RESET : 14

192 75 11
                                    

"Kenapa harus terburu-buru,
Jika semuanya bisa
Dilakukan dengan santai?"

~ R E S E T ~

[5 JAM SEBELUM SELEKSI
OLIMPIADE]

Ranty duduk manis sembari menyedot Jus jeruk didepannya. Selang beberapa menit kehadirannya di kafe itu, datanglah pria berkisaran umur 30 tahun dengan pakaian formal dan tas ransel yang ia pikul dipundaknya.

"Mas Ari, sini!" lambai Ranty ke arah pria yang bernama Ari itu. Ari pun mengangguk kecil lalu berjalan menghampiri Ranty.

Ranty mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari tasnya, terlihat amplop itu sangat padat karena isinya yang sangat banyak.

"Dia sudah masuk sel tahanan, besok hari sidangnya," ucap Ranty. "Sesuai perjanjian." katanya lagi sembari menyodorkan amplop cokelat itu.

Ari mengambil amplop itu perlahan, lalu ia tengok isinya dan mencoba menghitung beberapa. Ari tersenyum kecil ketika melihat ketebalan uang itu yang sesuai keinginannya. Baru kali ini ada yang menyewa pengacara dengan bayaran sebanyak itu kepada Ari.

"Pastikan dia tidak dijatuhi hukuman berat." perintah Ranty, lalu setelah itu Ranty bangkit dan pergi begitu saja walau jus jeruknya belum dia habiskan.


-oO0Oo-

[3 HARI SEBELUM TEST OLIMPIADE]

"permisi ... Maaf pak, disini ada mang asep?" tanya Ranty didepan sebuah perusahaan produksi daging kalengan.

Salah satu karyawan disana pun menuntun Ranty kepada Asep. Sesuai info yang Ranty dapat dari salah satu informannya, Asep sedang membutuhkan biaya pengobatan untuk ibunya di rumah sakit. Asep ini adalah seorang supir distributor daging kalengan yang biasanya ia antar ke seluruh outlet toko market di kota ini.

"Mang Asep butuh uang?" tanya Ranty langsung kepada intinya. Kini mereka tengah berbicara berdua saja.

"Loh, kamu tau darimana? Dan kamu siapa?" tanya balik dari Asep yang tampak kebingungan.

"Mang Asep gak perlu tahu saya siapa, tapi niat saya disini untuk membantu mang Asep dalam membiayai rumah sakit ibu mamang." jawab Ranty. Asep semakin mengerutkan dahinya bingung.

"Mang Asep kepengen, 'kan ibu sembuh?" Tanya Ranty.

Asep mengangguk dengan cepat.

"Saya bisa bantu biayanya." ucap Ranty, "Mang Asep rela ngelakuin apa aja untuk ibu, 'kan?"

"Iya. Apapun asal saya bisa dapat uang," ucap Asep dengan yakin.

"pekerjaan ini sedikit kotor namun sebanding dengan apa yang mang Asep dapatkan. Besok, pada jam satu siang, mang Asep harus sudah standby dipersimpangan jalan lampu merah di blok M." perintah Ranty.

Asep tampak sedang mendengarkan.

Lalu Ranty mengeluarkan sebuah foto, "Tabrak motor dengan plat nomor yang sesuai disini."

Asep tampak terkejut hebat, dirinya tampak tidak percaya atas apa yang diperintahkan perempuan berwajah cantik dan manis didepannya ini. Perintah pekerjaan kotor ini tampak tidak sesuai dengan penampilan dari Ranty.

"Dengan begitu, saya akan membiayai semua rumah sakit dan biaya pengobatannya ibu mamang. Dan tenang saja, saya akan menyewa pengacara untuk mamang agar lebih mudah di pengadilan nantinya."


-oO0Oo-

[Masa kini,
Hari olimpiade.]

Sorak penonton semakin terdengar ramai ketika tim selanjutnya yang akan bertanding adalah tim ayah dan ibu. Aku tak menyangka fans mereka bisa sebanyak ini, ternyata mereka cukup populer dimasa mudanya. Ya setidaknya itu lebih baik daripada masa muda mereka hanya diliputi oleh buku saja.

Kedua tim sudah menempati posisinya masing-masing. Tim lawan terlihat tidak tenang dan merasa gelisah, mungkin karena mereka kedapatan melawan ayah dan ibu. Diawal pertandingan ini, aku sempat melihat tangan ayah yang terus mencungkil kulit rongga kukunya dengan kasar, seakan merasa gelisah juga namun dengan raut wajah yang tenang. Lalu aku melihat Ranty menggemgam tangan ayah sembari menatapnya dengan hangat, seperti mencoba menenangkan hati ayah.

Tapi rasanya ini semua seperti De javu. Aku seperti pernah melihat ayah melakukan hal seperti itu juga dimasa depan, namun entah kapan aku tidak mengingatnya.

Test lisan pun dimulai, pembaca soal mulai berbicara dengan lantang agar para peserta bisa mendengarkan dengan jelas. Setelah pembaca soal itu selesai mengutarakan kalimatnya, tidak butuh waktu lama, tim Juna dan Ranty sudah menekan belnya.

Tim lawan tentu merasa kaget karena tangan Juna yang begitu cepat dalam menekan bel itu, walaupun sebenarnya hal seperti ini sudah biasa terjadi, tapi tetap saja lawan akan merasa terheran karena kecepatan tangan ayah.

"Benar." ucap juri ketika Juna selesai menjawab pertanyaannya.

Sorak penonton pecah kembali, mereka semua meneriakkan nama ayah dan ibu. Terpajang jelas juga sebuah banner besar didaerah penonton yang berisi foto ayah dan ibu.

Soal kedua dibacakan kembali.

TETTTTT!!

tim Juna dan Ranty kembali unggul dalam menekan bel. Ranty menjawab pertanyaan itu dengan lantang dan tampak sangat elegan.

Ibu memang sesosok perempuan yang sangat berkharisma, Aku akui itu.

Soal ketiga, lagi - lagi, dan lagi. Tim lawan kalah cepat dalam menekan bel itu.

Soal ke empat kembali dibacakan, memang sudah tidak ada harapan bagi tim lawan untuk mengejar namun pertandingan ini memang harus diselesaikan sampai akhir.

Sudah soal kelima sekarang, tetapi tim lawan belum juga mendapat poin satupun. Wah, benar-benar seru sekali melihat penampilan ayah dan ibu. Mereka memang paket yang pas.

Ah, tidak! Tidak! Aku tidak boleh mendukung mereka, ingatlah niatmu ke masa ini Dinda!

Soal terakhir ditutup dengan jawaban dari ayah yang sangat fantastis. Lima poin penuh sudah berada ditangan mereka, tim lawan tidak dikasih kesempatan dalam menjawab sama sekali.

Saatnya tim akhir dalam test lisan ini. Yaitu, tim aku dan Angga.












***

Jangan lupa di vote, terimakasih 🖤

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Där berättelser lever. Upptäck nu