10. Rahasia

412 33 0
                                    

Mata itu masih terpejam. Nampak enggan terbuka walau hanya sebentar. Wajah yang biasanya menampilkan ekspresi benci kini terpasang alat bantu pernapasan. Tubuh yang terbaring lemah juga dipasangi berbagai alat bantu penopang kehidupan. Tak ketinggalan perban yang rutin diganti masih membalut kepalanya.

Beam tanpa sadar mengelus lengan sang suami yang setia tak bergerak sejak tiga minggu lalu.

Matanya mengerjap beberapa kali, menyesuaikan jumlah masukan intensitas cahaya yang bersumber dari lampu putih khas rumah sakit. Bau obat yang menyengat seolah sudah jadi santapannya setiap pagi.

Pagi itu, hari ke dua puluh satu Beam menginap di rumah sakit.

Cklek…

Beam tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang datang.

Kepalanya menggeleng, seolah mengetahui kalimat pertama yang akan dilontarkan oleh tamunya.

"Belum ada kemajuan??"

Pemuda itu menduduki sofa di belakang Beam tanpa dipersilakan.

Beam berbalik.

"P'Pha harusnya tak perlu repot-repot menjenguk P'Forth setiap pagi.." ucap Beam.

Pria berwajah tampan itu nyaris tak memperhatikan ucapan Beam. Tangannya sibuk merogoh tas punggung yang dia bawa. Mengeluarkan satu kotak makanan dan sebotol air kemasan.

"Sudah Phi katakan, Phi kemari untuk datang menjengukmu, bukan suamimu yang brengsek itu.." koreksi Phana.

"P'Pha.. P'Forth tidak brengsek.. jangan menyebutnya seperti itu.." Tegur Beam.

"Iya.. iya.. maaf.." balas Phana malas.

Kotak makanan dijulurkan pada pria berwajah cantik di depannya.

Beam melihat kotak itu bergantian dengan pemberinya. Tangannya walau enggan namun tetap mengambil kotak tersebut, tak baik menolak kebaikan hati seseorang.

"Makanlah, kau ada bimbingan pagi ini. Phi tahu semalaman kau terjaga demi menggarap skripsi hingga lupa makan.."

Beam tersenyum haru. Memiringkan kepalanya bermaksud menanyakan hal yang ingin diketahui otaknya sejak tiga minggu lalu.

"Kenapa P'Pha melakukan ini?"

Phana tetap tak bergeming. Dia hanya menatap Forth yang sedang tak sadarkan diri terlihat lebih menarik untuk di lihat ketimbang menggunakan lidahnya untuk menjawab pertanyaan Beam.

Beam menghela nafas, "Aku hanya takut keluarga berpikir macam-macam. P'Pha terlalu baik padaku.." desisnya.

Phana mendengus geli. Cengiran tak terelakkan muncul di wajahnya.

"N'Beam…"

Ditatapnya pria itu serius.

"Nong takut keluargamu berpikir aku ingin merebutmu dari Forth, begitu?"

Beam menerka-nerka kalimat tersebut, lalu mendengus.

"P'Pha membuatku terdengar seperti pria yang terlalu kepedean..." Ucapnya kesal.

Phana terkekeh, merubah posisi duduknya di sofa agar lebih santai. "Walau Forth pernah mengambil milikku, aku takkan membalasnya dengan perlakuan serupa.."

Beam mengernyit tak mengerti. "Maksudnya?"

Kedua sudut bibir sang pemuda tertarik, "Kau tanyakan saja padanya nanti kalau dia sudah sadar.." diliriknya jam yang ada di telapak tangannya.. "Sekarang cepat habiskan sarapanmu, sebelum kita terlambat ke kampus.."

Pernikahan YANG terpaksa (ForthBeam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang