bagian: dua puluh empat

90 31 1
                                    

~R E S E T~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~R E S E T~

Hari test tulisan ekonomi menggunakan bahasa Jepang telah tiba saatnya. Ujian kali ini tidak ada yang ikut menonton di dalam ruangan, tetapi para murid menontonnya secara live di kelas masing-masing. Di ruang suci ini—alias ruang test, hanya boleh di isi oleh peserta yang lolos ke babak final, 2 pengawas, dan 1 pembimbing.

"hari spesial dan persaingan ketat sudah tiba, kalian sudah berjuang dengan sangat baik untuk sampai ke tahap final. Kalian sudah berhasil melewati ribuan murid dan berada di ruang istimewa ini. Tapi jangan senang dulu karena saya selalu peringatkan perjalanan kalian masih jauh. Etika ujian tidak ada yang berubah, karena kalian anak cerdas saya yakin kalian sudah mengerti tanpa ada instruksi lanjutan. Sebelum saya memulai ujian ini, ada informasi yang harus saya sampai,'kan kepada kalian." ucap sang pembimbing.

"bahwa, peserta seleksi olimpiade bernama Anggaswara Istvan kelas 12 IPS 2 sayang sekali telah mengundurkan diri dari babak final ini. Semoga keputusannya bukanlah sesuatu hal yang dapat membuatnya menyesal. Baik, sisanya akan saya absen sekarang."

Aku tidak terkejut dengan apa yang pembimbing katakan barusan. Angga sudah memberitahuku lebih dulu dibanding info pagi ini. Jadi hatiku sudah cukup kuat agar tidak terkejut setelah mendengar berita ini.

"Arjuna Danendra kelas 12 IPS 3."

"hadir."

"Rantya Amumara Clever kelas 12 IPS 2."

"saya, pak."

"Nayyara Almira kelas 12 IPS 3."

"hadir, pak."

"Yohan Adiyoto Pangestu kelas 12 IPS 5."

"saya."

"baik, karena semua sudah hadir lebih baik ujian saya mulai. Mohon tenang dan kerjakan dengan teliti, terimakasih." ucap pembimbing lagi.

Ujian pun dimulai, kami membuka kertas ujian yang berada diatas meja dengan gerakan cepat. Waktu yang diberikan tidak lama, hanya 30 menit saja dengan total 45 soal.

Waktu terus berjalan, ruangan ini benar-benar terasa sunyi. Hanya suara jarum panjang jam saja yang terdengar berdetak setiap kali ia bergerak. Penonton pun sama, walaupun suara mereka di matikan dari ruanganku, tapi aku melihat dengan sangat jelas tak ada dari mereka yang berisik, mata mereka hanya fokus melihat kami.

10 menit telah berlalu.

Masih belum ada yang selesai dari kami tentunya.

Dua puluh menit berlalu.

Arjuna bangkit dari duduknya, ia pergi keluar ruangan begitu saja dengan meninggalkan kertas soal dan jawaban yang tertutup rapih diatas meja. Perarturannya memang seperti itu, bagi yang sudah selesai harus segera meninggalkan ruangan ini tanpa membawa apapun. Ayah memang jenius sejak muda, aku sangat memaklumi jika ia mampu menyelesaikan soal ini dengan cepat.

Dua puluh lima menit berlalu, aku bangkit—bersama Ranty. Kami berdiri secara bersamaan, aku menatap Ranty yang kini juga menatapku. Langsung saja aku alihkan mataku dan dengan segera pergi begitu saja. Ah, aku tidak percaya bahwa aku menyelesaikan soal itu dengan waktu yang sama dengan ibuku.

-oO0Oo-

[Malam hari, sebelum hari test seleksi.]

Sangat tumben sekali laptop Nayya berbunyi, aku bahkan tidak pernah membuka laptop itu, yang aku lakukan hanya meletakkannya saja di meja Nayya. Aku tidak ingin memakainya karena merasa itu bukan punyaku, rasanya tidak etis saja jika memakai barang milik orang lain. Tapi karena pada malam ini laptopnya tiba-tiba saja berbunyi, aku menjadi penasaran dengan apa yang membuat laptop ini bersuara. Aku membuka laptop itu yang selalu menyala—tidak pernah aku matikan karena aku tidak menyentuhnya sedikit pun. Wah, ternyata baterai laptop ini sudah sekarat, wajar saja, sudah dua minggu ini dibiarkan begitu saja. Tapi suara itu bukan berasal dari habis baterai, namun sebuah notifikasi email yang membuatnya berbunyi. Aku tertarik untuk membuka apa isi email itu, aku pun mencari charger laptop itu agar tidak mati ditengah jalan.

Langsung saja aku buka isi email itu dengan keadaan laptop yang sembari dicas.

From : Angga.com

Nayya, ini Angga. Pasti lo tau gue, gue kebetulan dapat alamat email lu dari profil sekolah. Gue gak tahu email ini masih aktif atau enggak tapi semoga aja lo bisa baca pesan gue. Ini adalah video bukti Ranty yang membuat rencana untuk mencelakai Yohan (waktu itu lo juga udah liat videonya.) semoga ini bisa bermanfaat buat kedepannya, gue gak sekuat lo buat ngelawan Ranty. Perlu lu tahu, Ranty mencelakai Yohan dan bukan gue karena dia lebih merasa bahwa Yohan adalah boomerang dibanding dengan gue. Ranty licik, tapi dia tetap saudara gue. Karena Ranty memegang kelemahan gue, dia jadi merasa bahwa gue bukanlah lawannya. Jadi dia mencelakai Yohan yang dia pikir akan menjadi saingan terberat. Gue mengidap penyakit OCD, Nay. Ranty tau itu dan dia selalu mengancam gue dengan masa lalu keluarga kami. Mungkin lo udah tahu tentang gue yang teriak-teriak digudang tempo lalu. Semoga lu mengerti gue dan gak anggap gue gila karena kejadian waktu itu. Gue juga udah memundurkan diri dari seleksi olimpiade karena Ranty, gue harap lo berhasil buat lolos seleksi ini dan jadi perwakilan sekolah. Tapi Ranty juga berdiri karena ayah kami berada di belakangnya, lo harus hati-hati dengan segala kecurangan mereka nanti. Maaf karena gue gak bisa bantu banyak tapi semoga lo bisa ngalahin Ranty. Karena sebagai saudaranya, gue ingin dia bisa merubah perilakunya. Makasih karena udah jadi partner terbaik gue hingga saat ini. Fighting!

File video
(🎥 02:33)

-oO0Oo-

"Nay, pengumumannya langsung hari ini loh pas pulang sekolah. Lo gak panik?" tanya Dira saat jam istirahat. Kami berdua sedang makan bersama di kantin sekolah sekarang.

"gak sih, gue yakin menang kok! ngapain panik." jawabku sembari menyuapkan baso ke mulutku.

"tapi tau gak sih lo? kalau ternyata Ranty anak kepala sekolah. Ya lo tau sendiri kalau ada orang spesial yang berdiri dibelakang kita bakal gimana." ujar Dira.

"maksud lo semacam orang dalem, gitu?"

"iya. Bisa aja, 'kan ada kecurangan nantinya." kata Dira dengan raut wajah yang khawatir.

Aku tertawa kecil mendengar rasa gelisah yang menimpa Dira, "udah lo tenang aja. Semua udah diatur dengan sangat baik."

Dira memasang wajah bingung, wajar saja. Memang ekspresi seperti itu yang aku inginkan dari Dira.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Ranty sudah berada dikepalan tanganku.







***

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang