RESET : 35

71 15 4
                                    

Sudah terhitung tiga hari Arjuna melakukan interview kerja, namun hasilnya tidak ada perusahaan yang menerimanya. Entah apa yang terjadi, padahal Arjuna sudah mempersiapkan dengan matang. Ia juga sudah meriset segala info tentang perusahaan dan posisinya. Jika dipikirkan dalam hal logika, mana ada perusahaan yang mau menolak Arjuna yang salah satu murid lulusan terbaik dari Harvard. Bahkan Arjuna sudah lolos secara test dengan nilai tinggi diperusahaan itu, namun kenapa dia masih ditolak?

"ini udah hari ke 6, dan gue masih belum ada yang terima." kata Arjuna kepadaku.

Aku sudah tiga hari rutin datang ke apartemen Juna, karena dia dan adik-adiknya pindah apartemen yang lebih kecil, jadi aku membantu mereka untuk membereskan barang-barang kepindahannya.

"apa gue coba kerja di perusahaan kecil aja?" ucap Juna.

"eh, jangan. Kayak sayang banget gak, sih? Lu menuntut ilmu jauh-jauh ke Amerika cuma buat kerjaan yang kecil untuk apa?" jawabku, menyayangkan niatan dari Arjuna.

"ya abis gimana. Gue udah seminggu kesana kemari gak ada hasilnya. Sedangkan biaya kebutuhan terus mengejar gue, belum biaya sewa tempat ini, biaya pendidikan adik-adik gue. Tabungan gue semakin gak cukup buat nutupin ini semua." kata Juna tampak sedang frustasi.

Aku terdiam. Sebenarnya aku mencurigai kalau ayah tidak diterima dimanapun karena ada campur tangan dari ayah Ranty. Bagaimana tidak? Saat aku meriset semua nama perusahaan yang ayah lamar, pasti ayah Ranty telah berinvestasi disana. Dan termasuk dalam pemegang saham yang besar, menurutku itu cukup untuk mengatur perusahaan agar tidak menerima Juna. Apalagi beberapa dari mereka telah diakuisisi oleh perusahaan pribadi ayah Ranty.

"coba lamar disini," ucapku sembari memberi alamat surel kantor itu kepada Juna.

"ya memang mencari karyawan magang dulu, sih. Tapi ini cuma berlangsung sebulan kok, kalau kinerja lo bagus langsung jadi karyawan tetap." lanjutku.

"tapi ini juga perusahaan besar loh, emang gue bakal keterima?"

"ya jangan putus asa dong! Dicoba dulu. Mana tahu rezeki."

-oO0Oo-

Pagi hari sekali ayah sudah meneleponku. Dia berkata bahwa dia terima magang oleh kantor itu. Perasaannya sangat senang sekali, terdengar jelas dari alunan suaranya ditelepon.

"perkiraan lo memang bener ya, Nay." ucap seorang perempuan berpenampilan elegan di depanku ini.

Ada yang masih ingat perempuan ini? Yap, dia adalah Dira.

Dira sekarang bekerja di kantor ayahnya dan berposisi sebagai manajer perusahaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Dira sekarang bekerja di kantor ayahnya dan berposisi sebagai manajer perusahaan. Sebelum ayah mencari pekerjaan, sebenarnya aku sudah mendiskusikan ini bersama Dira. Aku tahu pasti bahwa ayahnya Ranty akan ikut campur dan bermain kotor dalam kehidupan Juna, jadi aku meminta tolong kepada Dira agar perusahaannya membuka lowongan kerja paling tidak untuk menarik Juna masuk.

"orang kotor kayak mereka gampang dibaca taktiknya." ucapku, lalu menghirup kopi tubruk aceh di depanku.

"tapi walaupun lo gak bikin rencana gini juga gue dengan senang hati nerima Juna. Perusahaan lain pada bodoh aja ngikutin kata ayahnya Ranty, ibarat ngebuang berlian di depan mata tau gak sih." celoteh Dira yang kata-katanya aku sangat setujui.

"ya mau bagaimana, ayahnya Ranty memang orang yang punya kewenangan tinggi atas mereka."

"otak lo masih pinter aja ya kayak dulu. Gue yakin lo bisa menangin perang ini."

"lebay banget pake bilang perang hahaha, ya pokoknya sesuai rencana kita. Lo gak boleh sampai ketahuan Juna ya!"

"Siap! Setiap Juna muncul di kantor, gue bakal ngehindar kok."

Maaf ayah, aku masih harus merahasiakan tentang kantor milik ayah Dira kepadamu. Karena aku takut nanti ayah akan berprasangka bahwa dia diterima karena kenal orang dalam. Padahal sekalipun ini bukan perusahaan ayah Dira, Juna pun mampu mendapat pekerjaan dimanapun. Dan tentu saja tanpa campur tangan ayah Ranty.

-oO0Oo-

Saat sampai di rumah, aku melihat Yohan sudah datang dan menunggu di depan pagar rumahku. Sepertinya aku tahu apa maksud tujuan Yohan datang kepadaku.

"Hai," sapaku seperti biasanya.

"mau masuk?" tawarku.

Yohan menggeleng, "gue cuma sebentar kok,"

"lo kok gak cerita sama gue soal Juna?" tanyanya. Benarkan dugaanku.

"Ehhmm-"

"Selamat ya, gue ikut seneng." ucapnya, "lain kali apa-apa itu cerita."

"iya." jawabku dengan tersenyum kikuk. Demi tuhan rasanya aku tidak enak hati dengan Yohan.

"oh ya, ini." Yohan menyodorkan sebuah map cokelat kepadaku.

"semua yang lo perluin udah ada disini," kata Yohan lagi.

"ada yang perlu gue lakuin lagi?" tanya dia.

Aku menggeleng kecil, "enggak, nanti kalau ada lagi gue kabarin."

"yaudah kalau gitu gue pulang dulu ya." ucapnya, lalu menaiki motornya.

Aku melambai, dia tersenyum kecil dibalik helm miliknya. Lalu setelah itu dia tancap gas pergi dari rumahku. Aku tahu bagaimana perasaan Yohan walaupun ia menutupinya dengan senyuman itu.

Sebenarnya beberapa bulan sebelum aku berpacaran dengan Juna, Yohan menembakku. Dia menyatakan perasaan suka kepadaku. Pada saat itu aku berkata untuk memikirkan dahulu sebelum memutuskan, dan tentu saja Yohan masih menungguku hingga sekarang. Namun alih-alih mendapat jawaban, dia malah mendapat kabar tentang hubunganku dengan Juna. Aku benar-benar merasa tidak enak hati ke Yohan.

Yohan, yang perlu kamu tahu. Sebenarnya aku juga mempunyai perasaan kepadamu, tidak mungkin juga aku menyukai ayahku sendiri. Andai saja kamu tahu bahwa Juna ayahku, aku mohon kamu mengerti keadaanku yang seperti ini. Aku melakukan ini hanya untuk menyelamatkan ayah dari Ranty.







To be continued.

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Where stories live. Discover now