RESET : 6

331 145 13
                                    

"Huuffftt.. Ngapain sih seluruh anak kelas 12 IPS pakai segala test untuk olimpiade semua kalau ujung-ujungnya Juna sama Ranty yang bakal ngewakilin sekolah? Bikin bete aja!" omel Dira pagi-pagi buta ketika di kelas.

"Belum tentu Juna sama Ranty lagi yang wakilin sekolah." balasku dengan jutek.

"Udah pasti lah, Nay! Dari tahun ke tahun gak pernah berubah. Lagian bagus sih, sekolah ini makin naik namanya karena mereka yang jadi langganan juaranya."

"Tenang aja, nanti gantian gue yang wakilin." ucapku dengan tersenyum.

"Cih, ngayal!" ketusnya.

"Heh! Orang mah support kek, awas aja ya sampai gue beneran kepilih gue pitting leher lo sampai patah!" kataku lalu pergi meninggalkan Dira begitu saja.

Bener-bener deh si Nayya ini, sebodoh apa sih dia? Sampai sahabatnya sendiri saja meremehkan Nayya! Aku paling tidak suka jika ada orang yang meremehkanku! Tenang saja, tahun ini aku akan mencetak rekor dan mengalahkan ibuku sendiri.

Akupun terpikir untuk belajar bersama ayahku, itung-itung masa pendekatan dengan ayahku agar aku lebih leluasa menjauhkan ayah dari ibu. Aku melihat ke arah meja Juna, dia lagi ngapain sebenarnya disana? Akupun berjalan mendekati Juna. Tidak disangka, kupikir dia sedang belajar buku pelajaran lewat ponsel, ternyata dia justru sedang membaca applikasi komik online diponsel.

Ternyata dizaman ayah, applikasi line webtoon sudah terkenal, ya. Untung saja komik diforum itu sudah hampir semua aku baca, termasuk komik yang ayah baca sekarang dizamannya. Tapi memang aku lebih menyukai komik dizaman ayah si, karena komik dizamanku selalu berada dialur politik terus, bikin resah.

"Ayah-maksudku, Juna!" panggilku.

Juna mendongak ke arahku, "Kenapa, Nay?"

"Itu, komik yang lo baca, I wanna be you, 'kan?" Tanyaku, lalu duduk dikursi kosong depannya.

"Gue gak nyangka lo suka baca ya, Nay. Dari kemarin pasti selalu tahu apa yang lagi gue baca." ucap Juna sembari tersenyum.

"Iyalah, aku 'kan anak, Ayah!" batinku.

"Nanti bakalan muncul satu karakter yang mirip sama deskripsi medeia saat nyelamatin dia dihutan." kataku, menceritakan bocoran tentang komik itu.

"Kok lo tahu? Udah baca versi koreanya, ya?" Tanya Juna kebingungan.

Ya pantas lah aku tahu, orang dimasa depan komik itu sudah ending di tahun 2022 awal. Dan aku sudah membacanya secara full di tahun 2039.

"Ehmm... Iya gue baca yang versi korea, hehe." ucapku beralasan.

"Oh ya, Jun." panggilku, "gue boleh belajar bareng lo gak?"

"Boleh kok." ucap seorang wanita yang tiba-tiba muncul begitu saja dari arah belakangku. Wajah Juna berubah drastis ketika melihat Ranty datang, matanya berbinar-binar seakan senang melihat pujaan hatinya tiba. Dasar bucin.

Ranty menaruh sebuah buku novel sains fiksi berjudul Fahrenheit 451 karya Ray Bradbury diatas meja yang berada diantara aku dan Juna.

"Aku udah selesai baca," ucap Ranty kepada Juna, "Hari ini kebetulan aku sama Juna mau belajar bareng, kamu join juga aja biar tambah asik."

Aku tersenyum kecut, "Oke deh."

Asli, rasanya pengen aku remes wajah dia terus aku masukin ke sumur yang dalem biar sekalian gak ditemuin sama orang. Bagaimana bisa sih dia semuka dua ini?

-oO0Oo-


"kamu hapalin bagian pendapat para ahli tentang tujuan antropologi ya, Jun."

"Soal APBN yang ini gimana si?"

"kamu hapalin bagian negara yang dinyatakan surplus ya, Ran."

"Halaman 44 - 48 kira-kira kepake gak sih ditest nanti?"

Jangan tanya aku sedang apa. Aku hanya diam memaku sembari tanganku yang berada diatas buku dan belum sama sekali aku tengok setiap lembarannya. Mataku menatap dua insan muda yang sedang sibuk belajar bersama seperti pasangan idaman. Aku? Hanya diam seperti penonton yang menyaksikan sebuah drama roman secara real life. Kalau saja aku nyamuk, mungkin aku akan rela ditepok sampai gepeng sekarang juga saking malesnya menyaksikan dua manusia muka bumi didepanku ini. Rasanya seperti aku ada, namun dianggap tidak ada.

Aku membuka satu persatu lembar buku paket didepanku, wajahku terlihat kecut-tentu saja-didepan mereka. Juna dan Ranty masih sibuk berbicara berdua seolah aku tidak ada. Sekali-kali mereka berdiskusi atau berargumen ria terkait soal yang ada dibuku itu.

"Kok aku agak bingung ya sama soal ekonomi yang ini, Jun?" kata Ranty sambil mengerutkan dahi dan menggaruk tengkuk leher belakangnya ketika melihat suatu soal membingungkan didepannya.

"mana, coba bacain soalnya." jawab Juna yang sembari menulis-nulis sesuatu dilembaran kertas kosong.

"Jenis barang dijual seharga Rp 21.000.000,00 dalam bentuk tunai dan menerima diskon perdagangan 10%. Sebagai aturan, jurnal dicatat.
a. Tunai Rp. 18.900.000,00
pot. Omset Rp. 2.100.000,00
Omset Rp. 21.000.000,00
b. Piutang usaha Rp. 18.900.000,00
Omset Rp. 18.900.000,00
c. Piutang usaha Rp. 21.000.000,00.
Omset Rp. 21.000.000,00
d. Uang tunai sebesar Rp
21.000.000,00
pot. Omset Rp. 2.100.000,00
Omset Rp. 18.900.000,00
e. Uang tunai Rp. 23.100.000,00
pot. Omset Rp. 2.100.000,00
Omset Rp. 21.000.000,00" ucap Ranty membacakan soal itu dengan jelas.

"Bukannya uang tunai harusnya Rp. 21.000.000,00? Kan udah dibilang dalam bentuk tunai ..." gumam Ranty.

"Diskonnya jangan dilupain ..." Sahutku kepada Ranty. Akhirnya mereka berdua menotice ku dan melihat ke arah sini.

"Iya, Nay. Aku udah itung diskonnya, 10% berarti jadi Rp. 2.100.000,00 'kan? Jawaban yang mendekati menurutku itu yang C, tapi agak ragu sama bagian omsetnya. Kenapa disebut lagi coba?" kata Ranty dengan bingung.

"Coba diteliti lagi soalnya, Ran. Disitu, 'kan udah dijelasin kalau tunai namun berbentuk potongan. Berarti hasil harga awal itu dikurang omset diskon dulu, baru bisa dinyatakan hasil tunai. Nah harga awal yang belum termasuk potongan itu masuk ke omset." Jelasku. Ranty tampak menyimak omonganku, sepertinya dia langsung menangkap apa yang aku bicarakan.

Juna menatapku dengan heran sekaligus takjub, mungkin dia kaget seorang Nayya bisa jauh lebih teliti dibanding anak yang notabene pintar seperti Ranty. Perlu kamu tahu ayah, ini bukan Nayya, ini dinda. Anakmu yang paling cerdas.

"Oh.. Bener juga, berarti jawabannya A, ya?" Kata Ranty.

"Yup." jawabku dengan tersenyum.

"Aku agak ceroboh, hehe. Kamu pinter banget si, Nay!"

Lihatlah bagaimana perempuan ini memujiku secara berlebihan didepan Juna?

Terlihat muka dua bukan?









•••

Guysss divote dongggg,

Yang mau feed back boleh yaaa!

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Where stories live. Discover now