelku begitu sambungan terhubung.

"Buset dah, galak bener. Ini gue, Jo."

Aku langsung menggumamkan kata maaf, saat menyadari kalau ternyata yang menelfonku bukan Jae, melainkan Wendy. Karena baru melahirkan dan sibuk mengurus baby-nya aku yakin Wendy sudah tidak ada waktu buat mengurus ponselnya sendiri. Alhasil, dia menelfonku menggunakan ponsel Jae. Kenapa aku nggak kepikiran, ya? Oke, aku sedang kalut, gara-gara kedatangan Kakek Satya beserta hantarannya tadi. Jadi nggak bisa berpikir dengan jernih.

"Sorry, gue pikir laki lo."

"Kenapa sih? Sensi amat kedengerannya? Gue ganggu banget?"

"Bukan. Cuma lagi..." aku menghentikan ucapanku.

Aku sebenernya ingin bercerita tentang apa yang terjadi tadi denganku hari ini, tapi sepertinya aku harus menundanya lebih dahulu. Lebih baik aku menceritakan hal ini saat bertemu langsung dengan Wendy. Rasanya kurang puas kalau hanya bercerita via telfon.

"Lo kenapa?"

"Enggak, gue lagi kesel sama Novi."

Di seberang, Wendy terdanger ber'oh'ria. "Oh, gegara dia yang ngebet kawin muda, ya?"

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang