NARENDRA[36]

126K 12.5K 150
                                    


°°°

"Den, tumben datang ke rumah" Ujar wanita paruh baya itu.

"Naren mau ambil barang-barang Bi" Balasnya sopan.

"Den Naren benar-benar ndak mau tinggal disini lagi?" Tanya Nunung berusaha untuk meyakinkan Naren agar tidak jadi pergi.

"Naren gak bisa tinggal sama ayah Bi" Jawabnya. Ada rasa kecewa dan pedih yang di rasakan laki-laki itu.

"Bagaimana pun dia tetap ayah kamu" Ujar Nunung.

"Dia bukan ayahku lagi, semenjak dia mukulin Bunda" Balasnya lemah.

Naren adalah saksi dimana Ayahnya selalu berbuat kasar pada Bunda nya, setiap pulang sekolah Naren pasti melihat Hanum— Bunda nya yang bersembunyi di balik lemari atau di balik pintu untuk menghindari amukan sang Ayah. Setiap hari juga Naren melihat Bunda nya menangis sambil memasak, atau mengerjakan sesuatu.

Padahal dulu hubungan keluarga nya sangat harmonis, tetapi entah mengapa ayahnya tiba-tiba berubah dan jarang pulang ke rumah. Liam menjadi tempramental dan sering memukuli bundanya. Naren juga pernah mendengar bahwa Ayahnya berkata bahwa Bundanya hanya penghalang untuk Ayahnya. Dari dulu Naren tidak terlalu dekat dengan Liam, hingga semenjak Bunda nya meninggal juga Naren tidak pernah merasa dirinya di perhatikan oleh Liam.

Liam hanya pulang untuk mengambil barang, tidak bertanya bagaimana keadaan Naren, hingga sampai Naren dewasa, tepatnya sampai saat ini, Naren sangat membenci Liam. Semuanya yang ada dalam diri Naren mungkin adalah cerminan dari Liam, sifat arogan, tidak perduli apapun, dan menyakiti wanita itu adalah sifat yang mungkin Liam turun kan untuk Naren? Atau karena Naren yang terbiasa melihat sifat kasar ayah nya sehingga sifat itu juga melekat pada dirinya? Tapi Naren selalu berusaha untuk tidak terlihat seperti Ayahnya. Dia ingin berbeda dengan Liam Altezza.

"Ngapain kamu kesini lagi?" Tanya Liam begitu turun dari tangga, bersama dengan Friska yang mengekor di belakang ayahnya.

"Gue cuman mau ngambil barang-barang gue yang masih ada di rumah ini" Jawabnya tanpa ragu.

Liam benar-benar tidak habis fikir dengan putranya itu, bagaimana bisa dia berbicara dengan ayahnya seolah sedang berbicara dengan teman sebayanya?

"Sopan sedikit jika berbicara dengan ayah, Narendra" Tegur sang ayah.

Friska berjalan mendekati Liam, mendekap lengan pria paruh baya itu posesif. Friska wanita entah dari mana bisa masuk seenaknya ke keluarganya. Entah sejak kapan Naren juga tidak tahu, dia juga berusaha tidak perduli walau jauh di lubuk hati nya dia sangat kecewa dengan ayahnya.

Selagi itu tidak mengganggu kehidupan nya, Naren akan diam. Terserah Ayahnya akan berbuat apa selama tidak mengusik Naren. Lagipula lihat saja sampai mana Friska akan bertahan dengan sifat tempramental Ayahnya itu.

"Bagaimana bisa sopan, jika saya tidak pernah di ajarkan demikian?" Nada bicara Narendra berubah formal.

Liam menghela nafas gusar, sudah tidak paham lagi bagaimana untuk berbicara dengan baik kepada Naren. Sungguh dirinya mati akal jika sudah berdebat dengan putra yang mewarisi seluruh sifat nya itu.

"Kamu hanya mengambil barang-barang mu kan? Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini sebelum kamu bersedia berlutut di hadapan saya!" Kata Liam tegas.

Naren terkekeh geli. "Ngeliat muka lo aja gue ogah" Balas Naren pedas kemudian menaiki tangga menujunya kamar tidurnya selama ini.

Naren menatap kamarnya yang serba hitam itu, ada berbagai macam poster yang di tempel di dinding kamarnya, ada juga beberapa foto almarhum Bundanya, Naren hanya mengambil beberapa barang penting saja seperti beberapa bajunya dan buku-buku sekolahnya. Naren juga membawa satu foto Bunda nya dan laptopnya.

NARENDRAWhere stories live. Discover now