48. Pesta yang menegangkan

248 20 0
                                    

Sepetak halaman luas yang ditumbuhi rumput dan berbagai tanaman hijau serta bunga-bunga. Air mancur yang terletak tepat di tengah-tengah halaman yang bahkan lebih indah dari taman kota. Serta rumah besar bercat putih yang berada di hadapannya.

Mengingatkan Wayo tentang kali pertama menginjakkan kakinya di tempat ini.

Semuanya sama. Halaman yang sama, rumah yang sama, orang-orang yang sama hanya kali ini lebih ramai karena pesta walau kecil-kecilan. Air pancuran yang sama, bahkan atmosfer yang dia rasakan seolah tak ada bedanya dengan atmosfer waktu itu.

"Forth." tampak wanita paruh baya dari kalangan atas -yang Wayo tahu betul siapa- berjalan mendekati mereka. Lalu menghamburkan pelukan pada kekasihnya.

"Mae..." Forth tersenyum pada wanita yang melahirkannya.

"Oh, Mae kira kau tidak akan datang, Nak."

"Maaf Mae.. aku selalu membuat Mae sedih dengan sikapku kemarin.."

"Sudahlah. Ini semua salah kami. Kami terlalu ikut campur masalah rumah tanggamu. Kami yakin tak lama lagi kalian akan bersama lagi.. itu hal biasa jika didalam rumah tangga terjadi pertengkaran.."

Forth terdiam.

"Ada apa nak??" Tanya Bua yang melihat raut wajah anak sulungnya.

Forth menggeleng, "Aku sangat merindukanmu Mae.."

"Ohh.. Mae juga sangat merindukanmu. Maafkan kami telah menekanmu selama ini.." memeluk anak sulungnya.

Forth kembali menggeleng, "Apa aku terlambat?"

Melepaskan dekapan anaknya, sang ibu menjawab, "Tidak... pesta baru saja dimulai," seraya menoleh pada pria cantik yang dia anggap sebagai dalang kehancuran keluarganya. "Dan lihat... Kau membawa kejutan untuk kami semua."

"Mae...Tolong-"

Melambaikan sebelah tangan, Forth otomatis menghentikan kalimatnya. "Kau temuilah adikmu. Singto butuh wejangan bagaimana bersikap sebagai 'pengantin baru'." Sengaja suaranya ditekankan pada dua kata yang lebih tepat membentuk frase basi di telinga Wayo.

Pria manis itu memutar mata bosan.

"Baiklah Mae, di mana Singto?" Ucap Forth.

Baru saja Bua mau mengeluarkan suaranya, Forth memotongnya.

"Ah baiklah Mae.. aku tahu dimana Singto Sekarang.."

Tak ingin berdebat lebih lanjut dengan sang ibu, Forth lekas menghampiri pria imut dibelakangnya.

Seraya berbisik pada telinga si pria 'Semua akan baik-baik saja.' lalu meninggalkannya menuju lokasi adik bungsu dan calon istri.

Kini kedua manusia beda usia itu hanya tinggal berdua. Memegang dua gelas berisi minuman yang berbeda di tangan. Bua dengan wine tanpa alkoholnya dan Wayo dengan blueberry cocktail favoritenya.

Jika 5 tahun, 11 bulan, dan 7 hari yang lalu Nyonya Jathurapoom memeluk tubuh ringkihnya dengan penuh kasih sayang dan rasa iba, maka kini wanita paruh baya yang selalu terlihat elegan itu menatapnya sambil mendecih. Tak jauh beda dengan tatapannya ketika di rumah sakit dulu.

"Beraninya kau muncul di hadapan anakku lagi. Apa uang yang suamiku berikan masih belum cukup?" tanyanya dengan wajah datar.

Cocktail ditegak. Entah kemana larinya perasaan tegang saat dalam perjalanan. Wayo berusaha menjawab serileks mungkin.

"Bukankah saya pernah mengatakan jawabannya pada suami Anda, Nyonya? Apa dia tidak memberitahu Anda?"

Wajah yang kini mulai dihinggapi garis-garis halus itu enggan menampik maupun mengiyakan.

Pernikahan YANG terpaksa (ForthBeam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang