25. JOVITA

736 117 8
                                    

Acara lamaran kami berjalan dengan lancar, alhamdulillah. Acara ijab qobul dan resepsi insha Allah akan digelar dalam dua bulan yang akan datang. Doain ya, guys, semoga lancar.
Meski ada batu kerikil yang menghadang niat baik kami, semoga kami tetap bisa melaluinya. Apalagi mengingat Kakek Satya yang masih seperti belum menerimaku sebagai menantu Cucunya.

Meski untuk keluarga Satya, baik kedua orangtua dan Kakaknya Satya, mereka semua sangat baik denganku. Jujur aku deg-degan karena hanya dalam hitungan hari, minggu, bulan aku bakal menyandang status Nyonya Satya.

Ya ampun, baru ngebayangin aja pipiku sudah terasa memanas secara mendadak. Gimana pas resmi nanti, pingsan jangan-jangan. Duh, semoga aja jangan, ya. Kan nggak lucu masa penganten baru pingsan duluan, belum juga 'digarap'.

Duh, otakku mulai melantur kemana-mana nih sepertinya.

Ting

Aku langsung melirik ke arah ponselku yang tergeletak di atas kasur. Aku kemudian meraihnya dan membuka kunci pada ponsel. Oh, ternyata ada chat masuk dari Satya.

Satya:
Pulang kerja gue mampir ya?

Pipiku mendadak memanas mendapat chat-nya. Entah lah, setelah keluarganya datang kemari buat melamarku kemarin, aku rasanya sedikit merasa salah tingkah secara mendadak kalau dichat Satya. Aneh, ya?

Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengetik balasan.

Anda:
Mampir aja, asal jangan tangan kosong

Anda:
Wkwk 🤣🤣

Aku kembali meletakkan ponselku di tempat semula, lalu kembali melanjutkan kegiatanku tadi yang sempat tertunda. Aku sedang mencoba mengambil gambar salah satu novel yang ingin ku review, tapi entah lah dari tadi hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasiku dan itu membuatku sedikit kesal.

Tak berapa lama kemudian, ponselku kembali bergetar. Aku menebak itu pasti balasan dari Satya, dan benar saja saat aku mengintip memang berisi balasan darinya yang menanyakan aku ingin dibawakan apa. Aku memilih untuk membiarkannya dan tak membalas. Biarkan Satya belajar inisiatif.

Setelahnya aku memutuskan untuk keluar kamar. Sekalian survei tempat, kali aja ada tempat bagus untukku memotret.

"Makan apaan lo?" tanyaku saat melihat Novi duduk bersila di atas karpet sambil menonton tv.

Mendadak aku merasa lapar saat melihat Novi makan.

"Pentol."

"Minta dikit dong," pintaku dengan nada dan ekspresi kubuat semelas mungkin.

Namun, dengan wajah santainya Novi menggeleng. "Beli sendiri, noh, masih di depan kayaknya. Tadi mendadak rame gitu pada ikutan beli."

Aku berdecak kesal. "Beliin!" perintahku.

Novi langsung menyodorkan telapak tangannya. "Duitnya."

Aku berdecak kesal lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil uang, setelah dapat aku kembali keluar dan langsung memberikan uangku padanya.

"Jangan terlalu pedes," ucapku memperingatkan.

"Iya."

Novi berdecak sambil mengangguk paham, sambil memainkan ponselnya.

"Kalau jalan liat di depan, Nov, jangan lihat hp! Nabrak baru tau rasa," omelku yang tentu saja tidak mendapatkan respon baik darinya.

Setelah Novi keluar, aku memutuskan hendak duduk. Namun, urung karena ibu tiba-tiba memanggilku sambil mengomel.

Marriage ExpressWhere stories live. Discover now