43. JOVITA

769 128 13
                                    

Kalau kalian berpikir Satya membahas perihal anak setelah paksaan Ibu minum jamu dua hari lalu, maka jawabannya tidak guys. Meski kenyataan kedua belah pihak keluarga sama-sama menginginkan agar aku cepat hamil. Namun, nyatanya sikap Satya masih seperti biasa dan tidak pernah mau membahasnya lebih lanjut. Yang ia katakan hanya lah 'udah, nggak usah terlalu dipikirin.'

Enggak usah dipikirin gimana kalau kenyataannya aku belum diapa-apain? Ya, paham kami menikah bukan atas dasar cinta. Tapi masalahnya kita memang dari awal meyakini ingin serius menjalani kehidupan pernikahan, tidak ada itu yang namanya pernikahan kontrak seperti yang ada di tv-tv. Dan semua perhatian maupun sikapnya selama ini menunjukkan kalau Satya memang menunjukkan tanggung jawabnya sebagai suami yang baik, tapi tidak urusan nafkah batin, ia mengabaikannya. Bahkan untuk sekedar membahasnya pun tidak, aku tidak masalah kalau memang seandainya Satya belum siap. Toh, aku sendiri memang merasa antara siap dan tidak siap. Tapi bukankah sebaiknya kita tetep membahasnya?

Ini masalah serius dan menurutku tidak seharusnya diabaikan begitu saja. Mungkin kalau saja selama ini Satya bersikap cuek padaku, aku tidak akan menganggapnya serius. Aku akan biasanya saja dan tidak akan terlalu memikirkannya begini.
Aku juga tidak harus galau karena belum disentuh suamiku sendiri.

"Wen," panggilku pada Wendy.

Hari ini aku ada pemotretan untuk salah satu produk kecantikan yang baru akan dirilis. Begitu selesai aku tidak memutuskan untuk pulang melainkan mampir ke rumah Wendy lebih dahulu. Bosen juga di rumah sendirian dan tidak melakukan kegiatan apapun. Kemarin Satya pulang sambil membawa tiga orang asing ke dalam rumah, yang ia perkenalkan sebagai ART, satpam, dan supir pribadi untukku.

Aku heran kenapa Satya tidak menyewa satpam jauh sebelumnya. Saat ku tanya kenapa? Ia hanya menjawab kalau baru kepikiran setelah menikah denganku. Dulu ia sangat jarang pulang kecuali ingin ganti mobil, jadi tidak kepikiran kecuali menyewa tukang bersih-bersih rumah seminggu sekali. Padahal ya, bukankah harusnya ia menyewa satpam karena Satya yang jarang di rumah biar aman? Kenapa setelah ditempati baru menyewa satpam?

Saat ku tanyakan pertanyaan ini jawaban Satya sangat tidak berguna. Katanya komplek ini aman, toh, memang sudah ada satpam komplek, jadi ia merasa tidak perlu satpam di rumahnya.

What?

"Kalau aman dan udah ada satpam komplek kenapa sekarang tiba-tiba pakai satpam pribadi?" tanyaku kala itu dengan nada heran.

Lalu dengan santainya dia menjawab, "Ya, kan biar lebih aman lagi, lagian dulu nggak ada siapa-siapa. Cuma ada barang, sekarang kan ada kamu."

"Ya justru itu, Sat," ucapku gemas, "maling kan emang ngincer barang bukan orang."

Satya mendesah. "Barang ilang bisa dibeli lagi, Jovita, tapi kalau kamu yang diapa-apain gimana?" Ia langsung berdecak tak lama setelahnya, "udah kamu nggak usah mikirin yang nggak penting! Buruan tidur, besok katanya ada pemotretan," sambungnya lalu menarik selimut dan tidur dengan posisi membelakangiku.

Sopan kah begitu? Habis bikin jantung anak orang jumpalitan langsung digituin? Kalau bukan karena ingat dosa, sudah dapat ku pastikan bokongnya ku tendang hingga tubuhnya mendarat sempurna di lantai. Tapi berhubung saat itu aku masih cukup waras sehingga aku tidak nekat dan memilih untuk mengalah.

Brukkk! Sebuah bantal sofa tiba-tiba melayang mengenai wajahku.

"Apaan sih, Wen?" protesku sambil menatap Wendy kesal.

Marriage ExpressWhere stories live. Discover now