55. JOVITA

644 105 12
                                    

Setelah pihak label resmi mengumumkan tanggal perilisan. Satya menjadi semakin super sibuk. Sebelumnya saja ia sudah kerap pulang pagi, apalagi setelah tanggal perilisan sudah di depan mata. Ia semakin tidak memiliki waktu denganku, dan ia jarang pulang. Sekalinya pulang, biasanya hanya untuk mengambil baju untuknya pergi ke kantor. Sisanya ia lebih memilih menghabiskan waktunya di studio bersama anggota Enam Hari yang lainnya.

Sebenarnya, yang merasa kesepian bukan hanya aku. Wendy pun merasakan hal yang sama, tapi setidaknya Wendy ada Alana yang menemani jadi ia tidak terlalu bosan. Tak jarang Jae juga lebih memilih untuk tidur di rumahnya. Tidak dengan Satya yang masih memiliki tanggung jawab lain untuk mengurus pabrik.

Lama-lama aku sebenarnya kasian juga melihat Satya yang terlihat pontang-panting kesana-kemari hanya demi memenuhi kewajibannya. Padahal bisa saja ia melepas salah satunya, setidaknya untuk sementara saja kan bisa.

"Satya masih jarang pulang?"

Aku meringis sambil mengangguk membenarkan pertanyaan Mbak Mita. Dia berada di Jakarta karena ada beberapa hal yang harus dia urus, anak dan suaminya pun bahkan masih tetap di Surabaya.

"Udah berapa lama?"

Aku menghela napas sambil menyajikan secangkir teh untuk Mbak Mita. Hampir dua bulan lebih Satya sibuk, minggu pertama dan kedua setidaknya ia masih ingat pulang. Tapi minggu-minggu setelahnya ia seolah ingkar janji, boro-boro meluangkan waktu denganku. Pulang saja tidak dilakukan setiap hari.

"Lo nggak protes?" tanya Mbak Mita sekali lagi, saat aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya.

"Mana bisa sih, Mbak? Satya punya tanggung jawab dan dia nggak bisa abai sama tanggung jawab dia gitu aja."

Kali ini giliran Mbak Mita yang menghela napas. "Tapi lo juga tanggung jawabnya, Jov, lo itu
istrinya. Enggak bisa gitu dong, mau sesibuk apapun Satya, dia tetep harus luangin waktu buat lo. Seenggaknya pulang lah tiap hari bukan malah begini."

Enggak setiap hari pun aku sebenarnya tidak masalah. Asal dia pulang benar-benar untuk beristirahat dan bukannya harus pergi lagi. Dia melakukannya satu seminggu sekali pun aku tidak akan marah, karena aku paham sibuknya mereka mempersiapkan ini dan juga itu. Belum juga urusan kantor. Aku paham. Aku mengerti. Tapi memang bukan begini yang aku mau.

"Kalau kayak gini terus-terusan gimana lo bisa cepet hamil lagi coba?"

Aku tersenyum miris. Kalau begini keadaannya, Satya yang super sibuk sampai nyaris mengabaikanku, aku pun masih enggan untuk hamil lagi. Lebih baik begini, setidaknya aku tidak akan khawatir berlebih dan mungkin akan berpengaruh ke calon bayi kami nanti.

"Udah boleh kan program lagi? Eh, apa masih harus nunggu?"

Aku mengangguk. Dokter bilang setelah kurete aku sudah siap hamil lagi asal aku selesai dua atau tiga kali periode menstruasi. Kebetulan aku baru saja selesai periode keduaku kemarin. Jadi, hitungannya memang sebenarnya sudah bisa mulai program hamil lagi. Tapi mengingat kesibukan Satya yang begitu, aku sendiri rasanya masih enggan untuk hamil kembali.

"Kebetulan aku baru selesai periode kedua setelah keguguran sih, Mbak, jadi udah boleh sih kayaknya."

"Wah, bagus tuh, langsung program aja lagi."

Aku meringis lalu menggeleng ragu. Hamil lagi di saat Satya yang seolah lupa pulang begini? Enggak dulu deh, aku tidak yakin sanggup. Menurutku terlalu beresiko.

"Nanti deh, Mbak, tunggu Satya nggak terlalu sibuk."

Tiba-tiba Mbak Mita tertawa, mengundang kerutan di dahiku. "Lo nungguin Satya jadi pengangguran dulu?"

Marriage ExpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang