NARENDRA[38]

122K 12.1K 505
                                    


°°°

Dibawah langit senja, Nalva dan Naren duduk bersebelahan di batu batuan yang sengaja di desain untuk tempat duduk. Disini, di taman kota.

Tidak terlalu ramai karena karena hari sudah sore, hanya ada beberapa pedagang dan beberapa anak-anak yang masih di awasi oleh orang tuanya.

"Cantik ya, langitnya" Kata Nalva sambil menatap ke atas. Langit senja memang cantik, membuat Nalva betah untuk melihatnya lama-lama.

Naren menoleh ke samping, memandangi wajah Nalva yang terlihat lelah, kantung mata yang terlihat jelas, gadis itu juga tidak sadar bahwa sekarang ikatan rambutnya yang semula rapi kian melonggar.

"Iya, cantik" Balas Naren tanpa mengalihkan pandangannya.

Nalva melihat menoleh ke arah Naren karena merasa laki-laki itu terus memandangi nya dari tadi.

"Kenapa lihatin aku?" Tanyanya.

Naren memalingkan wajahnya dan melihat ke arah depan. "Pengen aja" Jawabnya.

Nalva mengerutkan keningnya heran, Nalva memang gadis yang mudah mencerna kalimat ataupun pelajaran yang di sampaikan di sekolah, tapi entah mengapa gadis itu sangat sudah mencerna perkataan perkataan yang keluar dari mulut Naren.

"Aku cantik, gak?" Tanya Nalva tiba-tiba, karena jujur saja Nalva belum pernah mendengar Naren memujinya cantik atau sebagainya.

"Enggak" Jawab Naren.

Nalva mengangguk lesu, dia juga yakin dia tidak secantik itu. Dia hanya gadis biasa yang entah kenapa bisa terikat dengan laki-laki berwajah tampak bak dewa bernama Naren.

"Terus kenapa kamu mau sama aku?" Tanya Nalva, lagi.

"Buat PDKT—an sama nenek lo" Jawab Naren lagi.

"Aku serius" Kata Nalva kesal.

"Gue juga serius"

Nalva menghembuskan nafas malas, membuat Naren menoleh ke arahnya.

Naren terkekeh dan memegang kedua bahu Nalva agar menghadap ke arahnya, menatap matanya dalam. "Karena lo selalu berhasil buat gue merasa bersalah. Gue cuman pengen ada di dekat lo, setiap hari, setiap saat. Gue rasa gue bisa gila kalau jauh-jauh dari lo, kemarin waktu gue jauhin lo bukan karena gue gak sayang lagi, tapi karena gue mau yakini perasaan gue buat lo, gue takut kalau hati gue belum bisa nerima lo sepenuhnya, dan berakhir nyakitin lo lebih dalam lagi" Jelas Naren panjang lebar.

Nalva sampai tidak berkedip karena penuturan Naren. Gadis itu belum bereaksi sama sekali sampai akhirnya Naren meniup pelan mata Nalva. Nalva mengedipkan matanya berkali-kali membuat Naren terkekeh gemas.

Nalva memusatkan matanya hanya pada Naren, laki-laki yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari dirinya. Naren yang kasar, Naren yang arogan, Naren yang menyebalkan, dan Naren yang suka seenaknya.

Tapi Nalva menyukai semuanya yang ada dalam diri Naren. Ya, semuanya, tanpa terkecuali.

"Sampai akhirnya, gue sadar kalau lo seberharga itu buat gue, Nalva" Sambung Naren.

"Aku boleh peluk?" Nalva tidak dapat lagi menahan untuk tidak memeluk Naren.

Naren terkekeh kemudian mengangguk, laki-laki itu membawa Nalva kedalam dekapannya. Mengelus rambut Nalva sambil sesekali mencium pucuk kepala Nalva.

"Lo gak keramas, ya?" Tanya Naren tapi tetap menciumi pucuk kepala gadis itu.

Nalva menyengir lebar. "Iya, udah tiga hari aku gak keramas" Jujurnya, lagipula rambutnya juga belum lepek, jadi semalam dia memutuskan untuk tidak keramas.

NARENDRAWhere stories live. Discover now