#012

474 174 215
                                    

Warning⚠️⚠️
Bijaklah dalam berkomentar sayang♥️

Dengan kalian vote cerita ini, berarti kalian sudah menghargai karya author, Big Thanks💐
________________________________________

Selamat Membaca!
-
-
-
🌵

Kerusuhan telah berlalu, tidak ada tanda-tanda Raga dipanggil ke ruang kesiswaan. Padahal, ia sudah yakin bahwa osis brengsek itu pasti akan melapor perbuatan tidak terpuji nya pada Sigit.

"Gue pikir toa sialan itu bakalan nyebut nama gue!" ucap Raga pada Nevan yang duduk di samping kirinya.

"Mereka para osis ngga ada keberanian buat ngelaporin kita, Ga. Mana mau mereka berurusan sama biang kerok sekolah," jelas Nevan.

Raga manggut-manggut, pertanda ia menyetujui ucapan Nevan. Sembari menyantap mie ayam yang sebentar lagi habis, Raga memberikan beberapa pertanyaan pada Nevan. Mumpung Dito dan Jalu tidak bersama dengan mereka.

"Taruhan lo gimana?"

Nevan menghentikan aktivitas menyeduh kuah mie ayam.

"Nacha maksut lo?"

"Gue ngga nanya Nacha, gue nanya taruhan lo?"

"Lancar, pagi ini kita barengan ke sekolah."

"Seriously?"

Nevan mengangguk, "Susah sih ngebuat tuh cewe kesengsem sama pesona gue. Cuma ya, pelan-pelan lah," ucap Nevan menganggap enteng.

Raga yang tinggal selangkah lagi menyuapkan mie ayam tiba-tiba urung niat. Ia menaruh kembali lilitan mie ayam pada sumpit dan menyisakan sesuap mie ayam tersebut di dalam mangkuk.

Memilih meneguk seluruh es teh di gelas Nevan tanpa menyisakan bagian untuk diminum Nevan.

"Kalo lo cinta beneran?" tanya Raga.

"Itu perkara belakangan, Ga," jawab Nevan lagi-lagi enteng.

"Jangan sampe dengan adanya taruhan ini, gue ngasih lo gelar bajingan, Van."

Nevan palah tertawa mendengar ucapan Raga lalu berkata, "Bukannya itu julukan sangar, men?"

Raga sempat terdiam hingga pada akhirnya berkata, "Gue cabut!" Ia pergi meninggalkan Nevan sendiri di kantin.

Meninggalkan Nevan begitu saja bukan tanpa alasan. Satu tujuannya, yaitu ingin merokok di gudang belakang sekolah. Menghilangkan pikiran ruwet yang tiba-tiba mengusik otaknya.

Mumpung masih ada sisa dari jam pelajaran olahraga. Dirinya bebas melakukan apapun, selama Asep tidak kembali ke kelas. Pun dengan kelas Zargas yang masih dalam masa belajar mengajar. Jadi, dia tidak dipusingkan untuk tunduk dengan segala perintah dari Zargas.

'Time to alone' batin Raga.

Langkahnya semakin dekat dengan gudang sekolah, tinggal beberapa pijakan lagi ia sudah bisa bermain-main dengan asap rokok.

Tapi, menajiskan. Seseorang memanggil nama panggilannya membuat Raga harus menghela napas kasar.

"Raga!"

'Pasti Nara!' batin Raga yakin seribu persen.

Raga menoleh, "Apa?!"

Air wajah Raga sudah benar-benar marah. Jika saja dugaannya benar, mungkin Nara sudah dibuat menangis kali ini sebab menghambat perjalanannya.

Yang Raga pikir adalah Nara ternyata adalah Nacha. Cewe yang beberapa menit lalu menjadi pembahasan antar dirinya dan Nevan.

Dengan perasaan emosi yang sudah sedemikian rupa ia tahan, akhirnya Raga menyuara.

Raga जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें