ALONA (e) 20

117 23 0
                                    

"Kamulah alasan aku berubah lebih baik. Walaupun aku tau aku bukan alasan kebahagianmu."

Zayen Leo Ahram

Tok tok

Suara ketukan pintu terdengar, tanpa mengalihkan pandangan dari objek di depannya, Leo pun mempersilakan orang itu untuk masuk.

"Masuk!" Setelah mendapatkan sahutan dari dalam, Edwin segera membuka pintu kamar anaknya.

Pemandangan tidak biasa pun dilihat oleh Edwin.

Ia tidak jadi melangkahkan kakinya masuk, ia malah berjalan keluar kembali.

"Kok nggak jadi masuk? Tadi Papa, Mama atau siapa?" tanya Leo pelan kemudian melanjutkan aktivitasnya kembali.

Beberapa menit kemudian suara langkah kembali memasuki kamar Leo. Kali ini bukan hanya milik satu orang, terdengar dari suara jalannya.

Leo pun menatap dua orang yang saat ini tengah berada di belakangnya. "Mama sama Papa ngapain di sini? Ganggu aku aja!" gerutu Leo.

Lia dan Edwin masih diam, tidak menyangka anaknya saat ini sedang melakukan aktivitas yang tidak biasa.

"Sejak kapan kamu belajar?" tanya Edwin. Pertanyaan itu sekilas terdengar seperti ejekan. Pasalnya Leo memang jarang atau sama sekali tidak pernah belajar.

"Sejak--" Leo sejenak berpikir. Ia juga sebenarnya tidak tau kenapa ia sekarang sedang belajar.

Mungkin kah sekarang ia sudah mendapatkan hidayah?

"Mama lihat akhir-akhir ini kamu banyak berubah! Kamu kelihatan lebih bahagia dan sekarang ada kemajuan buat belajar. Mama suka kamu kayak gini." Lia mengelus rambut Leo. Ia menatap bangga ke arah anaknya.

"Kelihatan banget ya, Ma?" tanya Leo.

"Ya, begitu," sahut Lia. "Yaudah, kamu terusin belajarnya. Mama mau masak dulu buat makan malam kita nanti."

"Pa, Mama ke dapur dulu, ya. Leo jangan diganggu belajarnya." Setelah itu Lia pun pergi dari kamar Leo. Dan tersisa Edwin dan Leo saat ini.

"Papa ngapain masih di sini?"

"Kamu ngusir Papa?"

"Nggak ada aku ngusir Papa! Tapi Papa ganggu."

"Kamu berubah kayak gini pasti ada sesuatu?" tanya Edwin penuh selidik.

"Papa suuzan sama anak sendiri. Nggak baik tau, Pa!" sahut Leo malas. Sepertinya papanya memang pintar menilai sesuatu. Ia memang berubah karena suatu hal.

"Ini bukan suuzan, tapi memang fakta 'kan?"

Sepertinya perdebatan antara papa dan anak akan semakin lama selesai.

"Anaknya mau berubah menuju masa depan yang lebih baik. Makannya aku belajar!"

"Sejak kapan kamu bijak?"

"Papa nggak bosan apa nanya terus?"

"Kamu juga lagi nanyain Papa sekarang!" sahut Edwin lagi.

ALONA (e) | ENDWhere stories live. Discover now