Bagian: 28

68 17 1
                                    

"Semua pencapaian butuh
Usaha, keringat, dan
Juga air mata."

— R E S E T —



Hubunganku dengan ayah semakin meregang setelah hari itu. Sudah segala usaha aku lakukan untuk berbicara dengan ayah, tapi semuanya selalu gagal begitu saja. Seperti ada sebuah benteng besar diantara kami berdua yang membuat aku benar-benar kesulitan untuk dekat dengannya. Padahal aku berpikir semua sudah berada digenggaman tangaku, tapi ternyata aku salah. Kekuasaan yang benar-benar bisa mengalahkan segalanya. Aku sangat yakin ayah Ranty ikut campur tangan dalam persoalan kali ini. Memang bukan aku yang mereka usik, tapi ayahku sendiri!

Lihatlah betapa tertekannya ayah bersama dengan ibu dari masa muda seperti ini. Aku rasanya benar-benar ingin menjerit sekarang, aku tidak tahan dengan semua ini, aku muak melihat ibu. Masih tidak percaya bahwa aku lahir dari rahimnya, sungguh ironis.

Aku berjalan beriringan dengan Yohan di lorong kelas, kami berdua baru saja dari perpustakaan untuk meminjam buku tambahan pelajaran yang mungkin materinya tidak ada didalam buku biasa kami. Seakan waktu diatur tuhan sedemikian pasnya, aku dan Yohan bertemu Juan bersama Ranty dari arah berlawanan.  Kami berpas-pasan lewat saling berhadapan dengan arah jalan yang berbeda.

Ayah masih dengan wajah dinginnya melewati aku begitu saja, akupun sama, karena sudah lelah mengejar ayah berhari-hari untuk sekedar berbicara lalu diabaikan membuatku malas untuk sekedar melihat sosoknya. Memang seharusnya aku tidak marah dengan ayah, tapi tetap saja kenapa ayah bisa diperalat oleh ayahnya Ranty? Apa yang membuat ayah begitu pengecut dalam menghadapi orang itu?

-oO0Oo-

[HARI - H olimpiade tingkat nasional.]

Seminggu bukan waktu yang mudah untuk aku dan Yohan membiasakan diri untuk bekerja sama dalam bertanding sekarang. Aku sudah terbiasa belajar bersama ayah dan merencanakan strategi bersama, sangat aneh jika partnerku berubah sekarang.

Aku menunggu di ruang tunggu khusus timku. Pertandingan akan dimulai 15 menit lagi, untuk memanfaatkan waktu aku membaca segala materi yang dicatat. Aku menghapalkan materi itu sembari memikirkan Juna, padahal yang menyusun ini adalah kami berdua.

Brak!

Suara pintu membuatku terkejut dan membuyarkan segala lamunanku. Yohan terlihat datang terburu-buru dari pintu lalu menghampiriku, wajahnya sangat berbinar-binar kesenengan seperti anak kecil yang dituruti orang tuanya membeli mainan.

"Gue boleh peluk lo?" tanya dia.

Aku membulatkan mata, "HAHHHHHHHH??"

Tanpa mengulang pertanyaan, dia langsung menarik tubuhku begitu saja. Dengan perasaan bingung dan kaget aku diam saja mematung ketika Yohan memelukku. Tanganku yang masih memegang kertas catatan berada ditengah antara kami berdua. Sumpah, aku tidak tahu harus apa sekarang.

"makasih! Makasih banyak! Gue bener-bener berterima kasih sama lo!" ucap Yohan saat memelukku.

"L-loh kok?!" kataku masih sangat bingung dengan situasi ini.

"karena lo, gue bisa bawa pulang ibu gue." jawabnya.

"lah, Emang ibu lo kemana? Tamasyah?"

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Where stories live. Discover now