Episode 19 [01] : I'm Searching

163 55 2
                                    

[Edited]

[EPISODE 19 CHAPTER 1]

| S K Y L A R |

Melepaskan. Sebuah kata yang memiliki banyak makna. Tidak berwujud namun menyimpan banyak kesan mendalam.

Seseorang pernah berkata, orang kuat itu bukan berarti dia selalu kuat, tidak.

Melainkan dia tahu kapan harus berjuang habis-habisan dan kapan dia harus melepaskan.

Melepaskan bukan selalu harus berhubungan dengan segala hal yang buruk.

Namun dari banyak sisi, melepaskan memang cenderung mengarah pada perpisahan yang akan terjadi selamanya.

Bagiku melepaskan bukan kata yang mudah untuk setiap orang yang sudah terikat dengan sesuatu yang berharga baginya.

Melalui banyak fase sulit, ditinggalkan, diremukkan, dihancurkan, hingga berakhir pada kata menerima.

Menerima bahwa kita harus melepas apa yang sudah tidak seharusnya lagi kita miliki.

Dari situ aku mengerti, alasan beberapa orang lebih memilih untuk tidak memiliki sesuatu yang mereka anggap berharga.

Karena mereka tidak mau menyakiti dan tersakiti. Mereka terlalu takut akan sebuah perpisahan.

Mereka takut mengalami fase-fase setelah perpisahan itu terjadi. Terpuruk, menerima, melepaskan lalu melupakan.

Aku juga sama seperti semua orang. Aku memiliki sesuatu yang sudah kuanggap berharga melebihi kata berharga.

Mereka tak ternilai bagiku karena mereka sudah terlalu berharga.

Aku juga takut jika suatu hari akan menjumpai kata perpisahan, ya, itu yang semua orang takuti.

Tapi bukankah dunia ini diciptakan selalu berpasang-pasangan?

Sepasang sepatu, sepasang kekasih, sepasang kaki dan tangan. Sama halnya dengan perpisahan. Jika ada perjumpaan kenapa harus tidak ada kata perpisahan?

Memang bukan hal mudah untuk melepaskan.

Entahlah, aku takjub pada Lunar yang bahkan sudah berada pada fase melepaskan. Fase paling sulit setelah mempertahankan.

Aku sangat-sangat tahu betapa sulit dan beratnya itu. Melepas sesuatu yang berharga.

Tapi untuk sebagian orang, mencapai fase itu merupakan suatu anugerah. Seolah-olah Tuhan telah mengangkat beban besar dari punggung.

Saat ini aku sedang duduk di salah satu kursi bulat tanpa sandaran yang berada di dalam ruangan asrama sempit tempatku berada, yang berhadapan langsung dengan jalanan lengang di luar sana seraya memetik beberapa senar dengan lambat.

Hujan lagi-lagi turun. Menjatuhkan jutaan rintiknya pada malam yang kelam ini. Dari kejauhan bahkan dapat kudengar suara raungan mutan.

Aku terduduk di sana dengan sebuah gitar yang ada di atas kedua pahaku.

Aku melamun, tak tahu ke mana hatiku akan berkelana berkat suara hujan yang turun secara konstan tersebut.

Sementara kedua bibirku bergerak-gerak lambat melantunkan nada-nada sebuah lagu favoritku yang selalu kulantunkan kala duduk menatap turunnya hujan.

I wanna be a billionaire, so fucking bad. Buy all of the things I never had…

Yeah, begitulah kira-kira liriknya. Lirik yang cukup munafik, tapi bagiku itu mengesankan.

Tentang seorang yang bermimpi menjadi seorang bilyuner yang gemar menghambur-hamburkan uang.

Aku suka liriknya.

MONTEROS: CITY OF SILENCE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang