#040

160 10 3
                                    

Selamat Membaca!
-
-
-
🌵

Malam ini Raga berpamitan pada Bundanya pergi ke rumah Zargas. Ada beberapa hal yang ingin Zargas katakan pada Raga. Persisnya seperti apa, Raga juga belum mengetahui.

"Raga pamit, Bun." Seraya menciumi tangan Salma penuh sayang. Salma balas mengelus pucuk rambut Raga hangat.

"Hati-hati, awas aja kalo transitnya bukan di rumah Zargas beneran ya. Bunda jewer kuping kamu sampai lepas!" ancam Salma ngeri. Raga hanya tertawa menunjukkan ibu jarinya pertanda bahwa ucapan Bundanya akan ia laksanakan dengan sebaik-baiknya.

Raga keluar rumah, masih dengan pantauan dari Salma. Cowok itu mengenakan helm, memutar kunci motor, menstater hingga mesin motor menyala.

"Raga tinggal, Assalamu'alaikum," katanya kemudian. Segera melesat menuju kediaman Zargas.

Dalam tiap perjalanannya Raga hanya bersenandung kecil, menikmati pemandangan hiruk-pikuk kota dan nyala lampu gedung-gedung yang menjulang tinggi.

Hingga tak berselang lama cowok berparas bak malaikat itu tiba di kediaman Zargas. Tampak Zargas yang tengah duduk di teras rumahnya. Kakinya duduk menyila, hanya mengenakan celana pendek motif spongebob. Kartun kesukaannya.

Begitu selesai memarkirkan macan besi miliknya, Raga langsung disambut oleh Zargas hangat.

"Di luar sangar, dalem rumah berubah jadi Popo barbie," ketus Raga meledek.

"Popo barbie pala lo!" gertak Zargas hampir menendang betis Raga. Belum apa-apa si tuan rumah sudah dibuat emosi oleh tamunya. Si manusia titisan dajal setelah Dito. Begitulah persepsi Zargas mengenai Raga saat ini.

"Bokap sama nyokap lo pada kemana, Bang?" tanya Raga kala dirinya sama sekali tidak mendapatkan sambutan hangat seperti biasanya dari Mamah Zargas.

Zargas masih fokus menaiki anak tangga. "Lagi pacaran di luar kali," ketus Zargas sesekali membenarkan kolor spongebobnya yang sedikit melorot.

Lagi-lagi Raga terkekeh refleks. Tetapi tidak berniatan mengomentari perkataan si ketua pentolan Adhistama. Dirinya terus membuntuti Zargas hingga sampai di kamar si tuan rumah.

"Jangan diganggu, sedang hancur dan berantakan," ucap Raga sambil membaca tulisan yang tertempel di pintu kamar Zargas.

Kontan saat Raga selesai membaca, Zargas langsung melepas tempelan kertas tersebut dan merobeknya hingga berkeping-keping. "Gue tau lo mau ngomong apa," kata Zargas menunjuk Raga.

"Apa?"

"Nah, bener kan?"

"Fuck!" Raga langsung menimpuk lengan kekar Zargas merasa terbodohi.

"Lebay juga lo ternyata. Pake segala bikin jangan ganggu lagi hancur, apaan. Ilfil gue, najis, ewhh."

Mendengar kata terakhir yang diucapkan Raga, serta melihat mimik wajah Raga ketika mengucapkan kata tersebut. Membuat Zargas menarik salah satu ujung bibirnya. "Lebay-an lo lah, bangsat!"

Raga sontak tertawa, kemudian ikut masuk saat Zargas mulai membuka pintu kamar. Baru dua langkah kakinya menapak ke ruang kamar Zargas. Betapa terkejutnya Raga ketika bukan lagi ruang bernuansa gelap nan sesat yang ia masuki. Tetapi, justru imitasi dari design tatanan kamar hotel yang super nyaman ditempati.

"This isn't your room, kayaknya gue salah masuk."

"Bener. Cuma ganti suasana aja, bro."

Raga tak henti-hentinya memandang seluruh penjuru ruangan. Ada rak buku besar yang dimana berjejer rapi beberapa buku milik Zargas.

Meskipun tingkat literasi Zargas cukup rendah namun cowok itu tetap pede mengkoleksi beberapa buku. Baik itu novel maupun hanya simpanan buku dari kelas sepuluh hingga sekarang.

Raga Where stories live. Discover now