RESET : 3

376 153 19
                                    

"Mereka gak cocok ya!" omelku dengan tegas. Menyangkal omongan Dira barusan tentang pendapatnya sendiri.

"Dih, tumben banget lo gak setuju sama omongan gue. Biasanya walaupun lo suka sama Juan, lo setuju aja karena, lo sendiri tahu diri kalau lo gak bisa nyaingin Ranty."

"Kata siapa? Emang Ranty seunggul apa sih dia?"

"Lo masih sakit ya, Nay? Sumpah ya! Lo aneh banget asli. Sekarang kenapa jadi Bar-bar gini sih sehabis sakit dua hari?" ucapnya dengan heran.

"bar-bar? Ngomong apa sih,"

"Hah? Sumpah lo masih sakit kayaknya, harus izin lagi lu tuh."

Asli deh. Aku gak tahu maksud kata 'Bar-bar' itu. Apa mungkin itu kata-kata hits dijaman ini?

"Duhhh sumpah ya.. Gue emang kayaknya semenjak sakit agak lupa sama diri gue sendiri, jadi bisa gak lo jelasin semuanya tentang gue?" Tanyaku. Ayolah Dira, bantulah aku mengenal diriku sendiri didunia ini.

"HAH?"

"ayolah Dir, bantu temen lo ini. Pleaseee!"

Walaupun memasang wajah yang bingung, Dira pun tetap menjelaskan tentang diriku.

"Nih ya, lo suka sama Juna dari kelas 11. Lo itu murid pindahan saat kita masih kelas 11, lo suka sama Juna pas Juna ngajarin lo matematika. Karena lo itu.. Bisa dibilang bego banget soal pelajaran. Tapi anehnya lo tuh rajin banget, tugas selalu dikerjain tepat waktu, praktek, kegiatan segala macem tentang sekolah lu pasti ikut. Cuma kekurangan lu ya diotak aja. Sedangkan Juna, dia suka sama Ranty. Ranty itu anak kelas 11 IPS-2. Sama kayak kita bidangnya tapi beda kelas aja, kelas dia disebelah kita ini. Ranty tuh anak pinter, cantik, ramah, pokoknya paket komplit deh. Wajar juga si Juna naksir sama dia. Tiap ada olimpiade antar sekolah aja nih ya, Juna sama Ranty udah pasti jadi perwakilan sekolah. Ibarat udah satu paket lah mereka, gak pernah terganti. Walaupun lu suka sama Juna, lo tetep pendem sampe sekarang, karena lo sadar diri kalo saingan lo itu berat. Dan juga, lo itu orangnya agak pendiem, terus jarang marah apalagi ngomongnya ngegas. Gak kayak tadi tuh, nyolot banget ngomongnya. Intinya nih, lo kayak udah pasrah banget kalau Juna jadian sama Ranty, walaupun lo sakit hati juga pasti lo diem aja dan dukung mereka dari kejauhan."

"miris banget si kehidupan gue dijaman ini.." gumamku.

"hah???"

"Eng.. Engga, ya pokoknya lo jangan heran deh Dir kalau gue berubah, gue pengen cari suasana baru." kataku.

Aku memang sudah mengira bahwa Ayah dan Ibu adalah orang yang pintar. Banyak orang bilang bahwa kepintaranku menurun dari otak cerdas mereka. Ayahku adalah seorang Professor Geologi, Sedangkan Ibuku seorang dosen kampus terbaik pada jamanku.

Tapi tidak ku sangka bahwa Nayya-aku sendiri-adalah murid bodoh dikehidupan ini. Padahal aku adalah murid terpintar disekolahku dimasa depan. Dan lagi apa itu kata Dira, pemalu? Pendiam? Mengalah? Tidak ada sifat seperti itu dalam kamus sejarahku! Yang ada adalah, aku itu gak mau kalah, berambisi, dan ber-api api. Tapi itu adalah aku sendiri, Dinda denisa, bukan Nayyara Almira.

Hey, siapapun kamu Nayyara Almira dikehidupan ini. Kamu harus berterimakasih padaku, karena aku akan mengubah persepsi orang-orang disini terhadapmu. Tenang saja, aku pasti bisa merebut hati ayah agar tidak menikahi ibu dimasa yang akan datang.

•••

"ada yang tahu apa ketentuan tarif PPH pasal 21 bagi wajib pajak yang sudah memiliki NPWP?" Tanya Bu darso, Seorang guru ekonomi dikelas ini.

Tanpa ragu, nayya-alias dinda-mengacungkan tangannya ke udara. Sontak seluruh murid dikelas ini terkejut dan melihat ke arah nayya dengan tatapan aneh. Termasuk Dira dan juga Juna yang kebingungan karena biasanya dia yang akan menjawab pertanyaan guru dengan cepat.

Bu darso yang kelihatan kebingung juga akhirnya mempersilahkan Nayya untuk menjawab.

"Nay, lo yakin bisa jawab? Jangan malu-maluin Ah.." bisik Dira disampingnya.

"Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP." Jawab Nayya dengan yakin tanpa ada rasa gugup sedikit pun.

Juna terkejut, bu darso terkejut, seisi kelas juga terkejut. Mungkin kalau satu sekolah bisa mendengar suara Nayya, bisa jadi satu sekolah ikut terkejut. Pasalnya, seorang Nayya tidak akan pernah mengacungkan tangan duluan dan tidak mungkin juga jika jawaban dia akan benar.

"ck.. Ck.. Ck.. Gilaaa..." decak kagum dari Dira.

Sedangkan Juna, masih melamun ke arah Nayya. Hari ini, sepertinya teman kelas Juna yang satu itu terlihat berbeda dari sebelumnya. Baru kali ini ada yang bisa menyaingi kecepatan tangan Juna dalam mengacungkan tangan.


•••

"Di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada." ucapku, ketika berada dibelakang Juna yang sedang fokus dengan bukunya.

Ayah-Juna-menoleh ke arahku, lalu aku tersenyum tipis. Kami berdua memang sedang berada diperpustakaan sekarang.

"The alchemist karya Paulo Coelho, right?" kataku lagi.

Juna melebarkan matanya, "Lo tahu novel ini?"

Jelas aku tahu novel itu, Ayahlah yang memperkenalkannya sendiri kepadaku.

"boleh gue duduk disini?" kataku sembari menarik kursi sebelah Juna.

Juna mengangguk saja.

"Juna, Aku ada roti, mau?" sepertinya aku mengenal suara itu. Aku mendongak sedikit lalu melihat didepanku sudah ada Ranty-ibuku saat muda-sudah duduk manis disini.

Lalu ibu melirikku lalu tersenyum manis, "Eh Nay, tumben kamu disini?"

Hah? Tumben? Setiap hari kali aku selalu habisin waktu di perpustakaan!

Aku hanya membalas dengan senyuman tipis.

"Nih rotinya Jun," Ranty menyodorkan sebungkus roti kepada Juna.

Cih, kisah percintaan macam apa ini?!













***

Voteeeee

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Where stories live. Discover now