RESET : 37

57 14 1
                                    

"kamu yang membunuh Angga?" tanya detektif yang bertugas menginterogasiku.

Sekarang aku sedang berada di ruang interogasi bersama detektif ini dan juga pengacaraku yang duduk disebelahku.

"enggak. Saya ada dilokasi olimpiade pada waktu kejadian." jawabku dengan santai.

"bagaimana kalau saya ganti pertanyaannya, kamu yang menghasut Angga untuk melakukan bunuh diri?" kata detektif ini.

Aku tersenyum tenang, sedangkan pengacaraku memasang wajah bingung melihat aku yang tampak selalu tenang.

"saya gak pernah ketemu Angga selama seminggu penuh sebelum olimpiade." jawabku.

Lalu detektif itu tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah foto dari map cokelat kecil.

"orang difoto ini memakai baju dengan merk serta model yang sama dengan baju yang kamu miliki. Bahkan sepatunya pun sama persis dengan punyamu. Dan ini adalah barang-barang kamu yang saya bawa dari rumahmu. Bahkan orang bodoh pun bisa menebak kalau orang difoto ini adalah kamu. Foto ini diambil dari kamera dasbor, kamu sedang berjalan memasuki rumah kosong yang diduga sebagai tempat penyekapan Angga." ujarnya.

Aku diam saja, tidak menjawab. Didalam hati kini aku sedang tertawa sekeras-kerasnya. Tidak menyangka bahwa Ranty akan sebegini niatnya untuk menuduhku. Sebenarnya aku sudah curiga karena waktu itu aku tidak dapat menemukan baju dan sepatuku yang seperti difoto, lalu tiba-tiba saja baju dan sepatu itu ada lagi ditempatnya. Ranty memang sudah merencanakan ini tentu saja untuk menjebakku. Tapi jangan lupa bahwa aku punya seribu satu cara untuk melawan Ranty.

"kamu tahu, 'kan bahwa Angga punya penyakit ODP yang diakibatkan trauma masa lalu?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"saya juga dengar bahwa kamu sangat berambisi untuk ikut dalam olimpiade. Bukankah semuanya tampak sangat terhubung? Saking pengennya kamu untuk jadi perwakilan sekolah, sampai-sampai kamu menyingkirkan murid pintar seperti Angga agar tidak menghalangimu. benar, 'kan?" celoteh detektif itu.

Tampaknya aku tidak bisa menahan untuk tertawa lagi.

"HAHAHAHAHA." pada akhirnya aku justru tertawa dengan sangat keras. Detektif itu tampak melebarkan matanya saat melihat aku tertawa. Tentu saja pengacaraku juga terkejut melihatku tertawa.

Ruangan itu menjadi hening dan hanya terdengar suara ketawaku saja. Aku tertawa cukup lama, karena saking lucunya mendengar karangan di depanku ini.

"kenapa kamu tertawa?" tanya detektif itu.

"Ha ... Haha ... Enggak, lucu aja, ternyata seorang detektif juga bisa merangkap menjadi seorang penulis karena karangannya sendiri." kataku sembari tertawa kecil.

-oO0Oo-

Arjuna datang ke kantor polisi dengan tergesa-gesa. Seharusnya dia sudah menjenguk Nayya dari kemarin saat hati dia ditangkap, namun perusahaan tempat kerjanya tiba-tiba saja menyuruh Juna untuk lembur di kantor. Barulah Arjuna mempunyai waktu sekarang untuk melihat Nayya. 

Saat sedang berjalan memasuki pintu masuk kantor polisi, tiba-tiba saja Juna berpas-pasan dengan Yohan yang ingin keluar dari sana. Melihat Yohan, Arjuna pun langsung menghentikannya.

"Nayya gimana?" tanya Juna.

"oh lu mau lihat Nayya, mending sekarang ikut gue dulu ngopi di depan noh." kata Yohan, lalu Yohan melangkah pergi dari hadapan Juna.

Juna terlihat bingung, padahal dia kesini dengan perasaan khawatir dan terburu-buru, tapi bisa-bisanya Yohan justru mengajaknya untuk minum kopi sekarang. Tapi karena Juna juga penasaran dengan apa yang Yohan ketahui, Juna pun akhirnya mengekori Yohan dibelakang. Yohan memesan kopi dan duduk dipinggir jalan, penjual kopi keliling dengan sepeda itu langsung membuatkan Yohan dan Juna kopi.

"santai aja dulu bro, tarik napas, terus buang." ucap Yohan.

"bisa-bisanya lo bilang gitu ke gue yang khawatir banget sama Nayya." kata Juna dengan nada kesal.

"sebenarnya apa yang lo khawatirin dari Nayya?" tanya Yohan sembari menerima segelas kopi, "eh iya makasih, pak."

"Ya khawatir semuanyalah. Kenapa dia bisa tiba-tiba jadi tersangka kasus kematian Angga? Padahal dia gak ada sangkut pautnya sama kasus Angga." kata Juna.

"lo yakin kalau Nayya bukan pelakunya?"

"Ya yakin lah, karena gue punya bukti—"

"bukti apa?" cecar Yohan.

Arjuna tampak terdiam, seharusnya dia tidak keceplosan ke Yohan tentang  bukti yang Arjuna miliki.

"Enggak, bukan apa-apa." ucap Juna.

"kalau bukan apa-apa, ya berarti memang Nayya pelakunya." ucap Yohan, tampak sedang memancing Juna.

"bukan Nayya pelakunya. Gue sendiri saksinya, gue punya bukti rekaman suara Ranty yang menyekap Angga." ujar Juna dengan serius. Akhirnya Arjuna pun membeberkan kebenarannya.

"mana bisa gue percaya kalau lo belum tunjukkin gue rekaman itu." kata Yohan.

Arjuna pun langsung mengeluarkan ponselnya lalu menyambungkan ponsel tersebut dengan earphone, langsung saja ia berikan ponselnya kepada Yohan agar Yohan mendengarkan isi rekaman tersebut. Yohan langsung menerima ponselnya dan segera memasang earphone tersebut ke telinganya. Yohan mendengarkan dengan wajah yang tenang sembari menyeruput kopi hitam ditangannya. Setelah dirasa cukup untuk mendengarkan semuanya, Yohan pun melepas earphone tersebut dan mengembalikkan ponsel Juna.

"lo niat kesini buat kasih bukti rekaman itu ke Nayya?" tanya Yohan. Arjuna mengangguk dengan mantap.

"boleh gue minta rekamannya? Karena Nayya gak akan butuh rekaman itu sekarang." ucap Yohan lagi.

Arjuna tampak memasang wajah bingung, "kenapa gue harus kasih ini ke elo? Dan kenapa Nayya gak butuh bukti ini? Jelas-jelas dia lagi difitnah sekarang."

"bukti yang lo punya memang penting banget, tapi gak akan Nayya gunain sekarang. Mendingan lo kirim rekamannya ke gue sekarang, karena itu bakal berguna kelak." kata Yohan.

"gue bener-bener gak ngerti sama maksud lo. Nayya sekarang butuh bukti ini."

"gak butuh, butuhnya nanti. Gak sekarang."

"terus gimana caranya dia lepas dari tuduhan itu?" tanya Juna.

"udah lepas kok. Tuh lihat," kata Yohan sembari menghabiskan kopi dengan tenang, lalu alisnya mengarahkan Arjuna untuk segera melihat pintu keluar kantor polisi.

Arjuna menoleh ke arah yang diberitahukan Yohan, terlihat Nayya keluar dengan pengacaranya. Nayya menyunggingkan senyuman kepada Yohan, Arjuna juga melihat Yohan yang mengedipkan sebelah mata kepada Nayya.

Arjuna pun berpikir, sebenarnya apa yang terjadi? Ada hubungan apa Yohan dengan Nayya? Kenapa mereka terlihat seperti bekerja sama diluar pengetahuan Arjuna?








To be continued

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang