Episode 3 [03] : That Monster Called Mutant

344 107 20
                                    

[Edited]

[EPISODE 3 CHAPTER 3]

| S K Y L A R |


"Die, die, die..."

Temanku itu merapal kata itu berulangkali, sembari tangannya berputar-putar di atas bola yang katanya adalah bola ajaib. Bullshit, Skylar.

Aku menatapnya lekat-lekat tanpa bernapas.

"You're gonna die horribly at 19 years old, skylar," ucapnya membayang-bayang disertai senyum lebar mengerikannya. "Die, die, die!!!"

"Damn!" teriakku.

"Damn!!!" teriak gadis ombre merah refleks.

--sembari tubuhku tiba-tiba bangun dengan keringat yang mengalir deras.

Kuarahkan ke sofa di depanku, tampak gadis berambut ombre merah, Lunar serta laki-laki berwajah triplek itu sedang menatapku dengan ekspresi kaget mereka yang berbeda-beda.

Aku menggaruk tengkukku sembari menatap ketiga orang itu dengan cengiran. Kulirik tangan serta kakiku yang terperban.

Hah? Siapa yang melakukannya?

Gadis berambut merah itu? Si triplek? Atau Lunar? Siapa? Siapa?

"Kau bermimpi buruk, Nak?" tanya gadis itu, tentunya bukan Lunar.

"A-ah, ya. Maksudku aku teringat temanku ketika sedang bermain permainan ramalan, yang meramal kematianku dengan bola mainannya, haha."

Yeah. Itu terjadi ketika aku masih berada di bangku kelas dua belas. Ketika itu tren sedang dihebohkan oleh tren ramal-ramalan yang menggunakan benda berbentuk bulat sebagai bola ajaib--ceritanya.

Ramalannya bermacam-macam, dan tentunya, siapa pun bisa melakukannya dengan benda seadanya.

Itu sebabnya tren tersebut sangat terkenal pada waktu itu.

Termasuk kelasku yang ternyata ikut-ikutan terjangkit tren aneh itu.

"Teman-teman, lihatlah!" seru seorang temanku, membuatku yang semulanya sedang duduk mengobrol menoleh dan sialnya mulai berjalan ke arah mejanya yang sudah dikerubungi oleh teman-temanku yang lain.

"Ajukan ramalan yang kalian inginkan, dan aku akan meramalnya," ucapnya dengan senyum kudanya. Hei, memangnya dia cenayang?

"Hm... apakah yang akan terjadi dengan hubunganku dan Scarlett tiga hari kemudian?" tanya salah satu temanku.

Laki-laki yang memegang akuarium kaca berbentuk bulat dengan sebuah rumah salju di dalamnya tersebut lantas mulai mengusap-usap tangannya ke atas permukaan kaca akuarium sembari menutup matanya dan merapal.

Hei, ayolah. Kekanakkan sekali.

Matanya pun terbuka tiba-tiba dengan pandangan kosong. Aku jelas kaget. Ia jatuhkan tatapannya kepada temanku yang tadi bertanya sembari tersenyum miring.

"Kau akan bertengkar hebat lalu putus dengannya," ucapnya dengan nada dimesterius-misteriuskan.

"Apa?! Hei, jangan mengada-ngada. Untuk apa aku bertengkar dengannya, sementara selama ini hubunganku baik-baik saja," sanggahnya.

Laki-laki itu masih senantiasa dengan wajah tersenyumnya. "Kita buktikan tiga hari kemudian."

Lalu tibalah tiga hari kemudian. Dan benar saja, temanku itu tampak sedang bertengkar dengan gadisnya itu.

Dari sini, tampak sebelum gadis itu melenggang pergi, ia layangkan tamparan ganas ke wajah temanku itu dan benar-benar pergi setelahnya.

"Oh, shit, Skilar! Ramalan Gleen benar!" seru laki-laki eksis yang sepertinya juga menyaksikan kejadian dua pasangan populer di sekolahku. Siapa lagi jika bukan Jesse.

MONTEROS: CITY OF SILENCE [√]Where stories live. Discover now