ALONA (e) 32

99 18 2
                                    

"Rasa itu memang ada! Tapi, memilih pergi adalah pilihan terbaik. Sebelum semua terasa semakin sulit."

ALONA (e)

"Kamu yakin dengan keputusanmu?" wanita paruh baya itu sudah menanyainya berulang kali dengan pertanyaan yang sama.

Tentu saja gadis itu akan menjawab dengan jawaban yang sama pula. "Sangat yakin, Ma."

Geana kini menghela nafas pasrah. Ia menatap anak semata wayangnya kembali.

"Mama tau, ini sangat sulit untukmu. Tapi, Mama harap kamu bisa menentukan yang terbaik untuk hidupmu. Mama yakin, kamu bisa melakukannya!" Geana memberikan anak itu nasihat. Entah akan berpengaruh atau tidak untuk anaknya itu.

"Ana sudah memikirkan semuanya. Dan ini adalah pilihan Ana," jawab Ana penuh keyakinan.

Setelah mamanya sembuh dari sakitnya seminggu yang lalu, gadis ia langsung mengutarakan keinginannya.

Awalnya, Geana menentang keinginan Ana. Namun, karena ia sangat menyayangi anaknya. Dan, ia yakin itu adalah pilihan terbaik, maka Geana memberikan izin kepada anaknya.

Walaupun, itu sangat berat bagi Geana.

"Ya ... apapun pilihan Ana, Mama akan selalu mendukung kamu!"

...

Drttt Drrtt

Ponsel Ana berdering, menampilkan beberapa notifikasi. Terlihat sebuah nama yang masih sama, yang mengirimnya pesan sejak beberapa hari lalu.

Ana menghela napas berat, ia hanya menatap ponselnya sejenak. Kemudian, melanjutkan aktivitasnya kembali yang tertunda karena notifikasi tadi.

Setelah cukup lama membereskan barangnya, akhirnya semua sudah selesai. Ia menutup kopernya rapat, memberi kunci berupa kode nomor setelah dipastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Ia memandangi kamarnya sejenak, senyumnya terukir tipis. Matanya terlihat memancarkan kesedihan, yang sayangnya kesedihan itu tidak bisa lagi membuatnya menangis.

Ditatapnya salah satu foto yang berada di dalam pigura, yang ia letakkan di atas nakas.

Hanya foto itu yang Ana punya. Di dalamnya ada mama, papa dan dirinya dengan senyum bahagia.

Namun, itu hanyalah sebuah masa lalu.

Ia sengaja meninggalkannya di kamar ini. Biarkan semua menjadi kenangan semata. Ia tidak mau mengingatnya kembali, mengingatnya hanya akan membuatnya sakit.

Cukup! Ia tidak mau lagi memikirkan ini semua.

Sekali lagi ia menatap sekeliling kamarnya. Sebelum ia pergi meninggalkan tempat ini dan ... meninggalkan semua kenangan itu tentunya.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar, menyadarkan Ana bahwa ia harus segera pergi dari tempat ini.

Ditariknya koper yang berisi barang-barangnya yang sudah selesai ia kemaskan tadi. Ia berjalan menuju pintu kamarnya dengan pelan, seakan ada rasa tidak rela meninggalkan tempat ini.

Pintu terbuka, menampilkan wajah mamanya dengan senyuman hangat yang terukir di bibirnya.

"Kamu udah siap, Sayang?" tanya Geana hangat. Ia juga terlihat sudah siap dengan semua persiapannya.

ALONA (e) | ENDWhere stories live. Discover now