tiga puluh sembilan. (DARENZA)

Start from the beginning
                                    

"Aduh..." Wajah Mahesa seketika kecut. "Gimana ya ngomongnya?" ia terlihat menggaruk tengkuknya. "Tadi 'kan gua sama Adit udah coba ke rumah lu ya ... tapi kita malah nyaksiin bonyok lu lagi ribut.." Suara Mahesa mengecil di akhir.

Darenza memalingkan wajahnya.

Adit dan Mahesa saling menyikut. Mereka merasa tak enak dengan temannya yang sedang terbaring ini.

"Gua pas lihat kejadian itu jadi bingung. Adit maksa nyusulin bonyok lu di teras rumah, tapi gua tahan karena gak enak, Dar. Ngerasa gak sopan,"

Terdengar suara bisikan saling menyalahkan.

Darenza melerai dan mengatakan tidak usah bertengkar. Dan dia juga merasa lebih baik karena telah dirawat di rumah sakit ini.

🔥🔥🔥

Darenza dan Vi ditinggalkan berdua di sana. Semua temannya beralasan entah ke mana. Mereka sengaja melakukan seribu alasan, guna memberi space berdua untuk mengobrol.

Bukannya mengobrol, keheningan yang tampak menyelimuti keduanya. Masih sama, enggan membuka suara lebih dulu. Darenza memperhatikan Vi dan yang ditatap juga melihat wajah Darenza.

Vi tidak mau buka suara duluan karena ia tau Darenza masih lemas. Percuma juga mengajak ngobrol orang sakit.

Darenza mengalihkan pandangannya. Meneliti setiap sudut ruangan yang ia tempati sekarang. Bola matanya berhenti di satu titik. Jendela kaca bening yang terhias gorden jadi pokus Darenza kini. Gorden itu terbuka separuh, membuat pemandangan luar kelihatan oleh mata Darenza.

Berada di ruangan lantai 3, jadi yang Darenza lihat ke luar jendela adalah bintang malam yang kebetulan bersinar cantik malam ini. Sinarnya amat terang dan juga ada bulan sabit yang menamani bintang-bintang.

Keadaan malam, namun Darenza merasa langit tidak gelap, melainkan cerah oleh banyak pernak-pernik menderang di sana. Malamnya cantik sekarang. Apalagi, ditemani perempuan manis di sebelahnya.

Darenza mencuri pandang ke arah Vi, ternyata Vi juga sedang menatap langit malam melalui jendela di ruangan ini.

Vi tersenyum tipis, Darenza mengetahui. Dirinya malah tersenyum lebar.

Ujung mata Vi mendapati Darenza sedang memperhatikannya.

"Dari tadi cuma main adu tatap aja nih?" Ahh, Vi gagal. Ia meruntuhkan rasa keinginan diamnya. Tak tahan juga, Darenza dicueki malah asik saja. Sama sekali tidak terganggu. Padahal Vi maunya mereka mengobrol, namun gengsi memulainya.

"Lagian lo diam aja,"

Hei, salah Vi nih jadinya?

Vi menggeleng. "Males nyari topik."

"Kenapa nggak nyari Iwan aja?" tanya Darenza.

"Pengen jadi apa? Boyfriend saya? Gombalan lama, udah basi," tutur Vi, "kenal Gadit?"

"Ketua OSIS sekolah?"

"Bukan, itu mah Gandi,"

"Terus siapa?"

"Gaditerima,"

Darenza sok menunjukkan mimik sedihnya. "Yah, saya kecewa."

"Dingin benget nggak sih sekarang?" Vi mengalihkan. Ia memeluk tubuhnya sendiri.

"Cuaca?"
"Apa kita?"

"Apaansi Dar? Cuacanya lah, kok kita?" Vi sempat meragukan tadi. Kirain abis tidur lama, bakal lemas, nyatanya malah tambah aktif.

DARENZA [END]Where stories live. Discover now