"Sudahlah, Ayumi. Ayah baik-baik saja. Besok saat ayah pulang dan mereka masih belum pulang juga, kita akan mencarinya."

"Besok? Itu sama saja kau menunggu kakak mati baru mencarinya. Aku tidak bisa menunggu selama itu, Sialan."

"Jaga mulutmu, Fero!" pekik Ayumi. Lantang.

"Ayumi! Cukup! Jangan mentang-mentang kau anak ayah, kau bebas meninggikan suaramu pada yang lain!" murka Barara dengan kening yang berkerut.

Ayumi tersentak saat Barara justru membentaknya. Padahal Fero juga melakukan hal yang sama. Berbicara dengan meninggikan suara pada orang yang bahkan lebih tua. Akan tetapi, Barara justru memarahinya yang jelas-jelas membela Barara.

Ayumi terisak di tempatnya, kemudian menyuruh Laguna untuk melepaskannya. Saat ia terbebas dari rambut Laguna, anak itu berjalan cepat menuju kamarnya. Menutup pintu kamar keras-keras dan memekik kencang setelahnya.

'Maafkan ayah, Ayumi, tapi Fero sedang tidak stabil sekarang.' Tentu saja kata-kata itu hanya Barara suarakan dalam diam.

Barara menarik napas lelah. Tidak disangkanya permainan Dopa malah menghancurkan semua. Kini ia terlihat payah di hadapan murid-muridnya. Tidak bisa melakukan apa-apa saat muridnya mungkin sedang tidak baik-baik saja.

"Fero! Bersabarlah sampai besok. Aku janji akan mencari Akira setelah rapat ini selesai. Bersabarlah!"

"Sialan!"

Fero membuka langkahnya lebar-lebar meninggalkan ruang utama. Anak itu pergi ke luar dan menjelajahi lapangan samping rumah. Fero tidak bisa menunggu lebih lama lagi, tapi sepertinya hanya dia saja yang ingin Akira dan Torano kembali. Semua orang terlihat tenang seolah kegaduhan yang Dopa buat tidak benar-benar terjadi. Kalau bergerak seorang diri, Fero juga tidak yakin ia akan kembali dalam keadaan yang masih utuh.

"Sial! Sial! Kakak, bertahanlah! Kumohon!" Anak itu menjadikan batang pohon sebagai bahan pelampiasan. Memukulkan tangannya ke sana tanpa harus repot-repot merasa kesakitan. Karena saat Fero memukul batang pohon, yang ia rasakan hanya bagaimana darah menetes di buku-buku jarinya. Rasa sakitnya seolah hilang entah ke mana.

"Kak Fero, hentikan! Tanganmu bisa patah kalau terus---"

"Apa pedulimu, Sialan?!" potong Fero sebelum Nujio sempat menyelesaikan kalimatnya.

Fero bahkan tidak peduli sudah berapa banyak kata sialan yang ia perdengarkan setelah ia bangun tadi. Fero bahkan juga tidak tahu sedari kapan Nujio sudah berdiri di belakangnya.

"Kak Akira pasti baik-baik saja seka---"

"Kau tidak punya keluarga, tentu saja tidak tahu bagaimana takutnya aku kalau mereka tidak ada di sampingku. Kau tidak tahu bagaimana rasanya ditinggal ayah dan ibu. Sekarang aku tidak mau kehilangan lagi. Aku takut mereka meninggalkanku sendirian. Sendirian itu mengerikan."

Nujio mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Perkataan Fero kelewatan, tapi tujuan Nujio ke sini bukan untuk melakukan perdebatan. Maka anak itu memilih menyimpan amarahnya dalam-dalam.

"Iya. Aku memang tidak punya siapa-siapa. Aku tidak tahu siapa orang tuaku, apa aku punya saudara atau tidak. Aku sama sekali tidak mengingat mereka, tapi semua orang yang ada di sini bahkan sudah kuanggap lebih dari keluarga. Aku juga ingin mereka segera kembali, semua orang juga begitu. Bukan kau saja yang terluka di sini, Kak. Kami semua juga merasakannya."

"Omong kosong."

🦊🦊🦊

Setelah Fero, semua orang tahu kalau yang paling terluka di sini adalah Nujio. Sejak hari di mana Akira dan Torano menghilang, Nujio terus terlihat murung dan tidak bersemangat saat latihan. Hanya saja anak itu tidak menunjukkannya seperti apa yang Fero lakukan.

Nujio sering menatap ke jalan utama berulang. Mungkin berharap dua orang itu segera pulang. Nyatanya yang ia temukan hanya kehampaan. Kemudian anak itu akan memasang wajah menyedihkan.

Semua orang juga tahu dari sekian banyak anak murid Barara, Nujio paling tertarik pada Torano. Anak itu sering mengikuti Torano ke mana saja. Atau mencoba mengajak Torano berbicara, walau yang ia dapat justru teriakan amarah. Bahkan kalau ditanya siapa orang yang paling dekat dengan Torano yang seperti membenci orang-orang disekitarnya, Nujiolah orangnya.

Kalau bersama Torano, Nujio sering terlihat tersenyum yang tidak pernah ditunjukkannya pada siapa-siapa. Hanya kepada Torano saja. Dengan begitu semua orang tahu kalau Torano tidak pernah sejahat kelihatannya.

Lagi, hari ini Nujio tampak melirik jalan utama. Dua pohon besar yang mengapit jalanan di sana membuat Nujio berandai-andai kalau Akira dan Torano sedang bersembunyi di sana. Tanpa sadar, Nujio mulai melangkah ke sana. Mengintip ke balik pohon, barang kali ia akan menemukan jejak Akira dan Torano tertinggal di sana. Namun, yang ia temukan hanya rerumputan liar yang bergoyang tertiup angin.

Nujio bersandar pada pohon besar itu dengan mata terfokus ke depan. Berjaga kalau-kalau mereka berdua pulang, dan Nujio akan menjadi orang pertama yang menyambutnya. Lalu, imajinasi Nujio mengalir semakin liar saja. Dipikirkannya setelah itu Fero akan marah-marah karena bukan dia yang menjadi orang pertama yang menyambut kedatangan Akira.

"Kak Torano! Cepat pulang! Dua hari ini aku kesulitan tidur, tapi tidak ada yang mengelus kepalaku seperti yang waktu itu Kak Torano lakukan."

Iya. Karena sewaktu Torano mengelus kepala Nujio saat ia kesulitan tidur, Nujio masih terbangun. Nujio masih sangat sadar saat tangan Torano mengelus pucuk kepalanya sebanyak lima kali. Hangat sekali sampai Nujio pikir semua hanya mimpi, tapi suara Torano waktu itu membuat Nujio sadar kalau semua memang benar-benar terjadi.

🦊🦊🦊

Menurutmu, di sini siapa yang paling terluka?

Half BeastМесто, где живут истории. Откройте их для себя